Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Solusi Konflik Agraria di Sumatera Utara
Tingkat kegentingan konflik agraria di Sumatera Utara dapat dilihat dari pernyataan Presiden Joko Widodo
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh : Saurlin Siagian, S.Sos.,MA *)
KONFLIK Agraria di Sumatera Utara telah menjadi issu nasional terutama pada dua tahun pandemi Covid19 ini berlangsung. Konflik menyebar merata di pantai Timur – eks Sumatera Timur dan pantai barat – wilayah Tapanuli.
Konflik di propinsi ini mewarnai puncak puncak berita di media cetak utama, televisi nasional dan media sosial Indonesia.
Miris, ketika ‘trade mark’ atau ‘nilai lebih’ yang disumbangkan propinsi ini ke nasional, dibandingkan propinsi-propinsi lain, justru konflik.
Minggu-minggu - akhir November ini, 40-an orang dari komunitas adat di Tapanuli berangkat ke Jakarta dengan memakai kapal laut, bertahan hingga lebih dari 2 minggu ini di Jakarta, mendatangi berbagai lembaga penting negara seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KPK, Kemenko Marinves, Komnas HAM, dan gedung DPR.
Mereka menuntut tanah adatnya dikembalikan. Mereka sempat diamankan polisi karena aksi unjuk rasa itu namun dilepaskan kembali di hari yang sama.
Di saat yang bersamaan, akhir November ini, puluhan rumah eks buruh PTPN II digusur di Deli Serdang, melibatkan puluhan aparat keamanan. Penggusuran ini mendapat perlawanan dari puluhan keluarga eks buruh karena menilai proses penggusuran tidak berkeadilan, tanpa ganti rugi, dan ketika warga sedang bertarung menghadapi pandemi covid.
Hanya dua bulan sebelumnya, dua kelompok masyarakat korban konflik agraria melakukan jalan kaki masing masing dari Toba ke Jakarta dan dari Medan ke Jakarta.
Jarak tempuh masing masing hampir mencapai 2.000 kilometer itu ditempuh selama lebih dari 1 bulan dalam perjalanan. Aspirasi masing-masing; kelompok Tani Sei Mencirim menuntut tanahnya dikembalikan di Deli Serdang, dan kelompok Tim 11 dari Toba menuntut dikembalikannya tanah adat dan perbaikan lingkungan di Kawasan Danau Toba.
Ledakan demi ledakan konflik agraria terus terjadi, bahkan di tengah krisis ekonomi yang menimpa utamanya kelompok korban konflik agraria.
Baca juga: Tangani Konflik Papua, Menko Polhukam Sebut akan Gunakan Pendekatan Kesejahteraan, Bukan Senjata
Mereka yang masih memaksakan diri melakukan perlawanan di tengah peraturan pembatasan aktivitas karena pandemi covid, menunjukkan seberapa gentingnya situasi hidup yang mereka hadapi.
Darurat Agraria di Sumut
Tingkat kegentingan konflik agraria di Sumatera Utara dapat dilihat dari pernyataan Presiden Joko Widodo, yang bahkan berbicara khusus terkait konflik agraria di Propinsi ini sebanyak dua kali dalam 5 bulan terakhir.
Tanggal 6 Agustus 2021, dari Istana Negara, Presiden menyampaikan di media televisi tentang penyerahkan hutan adat kepada 15 komunitas di Sumatera Utara dengan total luas 14.000 hektar.