Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Saat Doni Monardo Kembali Bicara Vetiver dan Palaka di Tengah Pandemi Virus Corona
Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo mengingatkan pentingnya mitigasi kebencanaan gempa dan tsunami di Sulut dan daerah-daerah rawan lain di Indonesia.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Data menyebutkan, jika tsunami terjadi dengan ketinggian sekitar lima meter, maka hutan pantai (green belt) dengan lebar minimal 150 meter akan mampu mereduksi dampak kerusakan hingga 82 persen.
Gempa dan tsunami hebat di Aceh (2004), Lombok (2018), Palu (2018) telah memberi pelajaran berharga kepada kita semua.
Sama seperti Sulawesi Utara, jejak-jejak bencana serupa juga pernah terjadi ratusan tahun lalu, di tempat berbagai wilayah.
“Jangan pernah terlena, karena gempa dan tsunami selalu datang tanpa permisi dan pemberitahuan. Dengan kata lain, bencana itu pasti akan terjadi (lagi), tapi kapan waktunya, tidak ada satu pun manusia yang tahu. Melakukan langkah pencegahan dan senantias siaga, adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan,” papar Doni.
Jika Doni mengingatkan ihwal ancaman gempa dan tsunami, sama sekali bukan untuk tujuan menakut-nakuti, apalagi “teror psikis”.
Sebab, seperti berulang dia kemukakan di banyak kesempatan, “Perang, belum tentu. Tetapi bencana berulang, pasti terjadi. Bukan untuk ditakuti, tetapi justru mengingatkan kita semua yang hidup di negara dengan letak geografis ring fire dan patahan-patahan dasar laut,” katanya.
“Indonesia itu bisa diistilahkan supermarket bencana. Selain gempa dan tsunami, ada ancaman erupsi gunung berapi, banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Karenanya kita juga harus menjadi bangsa yang sadar bencana,” lanjut Doni.
Tak lupa Doni Monardo menyampaikan kisah menarik tentang ahli geologi dan kegempaan asal Amerika Serikat Prof Ron A Harris. Doni bertemu Prof Ron tahun 2019, tak lama setelah menjabat Kepala BNPB.
Yang menarik adalah, penelitian Prof Ron tahun 2002 terkait potensi gempa dan tsunami di wilayah Sumatera.
Salah satu kalimat yang Doni ingat betul hingga hari ini adalah, “Seandainya pada tahun 2002 saya menyempatkan diri berkeliling Sumatera dan mengabarkan hasil penelitian itu, niscaya korban tsunami Aceh (tahun 2004) tidak akan sebesar itu.”
Pentingnya Mitigasi Kebencanaan
Seperti kita ketahui, tsunami di Aceh diakibatkan gempa dangkal di laut bermagnitudo 9,3, yang jaraknya sekitar 149 kilometer dari Meulaboh.
Secara keseluruhan ada 14 negara yang terkena dampak tsunami dengan jumlah korban mencapai 230.000 jiwa. Adapun warga Aceh yang dilaporkan meninggal dan hilang tercatat 167.000 orang.
“Yang dikatakan Profesor Ron adalah tentang kewaspadaan. Tentang pentingnya mitigasi. Apalagi, saat itu kita semua asing dengan kata tsunami. Kalau saja Prof Ron tahun 2002 mensosialisasikan hasil penelitiannya, maka lebih banyak warga Sumatera, khususnya Aceh yang mengetahui apa itu tsunami dan bagaimana menyikapinya. Jadi masuk akal jika Prof Ron berkeyakinan, kalau sebelumnya ada langkah mitigasi, jumlah korban tidak akan sebesar itu. Sekali lagi, itulah pentingnya mitigasi kebencanaan,” tandas Don.