Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Jangan Ajak Presiden Melanggar Hukum

Presiden Jokowi menyimpang dari UU, jelas sebagai Pelacuran Intelektual, demi kepentingan lain di luar tujuan perbaikan KPK

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Jangan Ajak Presiden Melanggar Hukum
Tribunnews.com/ Fitri Wulandari
Petrus Selestinus 

Oleh Petrus Selestinus *)

PRESIDEN Joko Widodo harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam Surat permintaan 73 Guru Besar di sejumlah universitas yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Anti Korupsi (Koalisi Guru Besar), yang ditujukan kepada Presiden Jokowi pada Senin 24 Mei 2021 meminta agar Presiden mengawasi KPK dan perintahkan Firli Bahuri dkk aktifkan kembali 75 Pegawai KPK Nonaktif.

Permintaan Koalisi Guru Besar dimaksud, jelas bertentangan dengan Independensi KPK, karena di dalam pasal 3 UU No. 19 Tahun 2019 Tetang KPK, dengan tegas menyatakan bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan ekskutif, yang dalam menjalankan "tugas" dan "wewenangnya" bersifat "independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun".

Baca juga: Polemik TWK di KPK: Pimpinan Disebut Iming-imingi Pegawai Pasti Lulus hingga TWK Dinilai Langgar HAM

Begitu pula dengan UU No. 19 Tahun 2019 Tentang KPK adalah produk Legislasi (DPR) yang di dalamnya terkandung pemikiran Para Guru Besar yang disebut "Naskah Akademis" sebagai salah satu syarat dalam pembuatan UU.

Karena itu ajakan Koalisi Guru Besar, untuk Presiden Jokowi menyimpang dari UU, jelas sebagai Pelacuran Intelektual, demi kepentingan lain di luar tujuan perbaikan KPK.

Ajak Presiden Melanggar Hukum

Kalau saja Presiden Jokowi mengiyakan permintaan Koalisi Guru Besar untuk mengawasi Firli Bahuri dkk dan mengembalikan 75 Pegawai KPK yang nonaktif pada posisinya semula, maka ada 3 Institusi yang terkena dampak kerusakan sistem, yaitu Pendidikan Tinggi terkena dampak citra buruk pelacuran intelektual; Presiden terkena dampak penyalahgunaan wewenang; dan KPK sendiri terkena dampak kehilangan independensinya.

Baca juga: YLBHI dan ICW Desak Kapolri Copot Status Kepolisian Ketua KPK Firli Bahuri

Berita Rekomendasi

Akibatnya adalah, Para Guru Besar itu bisa saja pada kesempatan dan kepentingan lain akan bersorak menuduh Presiden Jokowi biasa dikendalikan mengintervensi KPK.

Padahal Koalisi Guru Besar, mestinya paham, bahwa TWK menjadi salah satu syarat penting melahirkan ASN, yang memiliki nilai dasar (kesetiaan pada NKRI dan Pancasila) Etika Perilaku dll, karena UU KPK mensyaratkan bahwa Pegawai KPK adalah ASN sesuai dengan UU ASN.

Baca juga: 51 Pegawai Dipecat karena Tak Lulus TWK, Presiden Dinilai Perlu Panggil KPK hingga KemenPANRB

UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN, menegaskan bahwa ASN berprinsip pada "Nilai Dasar" (memegang teguh ideologi Pancasila, setia kepada UUD 1945 dan pemerintahan yang sah, mengabdi kepada negara dll), Kode Etik, Kode Perilaku, Komitmen Moral, Tanggung Jawab, dll dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan Novel Baswedan cs telah dinyatakan tidak memenuhi syarat" dalam TWK dan untuk itu dinonaktifkan, sesuai hukum.

Pelacuran intelektual

Koalisi Guru Besar Anti Korupsi juga, secara tidak bertanggung jawab menuduh Firli Bahuri dk. melakukan tindak pidana terkait penandatanganan Surat Keputusan Penonaktifan 75 Pegawai KPK, namun mereka tidak melapor kepada Polisi, tetapi kepada Presiden.

Baca juga: Imbas 51 Pegawai KPK Dipecat, Pemberantasan Korupsi Diprediksi Stagnan hingga Jokowi Harus Bertindak

Langkah Ini sebagai bagian dari pelacuran intelektual yang mencitrakan bahwa dunia pendidikan tinggi gagal melahirkan kader-kader bangsa yang berwawasan kebangsaan.

Padahal Pemerintah sudah menyiapkan segala norma, standar, prosedure dan kriteria tentang syarat menjadi ASN sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014, tentang ASN.

Dengan demikian soal ASN di KPK sepenuhnya wewenang BKN, Menpan, KASN dan PPK sedangkan KPK hanya terima hasil seleksi ASN dari BKN dan menentukan apakah Novel Baswedan dkk. layak dipertahankan atau tidak oleh Pimpinan KPK.

KPK disebut-sebut Kolaisi Guru Besar, menghadapi banyak permasalahan, itu benar, tidak dapat dipungkiri, tetapi janganlah menyandera KPK dengan permasalahan dinonaktifkannya 75 Pegawai KPK, karena bisa saja masalah di KPK yang tidak kunjung selesai sesuai maksud Koalisi Guru Besar bersumber dari ulah sebagian dari 75 Pegawai KPK yang telah dinonaktifkan.

*) Petrus Selestinus adalah Koordinator TPDI dan advokat Peradi

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas