Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Virus dan Forelius Pusillus (The King of Lip Service)
Ketika BEM UI meng-upload kritikan bergambar Jokowi dengan tulisan The King of Lip Service yang langsung viral. Apa yang sebenarnya Jokowi inginkan?
Editor: Yudie Thirzano
Tindakan konkret yang bisa kita lakukan untuk mencegah dan menghentikan kabar yang menyesatkan bisa kita ambil dari ban produksi di pabrik. Di pabrik garment, misalnya, sebuah kemeja dijahit oleh orang yang berbeda. Untuk menyederhanakan, prosesnya seperti ini.
Pabrik butuh tiga orang. Orang pertama yang membuat jahitan untuk tubuh, orang kedua lengan, orang ketiga krah dan selanjutnya. Di rantai produksi seperti ini ada peraturan. Satu, jangan menerima kesalahan. Artinya, saat produk itu ada di depan kita, kita memastikan tidak ada kesalahan di situ. Dua, jangan membuat kesalahan. Artinya, kita sendiri jangan membuat produk yang cacat. Tiga, jangan meneruskan kesalahan. Artinya, sebelum kita ‘pindahkan’ ke bagian produksi berikutnya, kita perlu memastikan semua jahitan rapi.
Di sinilah peran media aras utama. Setiap kali ada berita yang meragukan yang ditanyakan kepada saya, baik oleh mahasiswa saya maupun para sahabat, saya selalu tanya, “Sudah you cek media mainstream belum?” Artinya, jika media aras utama saja belum memberitakan kabar yang paling menggemparkan sekalipun jangan cepat-cepat mempercayainya, apalagi membantu memviralkannya.
Stop sampai di tangan kita.
Dengan demikian, kita tidak saja melindungi diri kita dari mengkonsumsi virus, tetapi juga tidak menyebarkan virus yang bahkan lebih berbahaya dan mematikan ketimbang virus korona.
King of Lip Service
Mau mengkritisi pemerintah? Monggo, tetapi dengan cara yang berbudaya. Cara inilah yang saat ini sedang ramai diperbincangkan saat BEM UI meng-upload kritikan bergambar Jokowi dengan tulisan “The King of Lip Service” yang langsung viral. Bagaimana jawaban Jokowi? "Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi. Jadi, kritik itu, ya, boleh-boleh saja. Universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi. Mungkin mereka sedang belajar mengekspresikan pendapat," ujar Jokowi saat memberikan keterangan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).
Klemar-klemer, Plonga-plongo dan Bebek Lumpuh
Jokowi menambahkan bahwa kritikan itu bukan baru ini saja dia alami. "Itu, kan, sudah sejak lama, ya. Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo. Kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter, kemudian ada juga yang ngomong saya ini bebek lumpuh," tambah presiden dua periode yang digucang dengan usulan presiden tiga periode.
Apa yang sebenarnya Jokowi inginkan? “…yang saat ini penting kita semuanya bersama-sama fokus untuk penanganan pandemi Covid-19,” tambah presiden yang suka blusukan ini. Pemerintah—khususnya menkes dan jajarannya—sedang berjibaku melawan varian baru virus corona.
Masukan warga beragam. Misalnya, ada yang ngotot agar pemerintah segera melakukan lockdown. Kalau pemerintah tidak serta merta mengabulkan usulan itu pertimbangannya jelas masalah perut rakyat. Banyak buruh dan pekerja harian yang bekerja hari ini untuk makan hari ini juga. Tulisan di bak kendaraan yang berbunyi: “Lebih baik mati karena covid daripada keluarga di rumah tidak makan!” mewakili golongan ini.
Belajar Bijak dari Driver Ojol
Salah satu langkah bijak dimulai dari diri sendiri. Iklan sebuah layanan online driver sungguh menyentuh. Seorang istri driver ojol yang sedang hamil menunggu suaminya pulang. Begitu suaminya pulang dia ingin membantunya dengan mencucikan baju seragam suami tercinta.
Respons suami langsung menolak, membawa cucian itu ke belakang dan mencucinya sendiri. Sang suami, sambil menari nafkah, tidak ingin membawa wabah ke rumah. Secara bersama-sama, di tengah wabah janganlah kita menunjukkan sikap, mengeluarkan ucapan, bahkan tindakan yang membuat Indonesia bubrah. Mari tabah dan pantang menyerah.
Jika seekor induk ayam dan semut saja punya naluri untuk melindungi keturunan dan spesiesnya sampai mengorbankan nyawa mereka, masa presiden yang dipilih mayoritas rakyat Indonesia tidak melakukan hal yang sama? Tidaklah heran jika ribuan tahun yang lalu Nabi Sulaiman sampai berkata, “Belajarlah kepada semut!” (*Xavier Quentin Pranata, Kolumnis)