Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kado Ultah ke-67 Cak Nun, Sunan Kalijaga Era Milenial
Kecintaan Cak Nun pada budaya membuatnya tidak pernah sedikitpun berpaling dari dunia yang melambungkan namanya tersebut.
Editor: Husein Sanusi
Sejak berguru Pada Umbu itu, kebelingan Cak Nun makin menjadi. Ia lebih sering protes dan berpikir paradosal.
Bahkan, ia sering bolos sekolah karena asyik dengan dunia kebudayaan. Terutama sastra dan teater. Saking asyiknya, ia pernah membolos hampir 40 hari dalam satu semester.
Ini membuat ia mulai tidak disukai guru-gurunya, ditambah rambutnya gondrong, pakian yang lusuh, dianggap melanggar peraturan dan ketertiban sekolah.
Tapi ia mengatakan bahwa dirinya lebih suka mencari hal-hal yang belum diketahuinya namun tidak didapatkannya di sekolah. Ia juga mengaku lebih sering berpikir yang berbeda dari jamaknya yang dipahami masyarakat.
Debut pertamanya dalam kebudayaan, tanggal 8 Desember 1980, Cak Nun dan Teater Dinastinya mementaskan puisi di Teater Arena Taman Ismail Marzuki (TIM) yang berjudul Tuhan.
Pembacaan puisi yang diiringi musik gamelan Jawa pada masa itu bisa menghentak banyak kalangan, karena tidak lazim.
Karena itu, Cak Nun menyebut pementasan seperti itu sebagai “musik puisi”, bukan musikalisasi puisi. Model pertunjukan demikian diakui Cak Nun sebagai terobosan dan merupakan strategi agar mendekatkan puisi kepada masyarakat di kampung-kampung.
Hal ini lazim karena masyarakat pedesaan masih lekat dengan seni tradisi yang memposisikan gamelan Jawa sebagai instrumen utama. (Semesta Emha, hlm. 59).
Disekitar tahun itu pula, Cak Nun berani melawan hegemoni Orde Baru yang dikenal "seram" dengan langkah kebudayaannya.
Saat itu beberapa siswi di bangku sekolah dan mahasiswi kampus Negeri mulai banyak yang memakai jilbab.
Tapi, saat itu pemakaian jilbab membuat alergi dan tak menyenangkan penguasa. Pemerintah Orde Baru resmi mengeluarkan larangan berjilbab di sekolah negeri pada 1982.
Saat itu, Cak Nun muda langsung tampil di berbagai kesempatan kebudayaan untuk menyampaikan protesnya.
Sebab baginya, pelarangan tersebut adalah pelanggaran atas hak asasi manusia dan karenanya harus diprotes.
Alat protes itu, selain teater, pidato kebudayaan, yang paling terkenal adalah antologi puisi berjudul "Lautan Jilbab".
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.