Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Listrik Kita Bergantung Batubara, Mengapa TDL Dinaikkan?
Pemerintah menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebagai imbas global. Keputusan itu dipertanyakan mengingat pembangkit listrik kita berbasis batubara.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : MUHAMAD IKRAM PELESA, Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI
UNTUK kesekian kali publik dibuat gusar terkait kebijakan pemerintah menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) lewat cara menerapkan kembali kebijakan tarif adjustment beberapa waktu lalu.
Kebijakan tariff adjustment listrik adalah mekanisme mengubah dan menetapkan naik atau turunnya tarif listrik mengikuti perubahan empat parameter ekonomi makro rata-rata per tiga bulan.
Yaitu realisasi kurs rupiah, Indonesia Crude Price (ICP)/harga minyak acuan nasional, harga batu bara acuan, dan tingkat inflasi.
Konon, dengan menerapkan kebijakan tersebut pemerintah meyakini mampu menghemat kompensasi listrik sebesar 7 hingga 16 triliun rupiah.
Begitupun sebaliknya, jika tarif listrik tidak naik,(kemungkinan negara akan lebih besar menanggung kerugian) maka sebesar itu juga nilai kompensasi atau subsidi yang akan ditanggung oleh pemerintah.
Atas dasar itulah penulis mencoba mengurai salah satu alasan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik dengan mengambil case batubara yang dinilai lebih kaya akan analisa dan sumber data.
Di berbagai macam kesempatan penulis menyampaikan hal terbesar yang akan dihadapi pemerintah ke depan.
Yaitu ketika tarif dasar listrik naik akibat ketidak mampuan pemerintah merumuskan kemanfaatan sumber daya batubara untuk kepentingan nasional khususnya pada sektor ketenagalistrikan (PLN).
Bagaimana tidak, salah satu sumber kerugian dalam penerimaan negara adalah akibat tidak terpenuhinya pasokan batubara dalam negeri, yang sengaja dilakukan emiten batubara, tentu pada permainan ini yang sangat dirugikan adalah PLN.
Penulis mengambil contoh realisasi penyerapan DMO batubara dari pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sampai Oktober 2021 hanya sebesar 41,77 juta ton.
Sementara kewajiban alokasi DMO batubara dalam negeri sebesar 66,06 juta ton, artinya negara kekurangan pasokan batubara dalam negeri pada sektor ketenagalistrikan sebesar 24,29 juta ton.
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan Desember 2021 sebesar US$ 159,79 per ton.
Untuk menghitung kerugian negara maka harga ekspor batubara pada update terakhir dikurangi harga listrik umum US$70 per ton menjadi US$89,79.