Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Evaluasi Respon Dunia pada Covid-19
Sesuai mandatnya maka World Health Organization (WHO) memang melakukan evaluasi atas kejadian pandemi selama ini.
Editor: Alfin Wahyu Yulianto
Oleh: Prof Tjandra Yoga Aditama
Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
TRIBUNNEWS.COM - Sesuai mandatnya maka World Health Organization (WHO) memang melakukan evaluasi atas kejadian pandemi selama ini. Sesuai dengan International Health Regulation (IHR) maka dapat dibentuk tim khusus yang anggotanya adalah pakar dari berbagai negara, sifatnya independen dan bekerja sesuai bidang ilmu dan pengalamannya masing-masing.
Pada tahun 2010 saya dipilih menjadi anggota ”Review Committe on the Functioning of the International Health Regulations (2005) and Assesment of the International Preparedness and Response to the Pandemic of Influenza (H1N1) 2009” bersama pakar dari berbagai negara.
Tentu waktu itu saya belum bekerja di WHO karena anggota tim seperti ini harus di luar WHO. Rekomendasi tim kami waktu itu menyatakan bahwa ternyata dunia tidak siap untuk menghadapi pandemi,
“The world is ill prepared to respond to a severe influenza pandemic or to any similarly global, sustained and threatening public-health emergency.”, sesuatu yang nampan benar terjadi sampai saat ini.
Situasi pandemi COVID-19 tentu amat berbeda. Kalau di pandemi sebelumnya team independen bekerja sesudah pandemi selesai maka kita tahu bahwa untuk COVID-19 ini pada 9 Juli 2020 telah diumumkan terbentuknya “Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response (IPPR)”, yang bertugas untuk meng evaluasi respon dunia terhadap pandemi COVID-19.
Kriteria anggotanya juga luar biasa, jelas amat berbeda dengan waktu saya jadi anggotanya. Ketuanya kini adalah mantan Perdana Menteri Selandia Baru Helen Clark yang pernah memimpin United Nations Development Programme (UNDP), dan mantan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf, seorang penerima hadiah Nobel perdamaian, dengan anggota yang amat terpandang dan ber reputasi internasional pula.
Tim independen pandemi COVID-19 ini bergerak cepat, dan pada rapat Executive Board WHO 18 Januari 2021 tim ini melaporkan hasil sementaranya yang banyak diberitakan dunia hari-hari ini. Laporan lengkap akan mereka sampaikan pada acara tahunan terbesar WHO yaitu World Health Assembly (WHA) pada May 2021 ini.
Secara umum setidaknya ada dua hasil laporan sementara tim ini. Pertama yang berhubungan Tiongkok sendiri. Secara jelas tim panel indipenden ini mengatakan bahwa upaya kesehatan masyarakat harusnya dapat dilakukan lebih kuat lagi, naskah aslinya "What is clear to the panel is that public health measures could have been applied more forcefully by local and national health authorities in China in January (2020)"
Hasil ke dua adalah tentang WHO. Pendapat interim tim panel independen terhadap WHO cukup “keras” juga nadanya. Kita tahu bahwa pada 5 Januari 2020 WHO pertama kali menuliskan di websitenya bahwa ada “pneumonia of unknown origin” di Wuhan Tiongkok, berdasar informasi 31 Desember 2019.
Lalu WHO membentuk Emergency Committee untuk menilai situasi dan pada 30 Januari 2020 dideklarasikanlah kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern -PHEIC).
Selanjutnya pada 11 Maret COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi. Tim panel independen menganggap proses ini berjalan lambat, harusnya Emergency Committee dapat lebih awal bertemu dan memutuskan keadaan. Disebutkan bahwa “It is not clear why the committee did not meet until the third week of January, nor is it clear why it was unable to agree on the declaration … when it was first convened”
Pernyataan pandemi oleh WHO pada 11 Maret 2020 juga dikomentari oleh tim panel independenden sebagai sebaiknya lebih cepat dilakukan.
Laporan tim menyebutkan “Although the term pandemic is neither used nor defined in the international health regulations (2005), its use does serve to focus attention on the gravity of a health event. It was not until 11 March that WHO used the term”
Pandangan umum tim independen terhadap kinerja WHO dalam kaitan dengan sistem kewaspadaan pandemi juga cukup, atau mungkin “sangat” keras, jelasnya tertulis “The global pandemic alert system is not fit for purpose. The WHO has been underpowered to do the job.” Tentu pendapat tim independen ini akan menjadi pembahasan penting dalam khasanah diplomasi kesehatan internasional.
Kita masih harus menghadapi pandemi COVID-19 yang sudah berjalan satu tahun ini. Sudah sepatutnya kita melakukan evaluasi tentang apa yang sudak dilakukan selama ini dan melakukan modifikasi dan perbaikan di waktu-waktu mendatang ini, baik di dunia maupun di Indonesia.(*)