Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Suprapto Sastro Atmojo Meraih Gelar Doktor Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Wakil Sekjen PWI Pusat, Suprapto Sastro Atmojo meraih gelar doktor Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Editor: Toni Bramantoro
WAKIL SEKJEN Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Suprapto Sastro Atmojo meraih gelar doktor Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Suprapto dinyatakan berhak menyandang gelar doktor ke-164 setelah mempertahankan disertasi berjudul 'Budaya Pemerintahan dalam Pelayanan Publik Berbasis E-Government di Provinsi DKI Jakarta' di di depan para penguji Ujian Terbuka, Kamis (21/4/2022).
Ujian Terbuka dipimpin (Rektor IPDN Dr Hadi Prabowo MM/Direktur Pascasarjana IPDN Prof Dr H Wirman Syafri MSi). Hadir dalam ujian tersebut promotor promovendus Prof Muchlis Hamdi PhD, Co-Promotor Prof Dr Nurliah Nurin, dan Co-Promotor Dr Marja Sinurat MPd MM.
Promovendus menggunakan teori E-Government Richard Heeks (2006), Budaya Pemerintahan (Ndraha, 2011), Paradigma Birokratik (Indrajit, 2016), dan Budaya Digital (Don Tapscott, 2009) sebagai pisau analisis untuk menganalisa masalah budaya pemerintahan dalam pelayanan publik berbasis E-Government di Provinsi DKI Jakarta.
Suprapto mengalisis penerapan E-Government dalam perspektif budaya pemerintahan. Budaya pemerintahan adalah nilai, tindakan berpola, dan sikap dalam interaksi penyelenggaraan pemerintahan yang didapat secara sadar melalui proses belajar.
Interaksi dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah interaksi tiga sektor/subkultur yaitu sosial (civil society), ekonomi (private sector), dan kekuasaan (government). Artinya peneltian disertasi ini tidak hanya melihat budaya dari sisi aparatur pemerintah, tetapi juga dari sisi masyarakat.
Dalam pandangan promovendus, selama ini para pengambil kebijakan banyak berpandangan bahwa menerapkan E-Government diartikan dengan semata-mata membangun infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Para pejabat menganggarkan dalam jumlah besar untuk membeli komputer, memasang jaringan, dan internet.
Padahal E-Government bukan semata-mata persoalan teknis, tetapi lebih banyak berkaitan dengan masalah budaya atau dalam bahasa Heeks (2006) adalah masalah socio cultural.
Promovendus menggunakan Paradigma Birokraktik untuk mengungkap nilai-nilai budaya yang menghambat pelayanan publik berbasis E-Government di Provinsi DKI Jakarta dari aspek oritentasi, proses organisasi, prinsip manajemen, kepemimpinan, gaya komunikasi, serta prinsip dan model service delivery.
Teori Don Tapscott untuk menganalisis nilai-nilai budaya digital yang sesuai dengan pelayanan publik berbasis E-Government (digital). Nilai-nilai budaya digital dimaksud adalah speed (kecepatan), integrity (integritas), innovation (inovasi), customization (kustomisasi), dan collaboration (kolaborasi).
Dibantu Soft System Metodhology (SSM), Provendus menawarkan Model Budaya Pemerintahan Baru yang berbasis nilai-nilai budaya digital, yaitu kecepatan, integritas, kolaborasi, inovasi, kustomisasi, dan trust serta faktor pendorong (drivers) kepemimpinan digital, yang mendukung pelayanan publik berbasis E-Government di Provinsi DKI Jakarta.
Nolvelty atau kebaruan dalam disertasi Promovendus adalah ditemukannya satu nilai budaya, yaitu trust (kepercayaan) serta satu pendorong (drivers) leadership (kepemimpinan) untuk melengkapi teori Don Tapscott.
Promovendus juga menawarkan satu model budaya pemerintahan (baru) yang bisa menjadi acuan pembentukan budaya pemerintahan yang mendukung penerapkan E-Government.
Model Budaya Pemerintahan (Baru) adalah budaya yang berbasis pada nilai-nilai budaya digital yaitu kecepatan, integritas, inovasi, inovasi, kustomisasi, dan trust dengan faktor pendorong leadership.