Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pageblug Corona Vs Korupsi
Korupsi di Indonesia telah menjadi pageblug yang tak kalah ganas dan mengerikan.
Editor: Hasanudin Aco
Mengapa korupsi di Indonesia disebut pageblug? Ini karena masifnya, dan juga karena melibatkan semua komponen bangsa, termasuk eksekutif, legislatif dan yudikatif atau trias politika.
Transparency International Indonesia (TII) mencatat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2019 masih tergolong rendah, yakni 40 meskipun naik dua poin, dari 38 tahun 2018 lalu. Skor tertinggi IPK adalah 100 yang berarti sebuah negara bersih dari korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat KPK telah menangani 62 kasus dengan 155 tersangka pada 2019.
Sepanjang 2014-2019, Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 105 kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi daerah di 22 provinsi. Dari 105 kasus itu, 90 di antaranya melibatkan bupati atau wali kota, dan 15 kasus lainnya melibatkan gubernur.
Adapun 22 provinsi dan jumlah kasus korupsinya sebagai berikut:
Aceh 4 kasus, Bengkulu 3 kasus, Jawa Barat 16 kasus, Jawa Tengah 8 kasus, Jawa Timur 13 kasus, Kalimantan Selatan 1 kasus, Kalimantan Tengah 1 kasus, Kalimantan Timur 5 kasus, Maluku Utara 3 kasus, NTB 3 kasus, dan NTT 2 kasus.
Kemudian, Papua 5 kasus, Riau 5 kasus, Kepulauan Riau 2 kasus, Sulawesi Selatan 2 kasus, Sulawesi Tengah 1 kasus, Sulawesi Tenggara 5 kasus, Sulawesi Utara 3 kasus, Sulawesi Selatan 6 kasus, Sumatera Utara 12 kasus, Jambi 1 kasus, dan Lampung 3 kasus.
Bila digabungkan, mantan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terlibat korupsi dan pidana lain, total ada lebih dari 365 orang sejak pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar secara langsung pada 2004.
Jumlah menteri dan mantan menteri yang terlibat korupsi mencapai puluhan orang. Ini di ranah eksekutif.
Di ranah legislatif, ada ratusan anggota DPR RI dan lebih dari 3.650 anggota DPRD terlibat korupsi.
Di ranah yudikatif, dan yang berhubungan dengan yudikatif, tak sedikit hakim, jaksa, polisi dan pengacara yang terlibat korupsi.
Pucuk-pucuk pimpinan trias politika juga tak luput dari korupsi. Di legislatif ada Ketua DPR RI Setya Novanto dan Ketua DPD RI Irman Gusman. Di yudikatif ada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, disusul hakim MK Patrialis Akbar.
Pucuk-pucuk pimpinan partai politik juga tak luput dari korupsi, seperti Setya Novanto (Partai Golkar), Anas Urbaningrum dan M Nazaruddin (Partai Demokrat), Luthfi Hasan Ishaq (Partai Keadilan Sejahtera), M Romahurmuzy (Partai Persatuan Pembangunan), dan Patrice Rio Capella (Partai Nasdem).
Korupsi juga sudah masuk desa. Sejak dana desa dikucurkan per 2015, hingga kini ada puluhan ribu kasus korupsi yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa. Artinya, saat ini sudah terjadi pemerataan korupsi, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga desa.
Pendek kata, korupsi telah menjadi pageblug bagi bangsa Indonesia, sebagaimana kini Corona. Bedanya, Corona membuat panik, sedangkan korupsi tidak, karena sudah "familiar".
Dr Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI, Tinggal di Jakarta.