Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gus Irwan, Pejuang Toleransi yang Santun dan Kuat Literasinya
Gus Irwan memandang masalah tasamuh baina al-adyan atau toleransi antaragama itu.
Editor: Husein Sanusi
Gus Irwan, Pejuang Toleransi yang Santun dan Kuat Literasinya
*Oleh KH. Imam Jazuli Lc., MA.
TRIBUNNEWS.COM - 22 Januari 2022 lalu kami kedatangan tamu dari kawan-kawan Payoga (Paguyuban Alumni Al-Azhar Yogyakarta), banyak kenangan yang menarik selama kurang lebih dua hari membersamai mereka. Organisasi ini memang dikenal sangat guyup meski anggotanya bermacam-macam latar belakang almamater dan Ormas.
Kami tahu itu dari dekat dan menjadi saksi keguyupan mereka, saat itu kebetulan kami sekeluarga sedang berlibur di Yogyakarta, pada saat yang sama Payoga sedang ada acara suksesi pengurus lama (ketuanya Kiai Aguk Irawan) ke ketua baru yang terpilih, yaitu Gus Irwan Masduqi. Jadi kami sempatkan silaturahmi dan gabung, karena tempat kami menginap tidak jauh dari mereka. Sekali lagi, kesan guyup dan kompaknya mereka luar biasa.
Kembali pada kesan kedatangan tamu dari Pengurus Payoga itu, kami sempatkan ngobrol santai dengan mereka, terutama dengan Gus Irwan, adik kelas saya di Lirboyo dan Al-Azhar itu, saat sedang mengendarai mobil offroad mendaki puncak Gunung Cermai.
Meski sekedar candaan, bicara Gus Irwan cukup berisi. Katanya, "Jika masih membid'ahkan orang, berarti ia ekstrimis, sebab sunni menghargai perbedaan. Karena itu yang masih beristri satu, berarti ekstrimis, sebab dia belum teruji dengan perbedaan.." Katanya sambil ia berkelekar.
Sepanjang perjalanan mendaki puncak Cermai, kami memang sering bercanda seputar poligami dan itu ujung-ujungnya pasti ger-geran, karena kami sebenarnya disatukan dengan nasib yang sama, yaitu suami takut istri.
Ya Gus Irwan, selain sebagai pengasuh pesantren Assalafiyah 2 Mlangi, pesantren yang kaya prestasi itu, ia memang dikenal sebagai pejuang toleransi. Saking dianggap tolerannya, ia pernah mengalami ancaman yang luar biasa, diantaranya pesantrennya pernah akan dibakar masa intoleran pada tahun 2012.
Karena itu, menurutnya, berislam dan bertasamuh itu satu paket, karena Islam adalah agama samhah (tolerans). Kenapa demikian, sebab faktanya adalah secara fitrah manusia itu beragam. Maka berwacana islam moderat (washatiyah) tanpa bisa toleransi pada perbedaan itu omong kosong.
Lebih jauh, Gus Irwan memandang masalah tasamuh baina al-adyan atau toleransi antaragama itu, mengacu pada kitab-kitab kuning yang dipelajari di pesantren. Karena, dalam kitab tafsir, banyak sekali ayat Al-Qur’an maupun Hadis yang spiritnya adalah menghargai perbedaan.
Menurutnya lagi, Rasulullah dalam tugasnya juga memberikan kabar baik dan peringatan dari Allah SWT. Tidak pernah beliau memaksa orang-orang untuk beragama Islam. Jadi dalam konsep Islam, saya kira itu sudah jelas, paparnya.
Rujukan Hadis, misalnya dalam kitab Shahih Bukhari, diterangkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw. berdiri menghormati jenazah seorang Yahudi yang lewat di hadapannya. Para sahabat lantas bertanya kepada Rasulullah. Nabi kemudian menjawab, “Bukankah ia juga manusia?”
Tegasnya, sesama manusia harus saling menghormati, apalagi orang itu telah meninggal dunia. Yang ditonjolkan oleh Nabi Saw. adalah aspek kemanusiaan, bukan aspek keyakinannya. Itu sebabnya Gus Irwan sering tampil menjadi tokoh muda NU yang terus memperkenalkan toleransi dan sikap terbuka dalam menerima perbedaan.
Hal lain yang menarik dari Gus Irwan adalah, meski ia secara silsilah masih keturunan raja Jawa HB I (darah biru) dan keturunan habaib (Kiai Nur Iman) sama sekali ia tak pernah menampilkan dirinya sebagai ningrat yang habaib, ia begitu rendah hati dan santun. Senior dan yunior ia amat hormati. Penulis sendiri sering di buat kikuk dan salting oleh Gus Irwan, bagaimana tidak, tiap bertemu selalu saja membungkuk dan berusaha mencium tangan, padahal penulis bukan siapa-siapa hanya lebih tua umur saja, sungguh ketawaduan yang luar biasa, Jarang sekali penulis menemukan seorang Gus apalagi plus keturuan Raja yang ketawaduanya seperti Gus Irwan.