Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Filateli Sebagai Investasi, Masih Relevan kah ?

Sangat wajar jika beberapa kalangan akhirnya memilih untuk membeli benda filateli dengan harga murah asalkan sedap dipandang mata.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Filateli Sebagai Investasi, Masih Relevan kah ?
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Seorang filatelis Indonesia memegang prangko termahal di Indonesia Pos Militer Surakarta, satu blok terdiri dari 8 prangko dan Sertifikat Keaslian dari Corinphila & Dai Nippon Philatelic Society. Prangko-prangko termahal Indonesia sebagai bagian dari investasi para filatelis Indonesia. 

Oleh Gilang Adittama *)

BEGITU banyak orang dari kalangan filatelis maupun non filatelis yang pernah mendengar prangko terjual di harga miliaran rupiah sehingga mereka berbondong-bondong berburu prangko untuk dikoleksi.

Seperti halnya hobi lain yang mendadak populer atau justru ditinggalkan di masa pandemi, filateli juga mengalami pasang surut.

Terlepas dari mulai kembali diminatinya filateli oleh generasi muda, mereka tetap saja punya pandangan berbeda tentang investasi sehingga wacana filateli sebagai hobi bernilai investasi tampaknya sudah tidak relevan.

Banyak prangko dan benda filateli berharga fantastis, seperti British Guiana (terakhir dilelang pada Juni 2021 dan dibeli oleh Stanley Gibbons seharga 8,3 juta Poundsterling), Treskilling Yellow (terakhir kali terjual di kisaran harga antara 1,5-2 juta Euro.

Atau kita lihat pula Mauritius First Two Post Office Stamps (terakhir terjual seharga 4 juta US Dolar pada tahun 1993).

Meskipun demikian tidak semua filatelis mengincar ataupun mampu membeli yang demikian.

Berita Rekomendasi

Sebagiannya berargumen bahwa nilai dari sebuah benda koleksi tetaplah merupakan permainan pedagang yang mengatur ketersediaan barang dan mempengaruhi permintaan pasar.

Beberapa lainnya berpendapat bahwa walau disanjung bagaimanapun, benda filateli tetaplah aset tidak bergerak berbahan baku kertas dengan nilai intrinsik dan nominal rendah.

Sangat wajar jika beberapa kalangan akhirnya memilih untuk membeli benda filateli dengan harga murah asalkan sedap dipandang mata.

Beberapa contoh cap rumah pos di Indonesia yang sering diburu para kolektor benda filateli.
Beberapa contoh cap rumah pos di Indonesia yang sering diburu para kolektor benda filateli. (Sumber Marcophily Indonesia)

Pada komunitas lainnya, terdapat beberapa filatelis yang memfokuskan diri untuk membangun koleksi akumulasi seperti mengumpulkan seluruh prangko Indonesia pada zaman pendudukan Jepang atau prangko terbitan pemerintah Hindia Belanda dalam beberapa dekade.

Koleksi seperti itu memang bisa diharapkan bernilai investasi, tetapi seringnya para kolektor ini pun lebih bangga dengan kemampuan mereka melengkapi koleksinya ketimbang dengan nilai koleksinya.

Selain dari pandangan tersebut, faktor lain penyebab tidak relevannya menjadikan filateli sebagai ajang investasi adalah kenaikan harga benda filateli yang tidak bisa diprediksi.

Bahkan harga katalog pun seringkali tidak bisa dijadikan rujukan karena bisa berselisih sampai 50 persen dengan harga pasar.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas