Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Kado Ultah ke-67 Cak Nun, Sunan Kalijaga Era Milenial

Kecintaan Cak Nun pada budaya membuatnya tidak pernah sedikitpun berpaling dari dunia yang melambungkan namanya tersebut.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Kado Ultah ke-67 Cak Nun, Sunan Kalijaga Era Milenial
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Ribuan warga Semarang, Jawa Tengah, dan Jamaah Maiyah tumpah ruah memadati Klenteng Sam Poo Kong dalam acara ''Sinau Bareng Cak Nun, Kiai Kanjeng bersama Polda Jateng, Sam Poo Kong, dan Tribun Jateng'' yang belangsung Kamis (18/4/2019) lalu. Rabu 27 Mei 2020 hari ini, Cak Nun merayakan hari ulang tahun yang ke-67. Tribun Jateng/Hermawan Handaka 

Sejak berguru Pada Umbu itu, kebelingan Cak Nun makin menjadi. Ia lebih sering protes dan berpikir paradosal.

Bahkan, ia sering bolos sekolah karena asyik dengan dunia kebudayaan. Terutama sastra dan  teater. Saking asyiknya, ia pernah  membolos hampir 40 hari dalam satu semester.

Ini membuat ia mulai tidak disukai guru-gurunya, ditambah rambutnya  gondrong, pakian yang lusuh, dianggap melanggar peraturan dan ketertiban sekolah.

Tapi ia mengatakan bahwa dirinya lebih  suka mencari hal-hal yang belum diketahuinya namun tidak didapatkannya di sekolah. Ia  juga mengaku lebih sering  berpikir yang berbeda dari jamaknya yang dipahami masyarakat.

Debut pertamanya dalam kebudayaan, tanggal 8 Desember 1980, Cak Nun dan Teater Dinastinya mementaskan puisi di  Teater Arena Taman Ismail Marzuki (TIM) yang berjudul Tuhan.

Pembacaan puisi yang diiringi musik gamelan Jawa pada masa  itu bisa menghentak banyak kalangan, karena tidak lazim.

Karena itu, Cak Nun menyebut pementasan seperti itu sebagai  “musik puisi”, bukan musikalisasi puisi. Model pertunjukan demikian diakui Cak Nun sebagai terobosan dan merupakan  strategi agar mendekatkan puisi kepada masyarakat di kampung-kampung.

Berita Rekomendasi

Hal ini lazim karena masyarakat pedesaan masih  lekat dengan seni tradisi yang memposisikan gamelan Jawa sebagai instrumen utama. (Semesta Emha, hlm. 59).

Disekitar tahun itu pula, Cak Nun berani melawan hegemoni Orde Baru yang dikenal "seram" dengan langkah kebudayaannya. 

Saat itu beberapa siswi di bangku sekolah dan mahasiswi kampus Negeri mulai banyak yang memakai jilbab.

Tapi, saat itu  pemakaian jilbab membuat alergi dan tak menyenangkan penguasa. Pemerintah Orde Baru resmi mengeluarkan larangan  berjilbab di sekolah negeri pada 1982.

Saat itu, Cak Nun muda langsung tampil di berbagai kesempatan kebudayaan untuk  menyampaikan protesnya.

Sebab baginya, pelarangan tersebut adalah pelanggaran atas hak asasi manusia dan karenanya harus  diprotes.

Alat protes itu, selain teater, pidato kebudayaan, yang paling terkenal adalah antologi puisi berjudul "Lautan Jilbab". 

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas