Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Quo Vadis Salus Populi Suprema Lex Esto'
Salus Populi Suprema Lex Esto menjadi kalimat yang akhir-akhir ini trendi diucapkan mulai Presiden, Ketua gugus tugas percepatan penanganan covid 19
Editor: Toni Bramantoro
OLEH: Ir.Petrus Bramandaru SH., MH
Salus Populi Suprema Lex Esto menjadi kalimat yang akhir-akhir ini trendi diucapkan mulai Presiden, Ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 hingga Kapolri, juga tidak ketinggalan masyarakat ikut membahas kalimat tersebut diatas dengan multitafsir.
Salus Populi Suprema Lex Esto merupakan adagium hukum yang pertama diucapkan oleh Cicero seorang filsuf berkebangsaan Italia yang bermakna "Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi."
Kemudian ucapan tersebut banyak diadopsi hampir seluruh negara di dunia tidak terkecuali Indonesia.
Salus Populi Suprema Lex Esto juga kita temukan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada alinea keempat yang mana disebutkan keselamatan dan kemakmuran rakyat merupakan tujuan utama bernegara artinya negara harus menjamin, melindungi segenap bangsa Indonesia.
Bila kita berkaca pada Pembukaan UUDNRI diatas, negara mau tidak mau harus mendahulukan kepentingan rakyatnya.
Wabah covid 19 telah melanda lebih dari 200 negara di dunia, Covid-19 ini menyebar sangat cepat dan membuat negara yang terdampak "gagap" dalam penanganan virus corona tersebut tidak terkecuali negara kita Indonesia.
Dalam pandangan subyektif kita sebagai masyarakat langkah-langkah yang diambil pemerintah tidak atau kurang memuaskan setiap warganya tetapi kitapun tidak perlu ikut ikutan nyinyir jika langkah pemerintah dianggap lambat, panik dan tidak pas dalam menangani pendemi Covid-19 ini.
Kita harus lebih bijak dalam menyingkapi Covid-19 ini dengan berbuat sesuatu yang kecil dan sederhana seperti ikut menyiapkan sabun dan air mengalir dari dalam rumah kita yang di taruh di depan pagar rumah kita agar siapapun dapat mencuci tangan dan terhindar dari penyebaran virus corona.
Sikap Altruisme harus kita tanamkan dan kita tumbuhkan pada diri kita masing - masing bila kita ingin dan peduli akan pendemi Covid 19, berbuat untuk menyenangkan orang lain, menolong, berbagi dan berbela rasa kepada orang lain.
Dalam menyingkapi pendemi Covid-19 yang melanda negara kita, pemerintah sudah mempunyai payung hukum yaitu Undang-Undang no.6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan dan Kesehatan yang mengatur tentang tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, hak dan kewajiban, kedaruratan kesehatan masyarakat, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan wilayah, dokumen kekarantinaan kesehatan, sumber daya kekarantinaan kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyelidikan dan ketentuan pidana.
Banyak pertanyaan yang muncul, apakah Undang-Undang baru bisa dilaksanakan bila sudah ada aturan pelaksanaannya?
Dalam penanganan kasus Covid-19 ini Pemerintah terkesan tersandera oleh belum adanya aturan pelaksana daripada Undang-Undang no 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Dan Kesehatan, baru pada tanggal 31 Maret Tahun 2020 PP atau Peraturan Pemerintah no 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) ditandatangani oleh Presiden Jokowi.
Sementara pada bulan Februari tahun 2020 kita sudah menemukan wabah virus corona yang menjangkiti 2 orang pasien, artinya virus corona sudah masuk wilayah Indonesia.
Dalam PP no 21 Tahun 2020 tersebut memang tidak ada hal yang baru , PP sekedar hanya mekanisme belaka dan sangat profan mengingat sudah ada Gubernur, Walikota ataupun Bupati sudah menjalankan aturan seperti yang tertulis pada pasal - pasal PP no 21 Tahun 2020.