Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menimbang Politik Ekonomi Khofifah Indar Parawansa
Khofifah terus-menerus menampilkan prestasi politiknya belakangan ini. Untuk menunjukkan kepeduliannya pada Usaha Mikro Kecil.
Editor: Husein Sanusi
Menimbang Politik Ekonomi Khofifah Indar Parawansa
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*
TRIBUNNEWS.COM - Perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang masih jauh, adalah keuntungan bagi rakyat. Ada kesempatan yang cukup lama untuk melakukan pengamatan, penilaian, dan memantapkan pilihan hati. Setidaknya membantu mengurangi ketidakbutuhan rakyat pada orasi politik apapun semasam kampanye nanti, atau mengurangi subjektifitas dan relatifisme hasil lembaga survei yang sering sebatas pesanan.
Seorang pengamat politik dari Singapura, Encik Chairul Fahmy Hussaini, mengatakan PDI-P belum mampu menonjolkan Puan Maharani sebagai Calon Presiden (Capres), mengingat Khofifah Indar Parawansa terlihat lebih populer. Dengan mengutip pandangan pengamat politik Universitas Trunojoyo Mochtar W. Oetomo, C. F. Hussaini menambahkan bahwa Khofifah akan cocok dengan semua calon. Apalagi fokus mengejar Calon Wakil Presiden (Cawapres).
Artikel berjudul “Keyakinan Parti, Harapan Rakyat Bayangi Pengganti Jokowi-Ma’ruf” oleh C. F. Hussaini ini bagus dalam menarik kesimpulan. Menurutnya, tempo tiga tahun ke depan cukup lama bagi para pengamat politik, tetapi bukan masa yang panjang bagi persiapan seorang calon presiden (Beritaharian, 8/6/21). Pernyataan ini membuka ruang seluas-luasnya bagi para calon untuk menunjukkan prestasi mereka kepada rakyat.
Khofifah terus-menerus menampilkan prestasi politiknya belakangan ini. Untuk menunjukkan kepeduliannya pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), ia meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk segera merealisasikan anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam mendukung berbagai kebijakan UMKM, seperti peningkatan kapasitas SDM dan kurasi produk UMKM.
Sejak Covid-19 ini, Bank Indonesia (BI) merilis hasil surveinya, bahwa 87,5% UMKM Indonesia terdampak pandemi. Dari angka ini, 93,1% terdampak negatif dari sisi penjualannya. Hanya ada sekitar 12,5% responden yang menyatakan tidak terdampak, dan 27,6% menyatakan mengalami peningkatan penjualan (Bisnis, 11/3/2021). Khofifah juga menyiapkan anggaran sekitar Rp454 milliar untuk membangkitkan perekonomian pada sektor UMKM (Medcom, 24/9/2020).
Khofifah tidak saja memiliki kepedulian ekonomi pada usaha ekonomi kerakyatan, melainkan juga memiliki visi ekonomi global. Ia menawarkan konsep digitalisasi ekonomi, seperti disampaikannya pada sambutan rapat kerja wilayah (Rakerwil) Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur tahun 2021.
Konsep digitalisasi ekonomi ini, menurut Khofifah, adalah sebuah keniscayaan dengan mengutip pandangan Jack Ma, Co Founder Alibaba, bahwa di 2030 pelaku utama ekonomi dunia adalah UMKM dan 2030 sebanyak 85% e commerce dan 2030 99% pasar itu lewat online. Untuk itulah, Khofifah meminta pelaku UMKM diberikan ruang bersaing dengan pelaku ekonomi global (Detik, 11/6/2021).
Dorongan Khofifah kepada Pemda agar mendukung UMKM melalui kebijakan anggaran, digitalisasi ekonomi, dan pencarian dana Rp. 454 miliar, sejalan dengan teori ekonomi negara-negara adidaya. Misalnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat baru-baru ini mengesahkan paket stimulus percepatan ekonomi Covid-19 senilai US$ 1,9 triliun (RP. .600 triliun) yang diusulkan oleh Presiden Joe Biden (CNBC Indonesia, 3/3/2021).
Selain itu, satu dari lima langkah China mengatasi keterpurukan ekonomi akibat pandemi adalah membantu kalangan usaha, khususnya UMKM, untuk melewati kesulitan dengan memotong pajak dan biaya, serta menurunkan biaya pembiayaan dan sewa rumah mereka (liputan6, 5/5/2021). Bahkan, kebijakan itu sudah dilakukan di awal-awal pandemi merebak di sana. Bank Sentral China PBOC mengumumkan akan mengucurkan bantuan senilai 1 triliun yuan atau setara USD 142 kepada bank lokal untuk nantinya disalurkan kepada usaha kecil dan menengah (CNBC Indonesia, 3/4/2020).
Kepedulian Khofifah pada ekonomi kerakyatan bukan semata soal politik anggaran dari uang negara, tetapi juga politik hukum yang dinilai merugikan rakyat kecil. Hal itu tercermin dari perjuangannya untuk memohon penangguhan implementasi UU Cipta Kerja yang disetujui tanggal 5 Oktober 2020. Ia langsung mengadakan peremuan dan menyerap aspirasi perwakilan buruh/pekerja Jawa Timur, kemudian berkirim surat pada Presiden, dan merangcang pertemuan dialog dengan Menkopolhukam Mahfud MD (Bisnis, 9/10/2020).
Kita semua tahu bahwa sejumlah substansi UU Cipta Kerja dinilai merugikan buruh. Pengupahan menjadi murah meriah, batas waktu hubungan kerja dihapus, pembatasan jenis-jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing hilang, kompensasi pesangon berkurang, PHK mudah dilakukan, dan Tenaga Kerja Asing (TKA) mudah masuk. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pun harus mendaftarkan uji materi UU Cipta Kerja tersebut ke MK (HukumOnline, 4/11/2020).
Belakangan ini, konflik antara KSPI dan TKA kembali mencuat di ruang publik. Pasalnya, tenaga kerja asing (TKA) dari China berdatangan secara massif di tengah masa pandemi Covid-19. Bagi KSPI, hal itu sebagai sebuah ironi yang menyakitkan dan mencederai rasa keadilan para buruh di Tanah Air (Kompas, 11/05/2021). Perseteruan ini tidak bisa dipisahkan dari penolakan KSPI terhadap UU Cipta Kerja di tahun sebelumnya. Dan Khofifah Indar Parawansa yang hanya menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur paham betul politik ekonomi global semacam ini.
Kemampuan Khofifah membaca peta ekonomi nasional dan politik ekonomi global, dalam kapasitasnya sebagai seorang gubernur, adalah hal luar biasa. Puncak prestasinya adalah saat ia berani tawar-menawar dengan presiden agar implementasi UU Cipta Kerja ditunda dulu, sebelum dialog internal atas nama buruh Jawa Timur selesai disepakati besama. Tidak berlebihan apabila pada Pilpres 2024 nanti, Khofifah akan menguntungkan dipasangkan dengan siapa saja, dalam posisi apa saja (Capres ataupun Cawapres). Sebab, politiknya bukan politik kekuasaan melainkan politik kebangsaan. Sebagaimana kita lihat, ia rela meninggalkan jabatan menteri demi gubernur. Wallahu a’lam bis shawab.
*Pengasuh Pondon Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon.