Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Filateli Sebagai Investasi, Masih Relevan kah ?
Sangat wajar jika beberapa kalangan akhirnya memilih untuk membeli benda filateli dengan harga murah asalkan sedap dipandang mata.
Editor: Dewi Agustina
Oleh Gilang Adittama *)
BEGITU banyak orang dari kalangan filatelis maupun non filatelis yang pernah mendengar prangko terjual di harga miliaran rupiah sehingga mereka berbondong-bondong berburu prangko untuk dikoleksi.
Seperti halnya hobi lain yang mendadak populer atau justru ditinggalkan di masa pandemi, filateli juga mengalami pasang surut.
Terlepas dari mulai kembali diminatinya filateli oleh generasi muda, mereka tetap saja punya pandangan berbeda tentang investasi sehingga wacana filateli sebagai hobi bernilai investasi tampaknya sudah tidak relevan.
Banyak prangko dan benda filateli berharga fantastis, seperti British Guiana (terakhir dilelang pada Juni 2021 dan dibeli oleh Stanley Gibbons seharga 8,3 juta Poundsterling), Treskilling Yellow (terakhir kali terjual di kisaran harga antara 1,5-2 juta Euro.
Atau kita lihat pula Mauritius First Two Post Office Stamps (terakhir terjual seharga 4 juta US Dolar pada tahun 1993).
Meskipun demikian tidak semua filatelis mengincar ataupun mampu membeli yang demikian.
Sebagiannya berargumen bahwa nilai dari sebuah benda koleksi tetaplah merupakan permainan pedagang yang mengatur ketersediaan barang dan mempengaruhi permintaan pasar.
Beberapa lainnya berpendapat bahwa walau disanjung bagaimanapun, benda filateli tetaplah aset tidak bergerak berbahan baku kertas dengan nilai intrinsik dan nominal rendah.
Sangat wajar jika beberapa kalangan akhirnya memilih untuk membeli benda filateli dengan harga murah asalkan sedap dipandang mata.
Pada komunitas lainnya, terdapat beberapa filatelis yang memfokuskan diri untuk membangun koleksi akumulasi seperti mengumpulkan seluruh prangko Indonesia pada zaman pendudukan Jepang atau prangko terbitan pemerintah Hindia Belanda dalam beberapa dekade.
Koleksi seperti itu memang bisa diharapkan bernilai investasi, tetapi seringnya para kolektor ini pun lebih bangga dengan kemampuan mereka melengkapi koleksinya ketimbang dengan nilai koleksinya.
Selain dari pandangan tersebut, faktor lain penyebab tidak relevannya menjadikan filateli sebagai ajang investasi adalah kenaikan harga benda filateli yang tidak bisa diprediksi.
Bahkan harga katalog pun seringkali tidak bisa dijadikan rujukan karena bisa berselisih sampai 50 persen dengan harga pasar.
Banyak kejadian di mana suatu benda digadang-gadang sebagai barang langka namun beberapa tahun kemudian justru harganya jatuh.
Nah, kejatuhan tersebut disebabkan oleh adanya permainan para oknum pedagang yang menimbun barang untuk membuat kesan ‘langka’ serta menaikkan permintaan pasar.
Sayangnya hal ini tidak sepenuhnya benar karena banyak di antara para elit filateli justru memutar balikkan kondisi dan membingungkan pedagang.
Baca juga: Bukan Hanya Prangko, Filatelis Banyak Memburu Barang-barang Langka
Salah satu kasus kontroversial adalah ketika merebak rumor bahwa mulanya terdapat dua keping British Guiana One Cent Black on Magenta pada koleksi seorang kolektor namun akhirnya si kolektor sengaja merobek salah satunya demi menaikkan nilai yang satunya lagi.
Bagi mereka membeli barang mahal bukanlah impian, tetapi membeli barang tak teridentifikasi lalu menjadikannya mahal melalui penelitian, dedikasi, dan keberuntungan merupakan impian terbesar.
Guna mewujudkan mimpi tersebut, seorang filatelis tentu harus mendapatkan barang yang kurang dihargai dan dianggap (underrated and understated) namun sulit didapat.
Barang tersebut lalu diteliti dan hasil penelitiannya dipamerkan dalam sebuah pameran filateli untuk dinilai oleh para juri berpengalaman.
Benda di koleksi pameran tersebut mungkin saja dibeli seharga hanya beberapa ratus ribu lalu harganya meroket setelah banyak filatelis lain tertarik mengoleksinya setelah melihatnya di pameran.
Kalaupun nilai benda filatelinya naik beberapa tahun setelah pameran, seringnya para filatelis tak lagi tergiur untuk menjualnya.
Ini terjadi karena mereka merasa telah menciptakan suatu penemuan besar yang tidak bisa diraih sekedar dengan uang atau keberuntungan.
Tampak semakin kuat keterlekatan seorang filatelis pada suatu koleksi jika koleksi tersebut sudah memenangkan berbagai medali di ajang internasional atau bahkan dijadikan rujukan bagi studi filateli di masa mendatang.
Fakta bahwa benda filateli memang memiliki nilai ekstrinsik dan estetik tinggi tetap tak mampu menghilangkan fakta lainnya bahwa hobi merupakan sarana mencapai kebahagiaan dengan membuang uang dan meraih kepuasan pribadi serta kebanggaan.
Wacana bahwa filateli adalah investasi sepertinya terlalu tendensius dan tak lagi relevan karena bertentangan dengan banyak nilai-nilai positif lain pada filateli.
Yang pasti Filateli adalah King of Hobbies dan Hobinya para Raja-raja.
Bagi yang ingin berdiskusi filateli ada whatsapp group bagi Filatelis, email ke: filateli@jepang.com Subject: Filatelis, dengan nama lengkap alamat tanggal lahir dan nomor whatsapp, gratis.
*) Penulis adalah peraih medali Vermeil Tematik di Bangkok F.I.P 2013 dan Large Vermeil di Singapore fournation 2016. Sisanya ada beberapa medali pameran filateli dari tahun 2005 - 2012. Magister pendidikan bahasa Inggris, Universitas Lampung