Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Isu Jabatan Presiden yang 'Membakar'
Tak perlu kampanye dan menghamburkan uang, mereka tetap duduk di kursi empuk sambil ongkang-ongkang kaki.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
TRIBUNNEWS.COM - Ada dua episetrum politik di negeri ini yakni Gambir (Istana) dan Senayan (DPR/MPR).
Ketika tak ada gerakan bawah tanah di Gambir dan Senayan, bagaimana bisa terjadi gempa politik di kedua episentrum itu?
Gempa politik itu adalah perpanjangan masa jabatan presiden ditambah periodenya menjadi bisa dipilih lebih dari dua kali, atau ditambah tahunnya menjadi sampai 2025, 2026, 2027 atau 2028.
Untuk menambah periode, diperlukan amandemen UUD 1945, khususnya Pasal 7.
Untuk memperpanjang masa jabatan, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024 harus diundur.
Dalihnya bisa karena pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Baca juga: Jokowi Tegas Menolak Wacana Presiden 3 Periode dan Perpanjangan Jabatan, Bahkan Sebut Tak Berminat
Untuk itu, diperlukan amandemen Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ada simbiose mutualisme antara Gambir dan Senayan jika Pemilu/Pilpres 2024 diundur.
Tak perlu kampanye dan menghamburkan uang, mereka tetap duduk di kursi empuk sambil ongkang-ongkang kaki.
Gambir dan Senayan pun menjadi bulan-bulanan.
Serangan politik dari segala penjuru diarahkan ke kedua episentrum itu.
Presiden Jokowi pun kebakaran jenggot.
Sabtu (11/9/2021) lalu Fadjroel Rachman, Jubir Presiden, perlu menegaskan kembali bantahan.