Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Masih Relevankah Pancasila?
Pancasila hanya ramai dipidatokan di dalam acara-acara seremoni kenegaraan, kepartaian, dan kantor-kantor.
Editor: Hasanudin Aco
Kalau sudah begini, siapa yang harus bertanggung jawab?
Lalu bagaimana seharusnya sikap pemerintah, memulangkan mereka ke Tanah Air atau membiarkan mereka terlunta-lunta di negeri orang?
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan agar negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Namun di sisi lain, dengan mereka membakar paspor Indonesia, Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan bersumpah setia kepada tentara negara asing, maka secara otomatis kewarganegaraan Indonesia mereka gugur, sesuai ketentuan UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Di sinilah pemerintah menghadapi buah simalakama.
Aksi-aksi terorisme yang diasosiasikan dengan paham radikalisme juga marak di Indonesia.
Ribuan tersangka teroris telah ditangkap, tapi aksi-aksi terorisme tetap marak.
Di pihak lain, komunisme tak kunjung mati. Pada 11 Mei 2020 lalu, misalnya, sebuah bendera Merah Putih yang dibubuhi logo palu arit, yang identik dengan logo Partai Komunis Indonesia (PKI), berkibar di kawasan Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, dan hingga kini proses hukum kasus ini masih berlangsung.
Mengapa bahaya laten, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri di Indonesia tak mati-mati?
Tak berlebihan kiranya bila dikatakan karena Pancasila belum bisa memuaskan semua pihak.
Pancasila belum mampu memberi solusi atas problem-problem yang nenghantui bangsa ini, terutama problem keadilan dan kesejahteraan.
Relevansi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pun dipertanyakan.
Misalnya, kalau memang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, mengapa aktivitas-aktivitas keagamaan marak, tapi di saat yang sama korupsi yang jelas-jelas diharamkan agama juga marak?
Bila ber-Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengapa masih banyak fakir miskin dan anak-anak terlantar yang tidak dipelihara oleh negara, sebagaimana diamanatkan Pasal 34 UUD 1945?