Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Habis Bencana, Terbit Katana

Kita tidak sedang bicara era kekinian, di mana hampir semua masyarakat di Indonesia sudah tahu gelombang tsunami.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Habis Bencana, Terbit Katana
Foto Egy Massadiah
Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo di Kecamatan Lhong, Aceh Besar. 

Catatan Egy Massadiah dari Aceh

TRIBUNNEWS.COM - Kita tidak sedang bicara era kekinian, di mana hampir semua masyarakat di Indonesia sudah tahu gelombang tsunami.

Kita sedang berbicara tahun 2004. Ketika itu, pejabat dan kaum cerdik-pandai pun tidak tahu, apa tsunami, seperti apa wujud tsunami, dan apa dampak tsunami.

Persis 15 tahun lalu, 26 Desember 2004, gempa bumi berskala mahabesar, melebihi angka 8 Richter terjadi di Samudera Hindia, 25 km barat laut Aceh.

Selang tiga puluh menit kemudian, datang gelombang tinggi yang disebut tsunami menghantam dan meluluhlantakkan Serambi Mekah.

Tak kurang dari 230.000 nyawa melayang, dengan kerugian material yang ditaksir mencapai Rp 7 triliun.

Jumlah korban sebanyak itu, terjadi karena “ketidaktahuan” masyarakat tentang bahaya tsunami pasca gempa besar.

Berita Rekomendasi

Ketidaktahuan ditambah tradisi “jalan-jalan pagi ke pantai” di hari Minggu yang menjadi tradisi sebagian besar warga Aceh, menambah parah keadaan.

Baca: Ketika Sang Jenderal Menyuguhkan Sukun Goreng

Akibat patahan lempeng dasar laut, terjadi gempa dahsyat. Air laut pun menyusut cepat. Laut Aceh yang terkenal banyak ikannya, sontak menjadi pemandangan menarik.

Masyarakat yang sedang berada di pantai saat gempa, bukan lari menjauhi bibir pantai, malah menghambur ke pantai dan memunguti ikan-ikan yang ditinggal oleh air laut yang menyusut cepat.

Tidak satu pun yang menyangka, susutnya air segera akan disusul naiknya kembali permukaan laut dalam bentuk “monster tsunami” yang mematikan. Syahdan, saat gelombang tinggi datang, masyarakat pun panik.

Lari seribu langkah dalam kecepatan pontang-panting, sangat tidak sebanding dengan laju tsunami yang sama derasnya dengan kecepatan rata-rata pesawat terbang yang 700 km per jam.

Ribuan manusia di pinggir pantai, tersapu tsunami setinggi 24 meter (80 feet).

“Saya bisa merasakan betul derita masyarakat Aceh, karena saat tsunami terjadi saya ada di sini. Jika saya selamat, itu karena posisi tugas saya jauh dari pantai,” ujar Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas