Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Refleksi Akhir Tahun Industri Hulu Migas, Mengejar 1 juta Barrel Minyak Tahun 2030
Sektor ini juga telah menyumbang pajak industri mencapai Rp 69,16 triliun netto dan melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp 64,7 triliun
Editor: Hendra Gunawan
Oleh Suhendra Atmaja *)
DUA TAHUN sudah pencanangan program 1 Juta barrel minyak dan 12 miliar kaki kubik gas pada tahun 2030 oleh SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi) kita lalui bersama.
Semua pihak baik SKK Migas, KKKS dan Industri terkait masih terus bahu membahu medukung target monumental, yang memotivasi seluruh pekerja di Industri Hulu Migas.
Target 1 Juta barel sebenarnya bukan target yang mustahil dicapai, namun harus mendapat dukungan dari semua elemen, baik pemerintah maupun dari kalangan industri hulu migas, serta kerja keras seluruh stakeholder migas di Tanah Air.
Baca juga: Di Tengah Transisi Energi, Batubara Diprediksi Masih Jadi Komoditas Primadona Tahun Depan
Pada tulisan ini, penulis sementara ini hanya ingin membahas produksi atau lifting minyak. untuk gas, akan dibahas dalam tulisan dan kolom yang berbeda karena menurut penulis, produksi gas relatif lebih safe dibanding minyak.
Menuju 1 Juta barel minyak pada tahun 2030 bukan hal yang mudah, mengingat sumur-sumur minyak di Indonesia adalah sumur-sumur tua, salah satu contoh sumur tua adalah sumur milik pertamina OSES (offshore south sumatera) di Kepulauan Seribu yang sudah berdiri sejak tahun 1970an atau sekitar 50 tahun lalu, meski masih berproduksi namun terus mengalami penurunan produksi.
Saat ini lifting minyak nasional, menurut data SKK Migas berada pada angka 650-750 Ribu barrel minyak per hari, sementara kebutuhan atau konsumsi minyak kita 1.3 juta barel per hari artinya ada gab atau net import minyak sekitar 700 ribu barel per hari.
Nah, gap inilah yang harus pelan-pelan dikurangi agar jurang perbedaan import minyak kita tidak terlalu jauh. Di tahun 2030, kebutuhan komsumsi minyak Indonesia diperkirakan sekitar 2,27 Juta barrel minyak perhari (Data Ruen – Rencana Umum Energi Nasional), artinya dengan produksi 1 Juta barel pun Indonesia tetap akan mengimport minyak.
Baca juga: Prestasi Jokowi 2021 bidang Energi: Sukses Ambil Freeport hingga Blok Rokan dari Pihak Asing
Lalu apa upaya yang harus dilakukan agar program 1 juta barrel minyak per hari pada tahun 2030, bisa tercapai ? menurut penulis, beberapa 4 (empat) hal yang harus dilakukan pemerintah agar target tersebut tercapai, yang pertama adalah ekplorasi yang masif dan agresif, kedua adalah peningkat produksi sumur eksisting, ketiga, Insentif bagi para perusahaan minyak dan yang ke empat adalah Payung hukum industri hulumigas.
Harus dipahami, Perlu kerja ekstra untuk mewujudkan 1 Juta barel. Sangat dibutuhkan juga penemuan proyek-proyek besar atau Giant Discovery yang baru untuk mendukung program dimaksud, dengan penemuan proyek dan sumur baru, maka perlu dilakukan ekplorasi, jika tidak semua dirasa akan sia-sia.
Selain itu, yang kedua dalah perusahaan-perusahaan minyak yang eksistingpun seharusnya juga terus meningkatkan produksinya dengan melakukan pengembangan sumur karena menurut penulis sekarang adalah waktu yang tepat karena harga minyak terus mengalami kenaikan. Data ICP (Indonesia Crude Price) sejak September harga minyak mentah yang ditetapkan sekitar US$ 72,2 per barel atau naik sebesar US$ 4.40 Per barel pada Agustus 2021.
Baca juga: Pengamat Nilai G20 di Bali Bakal Fokus Membahas Transisi ke Energi Terbarukan
Yang ketiga adalah pemberian insentif, SKK Migas sebenarnya telah memberikan insentif hulumigas kebeberapa wilayah kerja sejak tahun 2020 dan telah menunjukan hasil positif. Data SKK Migas menunjukan Sampai Agustus 2021, pelaksanaan insentif hulu migas mendorong investor untuk segera melakukan pengembangan lapangan minyak dan gas, serta pemuthiran cadangan, sehingga memberikan cadangan minyak gas sebesar 465,5 MMBOE dan penambahan penerimaan Negara minimal US$ 2,9 miliar atau sekitar Rp 41 triliun. (skkmigas.go.i)
Pemberian insentif hulu migas juga mendongkrak realisasi investasi pemboran dan fasilitas produksi sebesar US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 50 triliun, yang meliputi pemboran 88 sumur pengembangan, 15 sumur injeksi, 32 reaktivasi sumur, 1 sumur step out dan konstruksi serta pemasangan fasilitas produksi. Sedang manfaat yang diterima Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) adalah adanya peningkatan pendapatan KKKS sebesar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 21,75 triliun.
Tahun 2021 merupakan tahun pembuktian industri hulu migas untuk mempertahankan produksi migas. Tahun ini telah dilalui dengan segudang pencapaian industri hulu migas. Kabar gembira dari industri ini karena hingga Bulan november 2021, penerimaan negara yang berasal dari industri ini telah mencapai US$ 12,55 miliar atau setara dengan Rp 182 triliun rupiah dan melebihi target peneriman negara dalam APBN sebesar US$ 7,28 miliar.