Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Berburu Plus-plus di Enggano
Simak terus catatan perjalanan Enggano, karena masih melimpah kisah cerita lainnya yang menginspirasi
Editor: Hasanudin Aco
Panjang pantainya 123,23 kilometer, Enggano merupakan batas terluar dengan Samudra Hindia.
Nah, akhir Maret 2022 lalu saya berkesempatan menemani Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD), Letjen TNI Purn Dr (HC) Doni Monardo. Selama empat hari, kami berada di Enggano.
“Sudah lama saya merencanakan berkunjung ke Enggano, terutama saat menjabat Kepala BNPB. Dari sisi geografis, Enggano berada di lokasi terluar yang berpotensi gempa dan tsunami. Jadi perlu ada kegiatan mitigasi,” ujar Doni Monardo, tak lama setelah turun dari penerbangan 45 menit Bengkulu – Enggano, menggunakan pesawat Susi Air jenis Caravan berkapasitas 12 tempat duduk.
Medan Off Road
Tiba di Bandara Enggano yang terletak di Desa Banjar Sari, Doni Monardo dan rombongan menuju Hotel Wisata Berlian yang terletak di Desa Kahyapu. Jarak kedua desa ini sebenarnya hanya “selemparan batu”. Apa mau dikata, dibutuhkan waktu tak kurang dari satu jam untuk mencapainya.
Biang kelambatan itu adalah akses jalanan dari bandara ke hotel yang tidak layak disebut jalan. Tetapi lebih tepat disebut medan off-road.
“Orang-orang kota” penikmat jalan beraspal mulus, bisa jadi akan menyebutnya kubangan kerbau. Tapi Doni Monardo tampak santai saja meski tubuhnya terguncang guncang di atas kendaraan roda empat.
“Enggano cocok untuk wisatawan penikmat alam, utamanya yang punya hobby berburu,” kata Doni membuka perbincangannya.
Alhasil, cerita berburu menjadi salah satu topik yang secara khusus dibicarakan bersama rombongan yang menyertai.
Perlu Anda ketahui, aturan perburuan di Indonesia, sudah dikenal sejak era kolonial. Menurut catatan, perburuan secara legal telah dilakukan sejak tahun 1747 dengan sasaran badak dan harimau.
Ketentuan perburuan pertama kali diterbitkan pemerintah kolonial pada tahun 1931 dengan keluarnya undang-undang perburuan (Jacht Ordonantie) dan undang-undang binatang liar (Dierenbescherning Ordonantie). Selain itu, kegiatan perburuan juga tunduk pada undang-undang senjata api, mesiu, dan bahan peledak (Vuurwapen Ordonantie).
Setelah era kemerdekaan keluar Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Aturan teknis perburuan selanjutnya diatur dengan peraturan menteri yang membawahi bidang kehutanan.
Aturan Perburuan
Berburu di taman buru sarat dengan aturan. Terkait syarat teknis seorang pemburu, jenis binatang yang bisa diburu, waktu perburuan, alat yang dipakai berburu dan jumlah hewan buruan. Sebelum berburu, pemburu harus mengantongi surat izin berburu.