Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tawakkal dan Koherensi Hati
Koherensi juga berdampak pada keseimbangan body, otak, dan hati. Keseimbangan tersebut dapat menghantarkan seseorang memiliki self-control
Editor: Husein Sanusi
Secara tingkatan, orang yang bertawakal kerap dikelompokkan menjadi tiga. Istilah “tingkatan” ini bukan dari Allah, tetapi dari konstruksi ulama terhadap penjelasan al-Quran dan hadits tentang tawakal.
Tingatan bawah adalah orang yang bertawakal namun masih mendekte Allah soal hasil. Kalau bisa tidak pernah terjadi kegagalan, misalnya begitu. Hanya sukses yang diharapkan dari Allah. Allah menjadi ‘objek’ skenarionya. Ini terjadi pada umumnya manusia.
Tingkatan menengan adalah orang yang bertawakal dengan tidak lagi mengkait-kaitkan penyebab atau usaha yang dilakukannya. Artinya, seseorang tetap berusaha optimal namun tidak menjadikan usahanya itu sebagai andalan untuk sebuah hasil. Hasilnya diserahkan kepada Allah, meski belum konsisten seperti itu hatinya.
Tingkatan atas adalah orang yang bertawakal dan memahami penuh hakikat tawakal. Yaitu menyerahkan urusan, bergantung kepada-Nya, dan menerima apa yang akan ditakdirkan Allah secara konsisten atau telah menjadi sifat hati.
Koherensi Hati
Hasil research ilmuwan HeartMath Institute menyimpulkan bahwa ketika seseorang mengeluarkan apresiasi, syukur, kasih sayang, dan cinta, maka dari hati jasmaninya (jantung) akan keluar energi yang mengharmoniskan hubungan dada (hati) dan kepala (otak).
Hubungan yang harmonis itulah yang disebut heart coherence (koherensi hati). Apa dampak yang langsung bisa dirasakan manusia? Praktik dan hasil riset dapat membuktikan bahwa koherensi dapat mengeluarkan emosi positif. Emosi adalah energi yang menggerakkan.
Dalam menghadapi kesulitan hidup, ada orang yang tahan bantingnya lama dan ada yang baru sebentar saja sudah KO. Apa rahasia utamanya? Salah satunya adalah emosi. Orang menjadi tahan banting sangat lama karena emosinya positif.
Koherensi juga berdampak pada keseimbangan body, otak, dan hati. Keseimbangan tersebut dapat menghantarkan seseorang memiliki self-control (takwa) yang tinggi. Misalnya, ketika marah tetap terkontrol. Ketika santai tetap terkontrol. Ketika bahagia juga tetap terkontrol. Tanpa keseimbangan, seseorang akan jatuh, meskipun ia pintar.
Koherensi juga berdampak pada kinerja otak yang optimal. Dengan koherensi, otak menjadi semakin kreatif. Memorinya bekerja optimal. Kesadaran juga lebih sensitif (cepat). “Tidak ada karya yang dihasilkan dari hati orang yang gundah,” kata Einstein.
Head (kepala) dan hand (tangan) kita dipimpin oleh head (hati) kita. Begitu hati kacau, maka tangan dan kepala akan liar di luar kendali. Bisa menabrak haluan dan mengacaukan keadaan.
Tawakal adalah formula syar’iyyah untuk menciptakan koherensi sehari-hari. Tawakal adalah bukti cinta dan bukti apresiasi. Konsep tawakal mengajarkan bahwa dalam hidup ini selalu ada wilayah yang bisa kita kontrol, wilayah yang tidak bisa kita kontrol, dan wilayah selau kita harapkan.
Untuk wilayah yang bisa kita kontrol, kita diwajibkan berikhtiar (memilih yang positif). Untuk wilayah yang tidak bisa kita kontrol, kita diwajibkan untuk memasrahkan (tafwid dengan iman). Dan untuk wilayah yang bisa kita harapkan, kita diperintahkan untuk berdoa.
Jika ketiga wilayah itu kita harmoniskan dengan tawakal, sudah pasti hati kita mengeluarkan emosi positif, otak kita bekerja optimal, dan tangan kita aktif bergerak. Tentu dengan syarat: asal benar-benar bertawakal.
Untuk pendidikan hati, tawakal adalah materi yang paling inti, seperti pesan Khalifah Ali bin Abu Thalib: “Ashlu quwatil qolby at-tawakkul, tawakal adalah inti kekuatan hati.”