Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pilkada di Masa Pandemi Covid-19 dan Matinya Kepakaran

Covid -19 untuk saat ini harus dianggap ancaman besar bagi kemanusiaan. Selain kesehatan, faktor psikologi, sosial, ekonomi juga terserang olehnya.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Pilkada di Masa Pandemi Covid-19 dan Matinya Kepakaran
WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN
SIMULASI PEMUNGUTAN SUARA - KPU Kota Tangerang Selatan, menggelar simulasi pemungutan suara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan, di lapangan PTPN VIII, Serpong, Sabtu (12/9/2020). Simulasi dilakukan di TPS 18 dan diikuti 419 orang pemilih dari Kelurahan Cilenggang, Serpong, Kota Tangerang Selatan. Kegiatan ini disaksikan langsung Ketua KPU Pusat, Arief Budiman dan dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pilkada Kota Tangerang Selatan akan digelar pada 9 Desember mendatang. WARTA KOTA/NUR ICHSAN 

Dengan alasan pandemi tidak diketahui kapan berakhirnya serta Pilkada dianggap mampu menggerakkan ekonomi nasional, membuat rencana tersebut tidak terganggu gugat hingga saat ini.

Matinya Kepakaran

Fenomena pengabaian pendapat pakar, pada dasarnya sudah lama terjadi. Semakin membesar di era pesatnya kemajuan teknologi informasi.

Banyak informasi yang terkait dengan kepentingan manusia dengan mudah dapat diperoleh dari internet.

Sayangnya, kegagapan memahami informasi akhirnya menaikkan derajatnya menjadi pengetahuan.

Orang dengan informasi tertentu sudah merasa memiliki pengetahuan, yang pada kenyataannya banyak yang tidak tervalidasi dengan benar.

Akibatnya kebutuhan terhadap pendapat pakar menjadi berkurang, karena banyak orang yang mendadak menjadi ahli di berbagai bidang.

Berita Rekomendasi

Tentunya, situasi ini bukan seperti yang dibayangkan Gramsci (1947) yang menyebut, semua orang berpotensi menjadi kaum intelektual, sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki dan bagaimana cara menggunakannya.

Untuk sampai pada tingkat kepakaran ada kapasitas-kapasitas tertentu terpenuhi dan fungsional.  

Menurut Tom Nichols (2017), serangan terhadap kepakaran disebabkan oleh internet yang memfasilitasi pembicaraan tanpa aturan di sosial media.

Penolakan kepakaran bukan karena ketidakpercayaan yang skeptis, tetapi lebih disebabkan oleh narsisme, keinginan aktualisasi diri dengan menghina kepakaran orang lain.

Di sisi lain, merosotnya kepakaran bukan melulu hanya karena perkembangan teknologi informasi.

Ketidakpercayaan pada pakar sudah terbentuk ketika banyak pakar tidak mampu menunjukkan kemanfaatan dari kepakarannya.

Dalam konteks politik, di masa Orde Baru, hanya sedikit pakar yang berani bersuara untuk mengkritik rezim yang otoriter tersebut.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas