Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Impor Hortikultura Dalam Perspektif UU Cipta Kerja

Kegelisahan impor hortikultura, khususnya buah sudah dikemukakan sejak Suharto akan berakhir masa kepemimpinannya.

Editor: Content Writer
zoom-in Impor Hortikultura Dalam Perspektif UU Cipta Kerja
Warta Kota/adhy kelana/kla/kla
Ilustrasi buah impor. (Warta Kota/adhy kelana/kla) 

Sebagai contoh kita masih sangat membatasi impor cabe segar, dan industri memang lebih tertarik mengambil cabe kering dari pasar cabe terbesar di India, yang diproduksi dengan biaya pokok sangat rendah.

Dalam implementasi UU Cipta Kerja, Kementerian terkait sudah mempersiapkan risk based analysis (RBA) untuk impor hortikultura. Hasilnya adalah pengkategorian impor hortikultura sebagai usaha yang dapat berjalan murni komersial atau memerlukan izin dalam pelaksanaannya. Mempertimbangkan faktor risiko seperti lingkungan (kesehatan hewan dan tumbuhan) serta dampak sosial (kepentingan petani); bisa jadi impor hortikultura masuk kategori kedua dengan risiko tinggi.

Beberapa negara pertanian lain menerapkan instrumen seperti tarif (rerata tarif terapan impor sayuran Thailand jauh di atas Indonesia). Thailand juga lebih dapat menerapkan hambatan seperti TBT karena sudah menerapkan good agricultural practices (GAP) pada orchard-orchard buah yang diregistrasi secara baik.

Australia sejak awal 2000-an sudah menerapkan berbagai hambatan non tarif untuk impor durian, lengkeng dan manggis, meskipun daerah utara yang ingin dikembangkan buah tropis belum berhasil secara baik dilakukan. Inilah lesson learned yang dapat dipelajari oleh kita dalam kebijakan impor hortikultura.

Hambatan perdagangan seperti kuota adalah hal yang dapat dikatakan taboo pada perdagangan internasional. Untuk impor buah, tidak ada alasan yang signifikan untuk menerapkan kuota; terlebih pada buah sub tropis yang memang tidak secara massif diproduksi di dalam negeri. Hambatan kuota masih diterapkan, hanya dengan maksud untuk melindungi kepentingan nasional (komoditi strategis untuk kemandirian pangan). Harga buah di dalam negeri secara umum dapat dikatakan stabil hampir sepanjang tahun.

Bila terjadi pergerakan yang cukup volatile hanya pada saat tertentu dimana pasokan buah dari dalam negeri sedang tidak musim. Buah berbeda dengan bawang merah, bawang putih atau cabe. Saat harga apel mahal, konsumen segera dapat beralih misalnya ke jeruk atau buah lain. Jambu kristal tanpa biji yang sudah berkembang, pada awalnya diproduksi dengan adopsi bibit dari Taiwan, bukan untuk mensubstitusi jambu impor, tapi dimaksudkan sebagai pesaing apel impor yang keseluruhan buahnya bersifat edible.

Jadi menganalisis kebijakan impor buah tentu tidak dapat sama dengan impor jagung, gula atau sapi yang sering ditenggarai membuka jalan bagi pencari rente. Kebijakan impor pada kurun waktu terakhir sudah terus dibenahi, agar transparansi proses dan perizinan lebih berjalan.

Berita Rekomendasi

UU Cipta Kerja sekiranya dapat memberikan jawaban atas PR ini. Tentu, lebih mendasar jawaban terhadap isu impor hortikultura atau pertanian adalah meningkatkan daya saing. Pakistan waktu akan meningkatkan eskpor buah mulai dengan penentuan prioritas dan pemetaan penerapan GAP melalui pertanian yang lebih presisi. (*)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas