Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Wajibkah Somasi Dalam Perkara Pelanggaran Merek? (II)

sesuai fiksi hukum setelah suatu Undang-Undang diundangkan maka semua orang dianggap mengetahuinya (presumption iures de iure).

Editor: Toni Bramantoro

Oleh: Ichwan Anggawirya

Pada artikel sebelumnya penulis membahas perihal somasi terkait Pasal 100 Ayat (1) UU No. 20/2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang ditujukan bagi pelanggar yang “menggunakan merek” tanpa hak.

Pelanggar disini dapat dipahami sebagai pihak yang memproduksi barang dengan menggunakan merek milik pihak lain tanpa izin pemilik merek.

Pasal 100 Ayat (1) dan (2) UU No. 20/2016 ini sudah tidak mencantumkan unsur “dengan sengaja”, sehingga pemegang Hak atau Pelapor tidak perlu lagi membuktikan unsur kesengajaan yang pada umumnya melalui somasi terlebih dahulu, karena sesuai fiksi hukum setelah suatu Undang-Undang diundangkan maka semua orang dianggap mengetahuinya (presumption iures de iure).

Kali ini penulis ingin membahas terkait Pasal 102 UU No. 20/2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang ditujukan bagi pihak yang memperdagangkan, bunyi selengkapnya sbb:

Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Dalam hal ini perlu kehati-hatian bagi pihak pedagang atau distributor untuk sebaiknya memeriksa kelengkapan legalitas produk yang akan diperdagangkan, karena apabila “patut diduga mengetahui” bahwa produk yang diperdagangkan adalah hasil tindak pidana, dalam hal ini pidana pelanggaran merek, maka bisa saja pedagang akan dilaporkan tanpa adanya somasi terlebih dahulu.

Berita Rekomendasi

Seperti penulis bahas pada artikel sebelumnya, somasi bukan wajib, tapi dapat sebagai alternatif untuk menyempurnakan alat bukti, misalnya terbukti pedagang pernah menjadi distributor produk legal kemudian mengimport sendiri produk illegal, atau terbukti menjual merek produk yang tidak memiliki izin edar, apalagi diedarkan dalam jumlah yang besar, maka patut diduga pedagang mengetahui bahwa barang tersebut merupakan hasil tindak pidana, sehingga tidak diperlukan somasi yang justru akan memberi kesempatan pelanggar untuk menghilangkan barang bukti.

Jika merek produk yang diwajibkan memiliki izin edar tapi tidak memiliki izin edar maka perlu dipertanyakan juga legalitas mereknya, karena syarat untuk mendapatkan izin edar adalah sebagai pemilik merek yang sah.

Dalam konteks Pasal 102 ini bukti somasi memang dianggap pembuktian yang paling mudah, jika seseorang telah diberi teguran/ somasi tapi masih melanggar maka unsur “mengetahui’ atas pelanggaran merek sudah dapat terpenuhi.

Tapi bila dipandang somasi justru akan memberi kesempatan pelanggar menghilangkan barang bukti pidana maka somasipun tidak wajib.

*Ichwan Anggawirya, S.Sn., S.H., M.H., Founder of MasterLawyer.org dan Pakar Hukum Merek dan HaKI, alumni Magister Hukum Universitas Bung Karno

Ichwan Anggawirya
Ichwan Anggawirya (dok pribadi)
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas