Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Berburu Plus-plus di Enggano
Simak terus catatan perjalanan Enggano, karena masih melimpah kisah cerita lainnya yang menginspirasi
Editor: Hasanudin Aco
Plus Plus
Nah aktivitas berburu di Enggano ini bisa jadi plus plus. Bayangkan, dipadu dengan kegiatan menyelam, memancing dan kuliner seafood. Semua itu tentu menjadi kegiatan yang sangat mengasyikkan. Jika berkenan hati, mereka dengan sendirinya akan menceritakan kepada komunitas yang belum pernah ke Enggano.
“Jadi, yang hobby berburu akan bercerita kepada para pemburu lain. Komunitas menyelam akan menceritakan kepada para penyelam lain. Komunitas pemancing akan menceritakan kepada para penghobi mancing lain. Lama-kelamaan, turis berdatangan,” tambah Sinyo, optimistis.
Sinyo menambahkan, potensi mendatangkan devisa dari sektor wisata berburu juga sangat besar. Di luar negeri, sekali berburu seorang pemburu bisa mengeluarkan uang tak kurang dari 20.000 US Dollar atau hampir Rp 300 juta.
“Sepengamatan saya, Enggano bagus. Hutannya asli, dan babi hutan di sini sudah masuk kategori hama,” ujar Sinyo yang sudah menjelajahi Afrika dan Amerika dalam rangka berburu.
Sinyo dan Roy berjanji berkunjung kembali guna mematangkan survei lokasi. Ia tidak ingin, ketika mengajak teman-teman berburu ke sini, mereka kecewa. Karena itu, ia harus mendapatkan gambaran yang utuh, sehingga apa yang disampaikan kepada para pemburu, maka itulah yang didapat oleh para pemburu, ketika datang ke Enggano.
Menurut Sinyo komunitas berburu Indonesia selama ini juga memperhatikan faktor konservasi. Karena itu dalam dunia olahraga berburu, ada ketentuan untuk hanya diperbolehkan menembak binatang yang jantan. Tujuannya supaya habitat babi hutan, rusa, dan hewan-hewan buruan lain lestari.
Aturan resmi mengenai berburu telah diterapkan organisasi Safari Club International (SCI), termasuk mengenai konservasi dan pemanfaatannya. Di Indonesia peraturan mengenai berburu diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru.
Kegiatan berburu mutlak mengacu kepada peraturan dan tata tertib yang berlaku, guna menekan kegiatan pembantaian satwa yang dewasa ini diperkirakan banyak ditemukan di tengah masyarakat. Khususnya pembantaian hewan-hewan langka dan dilindungi. Karena itu, Sinyo mengingatkan masyarakat yang memiliki minat dan hobi berburu hendaknya senantiasa memegang tuguh kaidah hukum yang berlaku.
Satwa buru pada dasarnya adalah satwa liar yang tidak dilindungi, sehingga dalam kondisi tertentu binatang yang boleh menjadi sasaran berburu hanya babi hutan. Hal tersebut didasarkan pertimbangan bahwa babi hutan dianggap sebagai hama yang merugikan petani.
Kenyataan di lapangan, pembantaian binatang liar hingga kini masih terjadi, di antaranya terhadap berbagai jenis burung dan binatang langka untuk kepentingan komersil.
Seorang pemburu sejati melakukan perburuan satwa liar dengan memegang prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh seorang konservasionis atau pelindung alam.
"Setiap pemburu harus mengenal dan memahami sifat-sifat dan gerakan alam atau ekologi serta mampu menjaga keseimbangan alam," pungkas Sinyo.
Simak terus catatan perjalanan Enggano, karena masih melimpah kisah cerita lainnya yang menginspirasi. Tabik!
*) Egy Massadiah: Wartawan senior, konsultan media, menulis sejumlah buku serta pembina Majalah “Jaga Alam”