Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Sketsa Hukum Pemilu Indonesia

Mendiskusikan hukum dalam konteks tatanan konstitusional bernegara tidak akan terlepas dari politik

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Sketsa Hukum Pemilu Indonesia
dok pribadi
Benny Sabdo 

Tonggak penting sejarah eksistensi Bawaslu dimulai adanya perubahan penting yang terjadi pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, yaitu pemisahan Bawaslu sebagai organ pengawas dari KPU sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-VIII/2010 yang merupakan judicial review atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

Sebelumnya konstruksi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 menyatakan, Bawaslu merupakan subordinat daripada KPU. Pada ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tidak disebutkan Bawaslu merupakan penyelenggara pemilu yang berbeda.

Baca juga: Dapat Akses Sipol, Bawaslu Bisa Lebih Maksimal Awasi Pemilu 2024

Problematika yang muncul dari pengaturan yang demikian adalah apakah suatu pengawasan yang dilakukan terhadap diri sendiri dikatakan efektif.

Selanjutnya, apakah hasil pengawasan dapat dikatakan kredibel dan akuntabel.

Mengingat yang diawasi adalah lembaga induknya.

Mahkamah Konstitusi dalam putusan a quo menafsirkan frasa “suatu komisi pemilihan umum” dalam Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidaklah merujuk pada satu lembaga, tetapi pada fungsinya sehingga menurut Mahkamah Konstitusi, Bawaslu adalah setara dengan KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Konstruksi inilah kemudian yang dipergunakan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, yang disebut sebagai penyelenggara pemilu adalah KPU, Bawaslu dan DKPP.

Berita Rekomendasi

Selanjutnya, lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu semakin memperkuat kedudukan dan kewenangan Bawaslu.

Bawaslu semakin progresif dengan beberapa kebijakan baru. Ada dua poin penting dalam desain penegakan hukum pemilu, yaitu: Pertama, adanya pengaturan tentang sanksi administratif berupa diskualifikasi sebagai perserta pemilu.

Apabila seorang calon legislatif atau pasangan calon presiden dan wakil presiden melakukan pelanggaran administratif yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Ketentuan ini belum diatur pada pemilu 2014.

Ketentuan ini lahir karena dorongan semangat untuk memberikan efek jera terhadap siapa saja yang melakukan politik uang dalam pemilu.

Kedua, terjadinya peralihan kewenangan penyelesaian pelanggaran administratif yang pada awalnya menjadi kewenangan KPU. Kini beralih menjadi kewenangan Bawaslu.

Dalam desain pemilu sebelumnya, penyelesaian pelanggaran administratif pemilu terlebih dulu diperiksa dan diuji oleh Bawaslu dan hasil pemeriksaan tersebut direkomendasikan kepada KPU untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan KPU.

Namun pada pemilu 2019 kemarin, KPU tidak lagi memiliki kewenangan memutus sebuah pelanggaran administratif pemilu.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas