Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mengenal Leukemia Granulositik Kronik
Salah satu kanker darah adalah leukemia granulositik kronik (LGK) atau sering juga disebut sebagai Chronic Myeloid Leukemia (CML).
Editor: Sri Juliati
Oleh: dr Wahyu Djatmiko SpPD-KHOM
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
TRIBUNNEWS.COM - Betapa terkejutnya Pak Karto, keluhan di perut kiri atasnya yang teraba keras dan mrongkol oleh dokter diduga akibat leukemia. Lho kok bisa?
Sebagian besar orang pasti akan terkaget-kaget ketika dokter mendiagnosis penyakitnya sebagai leukemia alias kanker darah.
Salah satu kanker darah adalah leukemia granulositik kronik (LGK) atau sering juga disebut sebagai Chronic Myeloid Leukemia (CML).
Sekitar 40 persen penderita LGK tidak memiliki keluhan akibat sakitnya.
Penyakit ini berjalan menahun dan seringkali akan diikuti dengan pembesaran limpa.
Baca juga: Waspadai Gejala Leukemia pada Anak, Seperti yang Pernah Dialami Putri Denada
Mirip apa yang dialami oleh Pak Karto, terdapat benjolan keras dan mrongkol di sisi perut kiri atas.
Bahkan jika saking besarnya pembesaran limpa, terkadang sampai bisa memenuhi rongga perut.
Gejala lain yang juga dikeluhkan oleh penderita LGK adalah berat badan yang berkurang, lemas, pucat, sesak napas, berdebar-debar, mual, dan berkeringat pada malam hari.
Pak Karto tidaklah sendirian. Saat ini, ada sekitar 300.000 kasus baru leukemia dan 220.000 kematian akibat leukemia per tahun.
LGK menempati proporsi sekitar 15 persen dari seluruh kasus leukemia pada usia dewasa.
Angka kejadian LGK berkisar 1-2 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Meskipun bisa mengenai sembarang usia, rerata umur penderita adalah 45-55 tahun.
LGK terjadi akibat abormalitas kromosom yang dikenal sebagai kromosom Philadelphia.
Baca juga: 2 Pasien Kanker Darah Dinyatakan Sembuh, 10 Tahun setelah Jalani Pengobatan Inovatif untuk Leukemia
Kelainan ini disebabkan oleh patahan gen Abl pada kromosom 9 dan gen Bcr pada kromosom 22 yang kemudian diikuti dengan translokasi akibat fusi gen Bcr-Abl tersebut.
Translokasi gen tersebut akan mengakibatkan peningkatan jumlah sel darah putih seri granulosit yang tidak terkendali.
Meskipun merupakan kelainan di tingkat gen, tetapi penyakit ini bukanlah penyakit genetik yang diturunkan.
Jika mendapatkan tanda dan gejala tersebut, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan darah lengkap dan gambaran darah tepi.
Jika diperlukan akan dilakukan pemeriksaan analisis sitogenetik untuk menemukan kromosom Philadelphia atau pemeriksaan uji molekuler PCR guna mendeteksi adanya translokasi Bcr-Abl.
Sekitar 95 persen penderita LGK ternyata terdapat gambaran translokasi Bcr-Abl dari pemeriksaan yang dilakukan.
Temuan adanya translokasi Bcr-Abl telah mengubah paradigma pengobatan LGK.
Pengobatan sebelumnya, hasil yang diperoleh tidak begitu menggembirakan.
Tidak jarang pasien datang sudah dalam stadium lanjut.
Pengobatan yang tersedia juga belum menyasar penyebab penyakit, seringkali hanya bisa untuk meredakan gejala saja.
Seperti transfusi darah untuk mengoreksi kondisi anemia, misalnya.
Perkembangan berikutnya ditemukan berberapa obat yang dapat menghambat peningkatan jumlah sel darah putih, tetapi memiliki efek samping yang dapat menganggu pasien.
Pengobatan terkini adalah dengan menggunakan obat golongan tyrosine kinase inhibitor (TKI).
Obat ini bekerja dengan cara mengikat formasi Bcr-Abl inaktif dan menghambat sinyal Bcr-Abl yang menjadi penyebab LGK.
Saat ini di Indonesia, setidaknya telah beredar tiga macam obat golongan TKI untuk pengobatan LGK.
Pengobatan dengan menggunakan TKI memberikan harapan baru karena mampu mencapai target 'sembuh' meskipun pasien harus mengkonsumsi obat dalam jangka panjang.
Saat ini, pengobatan LGK dengan menggunakan golongan KTI – meskipun masih terbilang mahal -- sudah dapat diberikan di Purwokerto, Jawa Tengah.
Bersyukurnya obat ini telah masuk di daftar obat yang disediakan oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pak Karto tidak lagi sendirian, di Purwokerto juga telah ada komunitas Elgeka, tempat di mana para pejuang LGK bergabung untuk saling berbagi dan menguatkan. (*)