Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Apa dan Bagaimana Bahagia Itu?
Kesuksesan, kekayaan, kesehatan dan hubungan saling mengasihi merupakan ‘produk sampingan’ dari kebahagiaan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Kebahagiaan dalam konteks pencapaian tujuan hidup selalu dihubungkan dengan kondsisi kesehatan yang lebih baik, tumbuh suburnya kreativitas dan lingkungan aktivitas yang lebih nyaman.
Kebahagiaan juga berdasarkan kriteria individu yang seringkali tidak mutlak sama. Ada kalanya seseorang merasa tidak bahagia walaupun hidup dalam kenyamanan, sejahtera dan penuh cinta.
Sebaliknya tidak sedikit orang yang tetap saja merasakan kebahagiaan walaupun berada dalam tragedi, kesengsaraan, belum sejahtera, dan jauh dari cinta.
Kamus Oxford mengaitkan bahagia dengan contentment sebagai a state of happiness and satisfaction.
Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian sebagai keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan).
Merujuk beberapa pengertian di atas, seseorang yang berbahagia dapat diterjemahkan sebagai siapapun yang menemukan atau mengalami keadaan atau perasaan nyaman, senang dan tenteram serta bebas dari segala hal yang menyusahkan dirinya.
Dari definisi tadi, tidak sedikit orang kemudian menghubungkan kebahagiaan dengan kesuksesan dan kekayaan.
Kebahagian dilihat sebagai pencapaian jabatan, pangkat atau posisi dan harta kekayaan. Keyakinan ini masih banyak ditemukan dan diyakini dan dianut banyak orang, karena memberikan suatu ukuran kasat mata dan superfisial.
Namun apakah mutlak demikian? Ternyata tidak. Deepak Chopra (2004) dalam salah satu artikel menuliskan, kesuksesan, kekayaan, kesehatan dan hubungan saling mengasihi merupakan ‘produk sampingan’ dari kebahagiaan.
Dengan demikian, pertanyaan yang muncul adalah mana yang harus terlebih dahulu dikejar dan dicapai: sukses atau bahagia?
Hubungan sukses dan bahagia dapat ditinjau dengan pendekatan yang lebih sederhana dan make sense.
Kebahagiaan sebaiknya terlebih dahulu diperjuangkan karena dengan demikian membuka peluang sukses yang lebih besar.
Kita dapat mengambil simpul dari statement ini dengan logika terbalik: “kalau kita bersikukuh mencapai sukses baru berbahagia, kita tidak akan pernah tahu kapan akan bahagia”.
Mengapa demikian? Karena kita sendiri bahkan tidak tahu persis kapan dapat mencapai kesuksesan dan apakah benar-benar mempunyai peluang untuk sukses.