Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Makna Kemenangan Gus Yahya Bagi HMI
Bagi keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kemenangan Gus Yahya tentunya memiliki makna tersendiri.
Editor: Husein Sanusi
Makna Kemenangan Gus Yahya Bagi HMI
Oleh: Riyanda Barmawi (Ketua Bidang Otoda & Desa PB HMI)
TRIBUNNEWS.COM - Ada yang menarik dari pagelaran Muktamar Nahdatul Ulama (NU) di Lampung 2021. KH Yahya Cholil Staquf, atau akrab disapa Gus Yahya, terpilih sebagai nakhoda baru Ketua PBNU masa khidmat 2021-2026 – menggantikan KH. Said Aqil Siradj, yang sudah dua periode memimpin.
Terpilihnya Gus Yahya sontak mendapatkan respon beragam. Dipelbagai platform digital, seperti Twitter dan WAG, namanya menjadi perbincangan hangat. Ucapan selamat ramai di haturkan kepadanya. Memang pemberian ucapan selamat sudah menjadi budaya. Tapi menyampaikan selamat secara _hiperbolis,_ jelas kurang tepat!
Bagi keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kemenangan Gus Yahya tentunya memiliki makna tersendiri. Hal ini karena keduanya memiliki hubungan: hubungan kader dan alumni. Tercatat, sewaktu mengenyam pendidikan tinggi, Gus Yahya pernah menjadi Ketua Kom Fisipol UGM.
Walaupun keduanya memiliki hubungan, bukan berarti itu dapat dijadikan sebagai dasar afirmasi dan legitimasi untuk merayakan kehadiran Gus Yahya di tampuk kepemimpinan PBNU secara hiperbolis – sembari menempatkannya hanya milik HMI saja. Selaku kader yang digembleng dengan nilai dan tradisi inklusifitas, tentu cara dan pemahaman seperti itu tidak dapat dibenarkan.
Adalah fakta bahwa Gus Yahya adalah bagian dari HMI. Namun menyambut kehadirannya di PBNU dengan mengintrodusir narasi-narasi yang dibalut ke dalam kerangka basis identitas golongan jelas akan membawa implikasi munculnya pertentangan antar golongan.
Fanatisme golongan tentunya tidak segaris dan senafas dengan nilai-nilai yang mengakar dan membumi dalam NU yang dikenal sebagai rumah bangsa milik bersama. Artinya tak elok rasanya kalau menghaturkan ucapan selamat kepada Gus Yahya, namun narasi yang digunakan justru mengedepankan pagar identitas golongan.
Sebagai tokoh dengan magnet intelektual yang kuat berkat kecendekiaan, kesederhanaan dan kemahiran dalam merajut komunikasi. Sosok Gus Yahya hendaknya di orbit sebagai tokoh milik bersama: HMI, PMII, Indonesia dan Dunia.
Kedewasaan dalam memandang kemenangan Gus Yahya dalam perspektif yang lebih luas – tidak hanya terjebak dalam isu identitas golongan – adalah cerminan kualitas kader insan Cita yang mampu berdiri melampaui kepentingan golongan.
Karenanya, sekalipun Gus Yahya dan HMI memiliki keterkaitan. Namun relasi keduanya tidak dapat dilihat secara reduksionis. Lebih dari itu hubungan keduanya harus dipahami dalam kerangka relasi keummatan, relasi perkaderan, relasi perjuangan dalam rangka berdaya bersama. Terlebih saat ini, HMI dan NU sama-sama dipimpin oleh dua figur yang sama-sama terlahir dari rahim UGM: KH Yahya Cholil Staquf dan Kanda Raihan Ariatama.
Pada akhirnya, selamat dan sukses atas terpilihnya tokoh bangsa KH. Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU 2021-2026.