Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gus Ghofur, Harapan NU dan Islam Moderat Indonesia
Gus Ghofur adalah putra kelima KH. Maimoen Zubaer dari istri kedua. Sementara Mbah Moen adalah keturunan ke-13 Sunan Giri.
Editor: Husein Sanusi
Sebenarnya, Gus Ghofur dalam memperjuangkan Islam Moderat, Islam rahmatan lil alamin semacam ini, adalah fenomena "gunung es". Jauh sebelum Gus Ghofur sudah ada kiai-kiai kaliber internasional, seperti Gus Mus (KH. Mustofa Bisri), Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), dan Profesor Quraish Shihab. Sedangkan Gus Ghofur adalah pelanjut dari tiga tokoh besar ini, walau kecenderungan intelektualnya lebih condong pada disiplin profesor Quraish Shihab.
Gus Ghofur pernah mengatakan, "kecintaan pada negara tidak boleh melebihi kecintaan pada agama. Begitu pun sebaliknya." Dengan kata lain, keseimbangan harus dijaga. Nasionalisme tidak boleh mengorbankan agama. Ketaatan dalam beragama juga tidak boleh mengorbankan nasionalisme. Agama dan negara bukan perkara yang bertentangan.
Moderatisme Gus Ghofur berlandaskan sejarah. Beliau mencontohkan Nabi Muhammad saw yang sangat mencintai bangsa dan tanah Arab. Jangan heran, menurut Gus Ghofur, salah satu perjuangan Nabi adalah membebaskan tanah Arab dari pengaruh-pengaruh bangsa asing seperti Romawi dan Persia, atau Habasyah di Yaman.
Tahun 2011, sepulang dari Al-Azhar, Gus Ghofur diminta bergabung dalam Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor oleh sang Ketua Umum Nusron Wahid. Beliau dipercaya sebagai Ketua Bidang Kajian Islam, Dakwah dan Pengembangan Pesantren. Tuduhan miring sempat dilayangkan pada organisasi Banser sebagai organisasi murtad karena telah menjaga gereja. Gus Ghofur menjawab dengan merujuk pada sejarah, "jika Banser murtad, sama saja menganggap Khalifah Umar bin Khattab murtad."
Islam di tangan Gus Ghofur menjadi rahmatan lil alamin. Menghargai keragaman keyakinan tanpa mengorbankan keyakinan diri sendiri. Ruchman Basori (Ketua Bidang Kaderisasi Pimpinan Pusat GP Ansor) mengatakan, "semula organisasi GP Ansor diisi oleh para aktivis murni, jebolan aktivis organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan seperti PMII, HMI, IPNU. Kini berubah. Dengan masuknya lapisan intelektual muda pesantren, (mereka akan menjadi) calon PBNU di masa depan". Gus Ghofur akan mewarnai PBNU di masa depan ini.
Di lingkungan PBNU sendiri, Gus Ghofur berperan sebagai Katib Syuriyah. Gus Ghofur sangat dikagumi oleh banyak nahdiyyin dan digadang-gadang akan menjadi Ketua Umum PBNU kedepan. Bukan hanya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tapi pengurus NU luar Jawa juga mengaguminya. Salah satu peranya yang cukup menonjol, disaat PBNU menolak menyebut kafir kepada orang non-muslim, termasuk mengharamkan Multi Level Marketing (MLM) yang mencekik orang kecil dan melanggengkan kapitalisme kelas, gus Ghofur terlibat secara aktif dalam merumuskan itu.
Terakhir, pengalaman persahabatan penulis di Mesir maupun Indonesia dengan Dr. KH. Abdul Ghofur, M.A., atau Gus Ghofur, adalah saksi keteladanan figur-figur ulama NU. Walau sebagai putra seorang Waliyullah, Mbah Moen Zoebair, guru Gus Baha’ itu, Gus Ghofur sangat tawadhu' dan rendah hati. Wallahu a’lam bis shawab.
*Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*