Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rekayasa Kriminalisasi Perkara Perbankan ex Pegawai Bank Permata
Terungkap berbagai pelanggaran hukum acara pidana yang terjadi pada saat proses penyidikan dan cacat formil yang mendasar pada surat dakwaan
Editor: Dewi Agustina
Tim Kuasa Hukum Ardi Sedaka:
Didit Wijayanto Wijaya SH MH SE ak CA MBA, Ir Vidi Galenso Syarief SH MH, Ristan BP Simbolon SH, Erdiana SH, Allen Gattan SH dan Ryanto Syahputera SH
SAAT ini persidangan perkara tipibank (tindak pidana perbankan) ex pegawai Bank Permata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memasuki tahapan pemeriksaan saksi sebanyak 16 (enam belas) orang.
Dan ternyata terungkap berbagai pelanggaran hukum acara pidana yang terjadi pada saat proses penyidikan dan cacat formil yang mendasar pada surat dakwaan.
Ardi Sedaka, ex Client Relation Head - Bank Permata yang menjadi salah satu dari 8 orang terdakwa, merupakan korban kriminalisasi.
Terungkap dari berbagai pelanggaran hukum acara pidana yang terjadi saat proses penyidikan dan cacat formil atas surat dakwaan kepadanya.
Ardi merupakan alumnus SMA Kanisius tahun 1983 dan juga alumni FEUI'83, mendapat dukungan penuh dari teman-temannya alumnus CC'83 dan FEUI'83 dan saat ini menggalang persatuan untuk mencari keadilan, yang sejak bulan Juni telah berada dalam tahanan Rutan Bareskrim untuk mengikuti jalannya persidangan untuk dirinya dan ke-7 terdakwa lain.
Sejak awal kasus ini sudah terlihat kejanggalan-kejanggalan, Ardi dan kawan-kawan saat ini didakwa dengan dakwaan tunggal, yakni pasal 49 ayat 2b - UU perbankan.
Namun ternyata pelaporan terhadap dirinya berdasarkan Laporan penyidik bareskrim direktorat tipideksus, dengan membuat Laporan model "A".
Yang artinya berdasarkan temuan dari anggota polri sendiri, padahal laporan tersebut hanya berdasarkan gelar perkara dari direktorat tindak pidana umum yang menyidik perkara pembobolan bank permata oleh PT Megah Jaya Prima Lestari (MJPL) dengan plafon kredit senilai 1,6 triliun dan outstanding kredit sebesar kurang lebih Rp 750 miliar.
AKP Karta yang menjadi pelapor kasus Ardi dkk ternyata ketika membuat laporan, tidak mencantumkan siapa Terlapor, dan pasal dilaporkan adalah pasal 49 ayat 1 dan 2 UU Perbankan, serta pasal 3,4 dan 5 UU pencucian uang.
Dan hanya berdasarkan asumsi atau indikasi terjadinya tindak pidana, padahal pasal 49 ayat 1 (a/b/c) dan ayat 2b merupakan delik formil atau hanya merupakan suatu perbuatan dari pejabat bank saja yang tidak ada dan tidak mungkin dilakukan pencucian uang, yang menunjukkan sudah sangat jelas laporan yang dibuat adalah dipaksakan, rekayasa dan sangat tidak masuk akal.
AKP Karta malah selain jadi Saksi Pelapor ternyata juga menjadi penyidik perkara pidana ini, hal yang pernah dikatakan oleh Ahli Arbijoto adalah "abuse of power" dalam persidangan perkara pidana yang berbeda beberapa tahun silam.
Bahkan dalam perkara pidana lainnya, Mahkamah Agung membebaskan terdakwa karena saksi yang ada hanyalah saksi penangkap dari kepolisian, karena saksi penangkap juga merupakan bagian dari penyidik yang mempunyai benturan kepentingan dan tidak berkapasitas sebagai saksi.
Selain dari pada itu, saksi dari OJK ternyata menyatakan bahwa indikasi yang terjadi berdasarkan hasil pemeriksaan tahunan terhadap Bank Permata atas rekening debitur PT. MJPL ini hanya ditemukan indikasi double financing di bank BCA.