Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pesantren Bukan Lembaga Pendidikan Pilihan Terakhir, Brandingnya Harus Dibentuk
Salah satu pertimbangan saya kenapa menggunakan hotel sebagai sarana adalah karena symbol of status
Editor: Husein Sanusi
Tantangan yang kita olah sebagai motivasi akan membuat kita dan guru-guru lebih kreatif. Riset di bidang psikologi menemukan fakta bahwa supaya otak manusia itu kreatif, manusia butuh motivasi, butuh skill, dan butuh keberanian untuk mencoba. Al-hajatu ummul ikhtiro atau desakan kebutuhan itu sering menghasilkan ide kreatif (temuan baru).
Intinya, setelah bertahun-tahun melakukan kegiatan ini, kami mendapatkan bukti bahwa masyarakat kita perlu edukasi, seperti juga dunia industri mengedukasi mereka. Edukasi ini butuh komunukasi. Yang membuat manusia saling mengenal bukanlah jarak, tapi komunikasi.
Jadi, jangan sampai kita protes atau mengeluh karena menurut kita pesantren dikastaduakan oleh masyarakat atau dikasih bibit busuk, namun kita tidak pernah melakukan edukasi apa-apa.
Branding Lembaga
Nabi Muhammad sejak kecil dikenal dengan sebutan al-amin atau orang yang bisa dipercaya. Beliau dipercaya karena kejujurannya, keseriusannya, dan kemampuannya. Sampai begitu terkenalnya sebutan itu hingga musuhnya saja atau orang yang membencinya saja tetap mempercayai Muhammad.
Kepercayaan yang begitu menancap pada seseorang, pada lembaga, pada sebuah produk atau pada sebuah objek itulah yang disebut brand (merek). Menurut teori bisnis, apa yang dibeli para perokok sebetulnya bukan tembakaunya, tetapi mereknya. Mereka membeli Gudang Garam, Djarum, Dji Sam Soe, dan seterusnya.
Apa yang dibeli oleh pecinta mobil sebetulnya bukan besi yang bisa berjalan. Mereka membeli merek yang mereka percaya dapat memenuhi seleranya, harapannya, cita-citanya, atau kebutuhannya. Mereka membeli Toyota, Honda, Mercy, Suzuki, dan seterunya.
Brand (merek) sering didefinisikan sebagai sebuah identitas pribadi/produk yang mampu menciptakan sebuah respon emosional terhadap orang lain mengenai kualitas dan nilai yang dimiliki seseorang atau produk.
Misalnya kalau kita mendengar nama Gus Mus, Kang Said, Kiai Ma’ruf, Jokowi, Gus Dur, Mbah Moen, dan seterusnya pastilah langsung muncul respon emosional tertentu yang terkait dengan nilai atau kualitas dari nama itu. Demikian juga kalau kita mendengar nama-nama tokoh politik. Di sana langsung muncul respon emosional.
Dalam bisnis, kepercayaan seseorang terhadap brand itulah yang menggerakkannya untuk memilih atau membeli. Urutan yang normal biasanya dipahami dulu, lalu disukai, kemudian dipercaya, dan setelah dipercaya maka kemungkinan besar akan dipilih atau dibeli.
Satu hal yang perlu kita pahami bahwa seseorang membangun brand atau sama sekali tidak peduli dengan brand itu sesungguhnya brand akan tercipta sendiri. Jika kita diam pun, maka orang akan memberi laqob si pendiam. Si pendiam adalah brand. Di sinilah pesantren perlu secara strategis dan sistematis membangun brand supaya pemahaman masyarakat mengenai pesantren itu positif.
Supaya brand itu benar-benar dipercaya memang perlu disukai lebih dulu dan untuk bisa disukai butuh komunikasi yang sering, seperti iklan mobil yang belum ada barangnya di toko. Jika masyarakat sudah membuktikan kebenaran dari pengalamannya maka mereka akan percaya.
Lembaga pesantren perlu membangun brand, sebagaimana Rasulullah membangun sifat al-amin dan al-amanah. Brand dibangun dari karakter moral, lalu keunggulan yang menjadi kekhasan kita, dan kekuatan/keahlian kita dalam membuktikan itu serta harus konsisten dalam membangun brand itu.
Tidak sedikit dari wali santri Bina Insan Mulia yang berterus terang bahwa mereka memondokkan anaknya di Bina Insan Mulia karena ingin melanjutkan ke luar negeri. Rupanya, dari komunikasi yang kami bangun, mereka percaya bahwa jika menjadi santri di Bina Insan Mulia, maka pintu untuk melanjutkan ke luar negeri buat mereka terbuka lebar.
*) Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Bina Insan Mulia 2 Cirebon. Pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Penulis merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; juga alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; dan alumnus Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies.*_
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.