Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Menanti Suara Menag Gus Yaqut dan Jajarannya, Masihkah Peduli Pesantren?

Wamenag mengajak masyarakat agar tidak ragu dengan vaksin. Tapi sayangnya masyarakat pesantren belum ada kejelasan kapan akan divaksin.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Menanti Suara Menag Gus Yaqut dan Jajarannya, Masihkah Peduli Pesantren?
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon. 

Menanti Suara Menag Gus Yaqut dan Jajarannya, Masihkah peduli pesantren?

Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*

Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang tidak kalah besar dibanding lembaga pendidikan lain, dalam hal jumlah peserta didik. Sayangnya, usulan program vaksinasi dengan kuota khusus datang dari pejabat nonpesantren. Sementara representasi santri terkait vaksinasi dengan kuota khusus semacam ini terdengar sunyi dan bisu.

Setelah menyerahkan sertifikat halal vaksin Sinovac ke Bio Farma, Wamenag Zainut Tauhid mengajak masyarakat tidak ragu menerima program vaksinasi dari pemerintah. Beberapa bulan sebelumnya, Wamenag juga menyebutkan bahwa 27 pesantren di 10 provinsi memiliki kasus positif Covid-19. Santri yang terkonfirmasi positif sebanyak 1.489 orang; 969 sembuh dan 519 dalam perawatan.

Lebih jauh, Kementerian Agama telah membentuk tim gugus tugas (task force) untuk menangani covid-19 di lingkungan pesantren. Pertanyaannya, mana suara tim gugus tugas ini pada khususnya dan Kemenag pada umumnya, atau para politisi santri yang lain, ketika program vaksinasi sudah bergerak?

Tertanggal 13 Januari 2021, Kompas memberitakan usulan brilian Dinas Pendidikan Kota Makassar, meminta Pemerintah Kota menyiapkan kuota khusus program vaksinasi bagi para guru. Andi Irwan Bangsawan, Plt. Kadis Pendidikan Kota Makassar, mengatakan vaksinasi khusus bagi para guru akan mempercepat pelaksanaan belajar-mengajar secara tatap muka. Kesadaran semacam ini tidak ditangkap oleh para politisi yang menyandang status santri dan berangkat dari lingkungan pesantren.

Gus Yaqut Cholil Qoumas dengan jabatannya sekarang sudah memiliki otoritas dan kekuasaan yang bersifat politis. Semestinya, sejak Presiden RI selesai mendapatkan vaksin, suara-suara politis segera diimplementasikan. Pada akhir Desember 2020, fraksi-fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), baik Jawa Barat maupun Jawa Tengah, semua telah mengusulkan agar vaksinasi pondok pesantren menjadi prioritas untuk diberikan.

Berita Rekomendasi

Suara lantang Kemenag terkait vaksinasi prioritas untuk pesantren sama dibutuhkannya seperti saat lantang mengkritisi Populisme Islam. Bahaya yang mengancam umat muslim bukan semata berasal dari ideologi radikal, melainkan juga hantaman ‘radikal’ virus corona ini. Di masa pandemi, kyai-kyai sepuh pesantren telah banyak meninggalkan kita semua. Per 27 Desember 2020, tercatat 234 Kyai NU wafat (Kompas, 27/12/2020).

Di masa pandemi pula, jumlah kematian manusia tidak normal. Karenanya, sejak 17 Desember 2020, penulis telah menulis artikel berjudul "Banyak Kiyai Diberitakan Meninggal Dunia, Mengapa Vaksinasi Pesantren Perlu Diprioritaskan?"
(Tribunnews, 17/12/2020).

Keras dan lantang melawan bahaya ideologi radikalisme seharusnya juga diiringi dengan suara keras lantang memperjuangkan umat muslim. Sampai tulisan ini dibuat, suara lantang itu baru datang dari para politisi santri PKB. Padahal, Kemenag memiliki potensi untuk bersuara lantang mendorong pemerintah memprioritaskan vaksinasi di lingkungan pesantren, terlebih karena sudah memiliki perangkatnya, tim gugus penanganan covid di pesantren.

Jika Menteri Agama sibuk dan tak ada waktu karena program Kementeriannya padat, seharusnya aspirasi untuk membela kepentingan pesantren diwakili oleh yang lain. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) mestinya tidak ikut-ikutan bungkam seribu bahasa. Muhammad Ali Ramdhani yang dilantik sebagai Dirjen Pendis sejak era Fachrul Razi diharapkan membisiki Menag, bahwa di luar sana banyak suara rakyat awam maupun politisi partai yang berharap vaksinasi pesantren diprioritaskan.

Pada Desember 2020, saat sosialisasi penjaminan mutu di Bandung, M. Ali Ramdhani mencita-citakan pendidikan Islam memiliki kualitas SDM unggul. Komitmen ideal semacam ini tidak boleh berhenti di atas podium, karena tidak akan ada SDM Unggulan di masa pandemi ini bila program vaksinasi di lingkungan pendidikan Islam tidak diprioritaskan. Sekalipun ucapan itu disampaikan dalam konteks perguruan tinggi, tetapi banyak lembaga pesantren yang juga mengelola perguruan tinggi.

Dengan mendorong pemerintah memprioritaskan pesantren dalam program vaksinasi ini, Kemenag dapat digambarkan seperti pepatah: “sekali dayung satu dua pulau terlewati.” Kepentingan melahirkan SDM Unggulan di lingkungan pendidikan tinggi Islam maupun dari jenjang terendahnya, dapat terpenuhi. Karena pesantren mengelola semua jenjang pendidikan.

Berikutnya, Kemenag betul-betul merepresentasikan suara umat muslim, sebagai warga negara mayoritas, terlepas dari latar belakang kelompok dan ormas mereka yang beragam. Penulis melihat, suara agar pesantren diprioritaskan hanya suara-suara di luar kekuasaan pemerintah. Sejak era Fachrul Razi hingga Gus Yaqut, sejak era Kamaruddin Amin hingga Ali Ramdhani, tidak tampak pembelaan militan terhadap pesantren, dalam hal vaksinasi prioritas.

Tampaknya, Kemenag maupun Dirjen Pendis khususnya kurang mampu menerapkan prinsip Mensana in Corpore Sano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat) di lingkungan pesantren. Seadainya prinsip tersebut dipegang teguh, Kemenag akan bersuara lantang sejak awal tentang prioritas lembaga pesantren. Dengan kata lain, sosialisasi penjaminan mutu oleh Dirjen Pendis di seluruh jenjang menjadi ilusi bila tidak ada perhatian khusus pada aspek kesehatan.

Penulis sedikit takjub, seorang Plt. Kadis Pendidikan di tingkat daerah jauh lebih kritis dalam bicara soal “politik-prioritas”, dibanding para politisi dan ilmuan ibu kota di posisi Kementerian. Dalam konteks dan kapasitasnya, bapak Andi Irwan Bangsawan jauh lebih kritis dibanding bapak M. Ali Ramdhani, dalam hal bicara “politik-prioritas.” Sementara, dalam permainan politik prioritas ini, kategori atau kluster pesantren terlempar dari arena. Pesantren bukan prioritas dalam kebijakan politik vaksinasi oleh pemerintah. wallahu a’lam bis shawab.

*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas