Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perppu Pilkada, Kepastian di Tengah Ketidakpastian Covid-19
Ditengah peperangan melawan covid-19, Pemerintah mengeluarkan Perppu No 02 Tahun 2020 tentang Pilkada.
Editor: Dewi Agustina
Dalam Perppu ini terdapat beberapa revisi terhadap UU Pilkada sebelumnya yaitu Penetapan Pilkada diundur dan dilaksanakan pada Desember 2020, Penetapan Pilkada Lanjutan ditetapkan KPU bersama Pemerintah dan DPR, dan Penundaan Pilkada dapat dilakukan akibat bencana non alam.
Pengaturan sebelumnya adalah dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada itu dikatakan bahwa Pilkada hasil Pilkada 2015 dilaksanakan pada September 2020, KPU dapat menetapkan penundaan Pilkada, Pilkada Lanjutan ditetapkan oleh Gubernur atau Menteri atas usul KPU, dan Penundaan Pilkada dapat dilakukan akibat bencana.
Jika secara teliti mengamati UU Pilkada No 10 Tahun 2016, dan dihubungkan dengan terbitnya Perppu No 2 Tahun 2020 akan memunculkan beberapa pertanyaan, apakah terbitnya Perppu No 2 Tahun 2020 sebagai sebuah kegentingan yang memaksa?
Apakah terdapat kekosongan hukum sehingga harus diterbitkan Perppu? Jika UU tidak “ideal”, apakah jalan membuat “ideal” melalui penerbitan Perppu?
Baca: Sindiran Tak Punya Uang Untuk Kencan Picu Penusukan Wanita Muda di Hotel Wilayah Tamansari
Singkatnya Perppu memiliki hierarki yang sama dengan UU.
Perppu dibentuk jika dalam keadaan kegentingan yang memaksa tidak dimungkinkan untuk membuat UU sebab dibutuhkan secara cepat.
Perppu bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan normal secepat mungkin. Kewenangan Penerbitan Perppu ada pada Presiden.
Kegentingan memaksa Perppu 02 Tahun 2020
Merujuk kepada putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 yang menetapkan tiga kategori kegentingan yang memaksa, yaitu Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.
Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU melalui prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut memerlukan kepastian untuk diselesaikan.
Terhadap kategori pertama yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.
Dalam UU Pilkada dikatakan bahwa terhadap Hasil Pilkada tahun 2015 akan dilaksanakan Pilkada pada September 2020, hal ini dianggap menjadi masalah hukum yang harus secara cepat diselesaikan.
Dalam perppu tersebut disebutkan bahwa Pelaksanaan Pilkada September 2020 ditunda dan akan ditetapkan dilaksanakan pada Desember 2020.