Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Masih Relevankah Pancasila?
Pancasila hanya ramai dipidatokan di dalam acara-acara seremoni kenegaraan, kepartaian, dan kantor-kantor.
Editor: Hasanudin Aco
Bila ber-Persatuan Indonesia, mengapa masih banyak konflik sosial di negeri ini? Mengapa masih ada kelompok seperatis di Papua?
Mengapa elite-elite politik kita masih suka gontok-gontokan?
Bila ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengapa tidak ada lagi musyawarah untuk mufakat?
Mengapa yang ada voting atau pemungutan suara, sehingga yang kuatlah yang menang, dan berlaku hukum rimba, homo homini lupus?
Bila ber-Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengapa kesenjangan sosial semakin melebar, orang kaya yang jumlahnya hanya 4% menguasai perekonomian nasional dan hajat hidup 96% rakyat lainnya?
Mengapa sistem perekonomian dengan asas kekeluargaan (koperasi) seperti yang diamanatkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 mati suri, dan yang berkembang justru sistem ekonomi liberal kapitalis, atau yang berkembang konglomerasi?
Itulah sederet pertanyaan yang muaranya adalah pertanyaan bernada gugatan: masih relevankah Pancasila?
Pancasila adalah ideologi jalan tengah di antara komunisme dan kapitalisme.
Pancasila adalah ideologi paling tepat bagi Indonesia sebagai bangsa yang pluralis atau ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Para founding fathers bangsa ini menggali nilai-nilai luhur Pancasila dari Bumi Pertiwi sehingga cocok pula bagi bangsa ini.
Jadi, Pancasila akan senantiasa relevan bagi bangsa ini, dengan catatan diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, bukan sebatas retorika.
Alhasil, Pancasila tak lebih dari sekadar teks dan kata-kata bila telah kehilangan nilai-nilai praksisnya, karena tidak diamalkan dengan sungguh-sungguh.
Pengamalan Pancasila yang riil dan konkret terdapat dalam aturan perundang-undangan yang dibuat eksekutif dan legislatif, serta kebijakan-kebijakan pemerintah.
Bila semua regulasi dan kebijakan pemerintah sudah senafas dengan Pancasila, di situlah Pancasila akan menemukan kesaktiannya yang tak akan tergoyahkan oleh ideologi lain.
Anak-anak bangsa ini pun tak akan lagi mencari-cari ideologi alternatif.
Bila Pancasila telah kehilangan nilai-nilai praksisnya maka jangan berharap gerakan laten ekstrem kanan dan ekstrem kiri akan mati.
*Dr Anwar Budiman SH MH: Advokat/Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.