Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kesadaran Pemuda akan Persaudaraan Lintas Agama Sudah Tumbuh Sebelum Indonesia Merdeka
kesadaran pemuda Indonesia akan persaudaraan lintas agama, lintas etnis, dan lintas budaya sudah tumbuh sejak dulu sebelum Indonesia merdeka.
Editor: Theresia Felisiani
Oleh :
ROMO MARKUS SOLO KEWUTA SVD
TRIBUNNERS, - Persoalan bangsa Indonesia bukan terletak pada ketidakmampuan membangun persaudaraan dan pertemanan lintas agama, lintas etnik, dan lintas budaya. Sebab kesadaran pemuda Indonesia akan persaudaraan lintas agama, lintas etnis, dan lintas budaya sudah tumbuh sejak dulu sebelum Indonesia merdeka.
Demikian dikemukakan Romo Markus Solo Kewuta SVD, anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Takhta Suci Vatikan dalam diskusi Catholic Millennial Summit yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat (PP) PMKRI.
Catholic Millennial Summit yang mengambil tema “Fratelli Tutti” (Persaudaraan Manusia) dan Lingkungan Hidup (Laudato Si) ini digelar PMKRI sebagai upaya merawat keberagaman. secara hybrid, Jumat (29/1/2022). Romo Markus bicara secara daring langsung dari Vatikan, Roma.
“Jauh sebelum Indonesia terbentuk kesadaran ini sudah ada, dan kesadaran ini yang memampukan kaum muda untuk bergerak dan berinisiatif berjuang untuk membentuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu kaum muda khususnya yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) tidak boleh sekalipun melupakan Sumpah Pemuda,” tandasnya, Senin (31/01/2022)
Baca juga: Kemenag Rancang Layanan Ziarah Rohani Umat Katolik
Romo Markus pun menguraikan bahwa sejarah mencatat kongres pemuda beranggotakan wakil-wakil para pemuda yang datang dari berbagai wilayah Indonesia dengan latar belakang budaya, etnik, dan agama yang berbeda-beda.
Rapat kedua ini mengambil lokasi di Lapangan Banteng persisnya di dalam gedung pemuda Katolik, di mana seorang Wage Rudolf Supratman yang kebetulan juga seorang Katolik pertama kali memainkan melodi lagu Indonesia Raya yang digunakan hingga hari ini sebagai lagu Kebangsaan.
Juga ada fakta lain berkaitan dengan etik Indonesia bahwa pembacaan Sumpah Pemuda waktu itu dilakukan di asrama pemuda pemudi keturunan Tionghoa.
“Artinya 17 tahun sebelum proklamasi sudah ada kesadaran kolektif kaum akan pentingnya persahabatan dan persaudaraan lintas agama, lintas suku, lintas budaya, dan lintas etnik, yang mengantar mereka pada sesuatu yang besar,” ujarnya.
Menolak lupa sejarah, Romo Markus menekankan bahwa kemerdekaan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah kombinasi dari perjuangan bersama seluruh putra dan putri bangsa. Semua dengan caranya dan kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki, ada yang banyak ada yang sedikit, ada yang besar ada yang kecil tetapi berdasarkan/berbasis pada sebuah kesadaran politik.
“Kita perlu menguasai sejarah dan berpegang teguh pada objektivitas sejarah agar kita bisa mendasarkan diri di atas kebenaran. Dan ini sebuah permohonan untuk anak-anak muda katolik Indonesia,” katanya.
Baca juga: Dihadiri Erick Thohir, Kardinal Suharyo Lantik Pengurus PP Pemuda Katolik 2021-2024
Lalu bagaimana sikon mereka yang saat ini sebagai orang yang hidup di luar negeri dan mengikuti perkembangan di Tanah Air dari waktu ke waktu?
Secara pribadi Romo Markus melihat bahwa relasi lintas agama, lintas budaya, dan lintas etnik, sebagai satu bangsa sampai saat ini masih terus berada di 2 kutub perasaan yaitu jauh dan dekat sekaligus. Tergantung dalam kondisi apa kita sedang berada.