Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
BPJS Kesehatan Ubah Stigma 'Orang Miskin Tidak Boleh Sakit'
BPJS diharapkan mengoptimalkan kesehatan masyarakat sebagai hak warga negara yang telah diatur dalam UUD 1945 dan berbagai regulasi turunannya
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh : Leila Mona Ganiem *)
MESKI telah menjadi peserta JKN sejak ditetapkannya pemerintah, saya jarang menggunakan BPJS Kesehatan karena masih ada alternatif asuransi kesehatan lain.
Sejak 2022, saya mulai memanfaatkan BPJS. Akhir Desember, karena sakit, saya dikirim ke UGD dan dirawat di rumah sakit Bunda Menteng.
Tiga hari pelayanan yang memuaskan, saya pulang dengan tenang karena semua biaya pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan.
Rujukan dilakukan dengan cermat, kontrol pada dokter juga dilakukan dengan proses administrasi yang baik, tidak terasa ada pembedaan antara pasien dengan asuransi BPJS Kesehatan dan pasien biasa, kecuali pengaturan waktu pelayanan saja yang dikelola dengan mekanisme agak panjang.
Hak dan etika pelayanan Kesehatan yaitu memberikan hak otonomi pasien, berkeadilan, memberikan yang terbaik (beneficence), meminimalisir hal yang buruk (malnoneficence) tampak diterapkan secara professional.
Baca juga: BPJS Kesehatan Tanggung Biaya Transplantasi Ginjal, Tapi Masih Ada Biaya Lain yang Dibutuhkan
Terima kasih BPJS Kesehatan, karena telah memberikan pelayanan yang semakin baik, mengubah stigma yang selama ini kerap kita dengar: ‘Orang miskin tidak boleh sakit’, perbedaan perlakuan di Fasilitas Layanan Kesehatan antara pasien umum dan pasien BPJS, pelayanan di bawah standar, dan konsultasi sekedar formalitas, tidak saya temukan. Dari berbagai pengalaman dari orang-orang yang saya kenal pun merasakan hal positif.
Selain apresiasi, melalui tulisan ini saya ingin mengungkapkan sejumlah harapan pada BPJS untuk lebih mengoptimalkan kesehatan masyarakat sebagai hak warga negara yang telah diatur dalam UUD 1945 dan berbagai regulasi turunannya.
Pertama, pelayanan yang semakin baik dengan kolaborasi semua pihak.
Pelayanan kesehatan harus bersifat menyehatkan, bukan sekedar mengobati. Penciptaan lingkungan yang menyehatkan didukung oleh fisik dan nonfisik pada lingkungan yang kompleks dengan pendekatan holistik, nyaman, dan bermartabat bagi pasien.
Untuk itu, BPJS Kesehatan perlu senantiasa memastikan agar kualitas pelayanan yang diberikan BPJS di seluruh Indonesia dalam kondisi baik, memudahkan, dan memuaskan.
Kepuasan menimbulkan kepercayaan, kabahagiaan, kooperatif, dan keloyalan dari pasien peserta. Buruknya kualitas pelayanan akan menimbulkan komplain dan ketidaknyamanan peserta BPJS.
Penggunaan KTP untuk mempermudah akses layanan kesehatan bagi peserta yang akan berobat sangatlah positif.
Aplikasi mobile juga memudahkan peserta untuk melakukan pendaftaran secara online.
Meski demikian, perlu dipastikan keamanan dan perlindungan data kesehatan peserta dikelola dengan baik melalui peningkatan proteksi dan ketahanan sistem.
Konsekuensi dari bermitra dengan pemberi layanan kesehatan, BPJS perlu secara aktif mendukung inovasi untuk perbaikan, memastikan pembayaran termasuk pembayaran di muka pada faskes, dan quality control pada layanan kesehatan, sehingga pembayaran dapat mempertimbangkan sejauh mana mutu layanan fasilitas kesehatan telah diberikan.
Baca juga: Jokowi: BPJS Kesehatan Sekarang Punya Uang Cukup untuk Bayar RS Tepat Waktu
Kedua, perluasan pelayanan sistem pelayanan Kesehatan. Sistem pelayanan kesehatan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem biomedis yang mengandalkan rasionalitas ilmiah; sistem personalistik yang meyakini keadaan sakit karena kuasa di luar diri yang tak terlihat atau kuasa Tuhan sehingga lebih menggunakan dimensi spiritual; dan sistem naturalistik yang kerap menggunakan herbal. Tiap negara mungkin memiliki tiga sistem, meski satu sistem lebih dominan.
Sistem personalistik dan sistem naturalistik agak tumpang tindih. Ini adalah bagian dari pengobatan tradisional dan komplementer (Traditional & Complementary Medicine-TCM).
Dalam laporan global terkait pengobatan tradisional dan komplementer tahun 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyimpulkan bahwa 88 persen anggota PBB menggunakan sistem ini, termasuk di Indonesia.
Dalam program WHO untuk tahun 2019-2023, sebagai upaya mencapai cakupan kesehatan universal (universal health coverage-UHC) untuk memastikan kehidupan yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua usia, TCM dianggap berkontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan terkait kesehatan (Sustainable Development Goal 3- SDG 3).
Terobosan untuk pemanfaatan sistem kesehatan tradisional dan komplementer, pendekatan holistik, kesehatan syariah, pendekatan budaya seperti di Bali yang telah melakukan inovasi dalam tahap preventif dan promotif, dapat menjadi pertimbangan untuk dievaluasi dengan lebih seksama.
Kita juga tahu bahwa obat herbal yang semakin banyak teruji secara klinis juga dapat dimanfaatkan oleh peserta BPJS.
Ketiga, pengoptimalan telemedicine-teledentistry.
Pelayanan kesehatan jarak jauh, yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) baik telemedicine maupun teledentistry perlu menjadi perhatian BPJS.
Terobosan ini penting dan solutif pada masalah kesenjangan dan keterbatasan pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal untuk mengupayakan kesehatan berkeadilan.
Pengobatan jarak jauh dapat memanfaatkan saluran komunikasi seperti telepon, internet, dan jaringan komunikasi lain. Bentuk pelaksanaannya dapat mencakup perawatan, diagnosis, konsultasi, dan pengobatan serta pertukaran data kesehatan dan diskusi ilmiah jarak jauh.
Pasien dapat memperoleh layanan perawatan di rumah, memesan obat, dan melakukan pemeriksaan laboratorium dengan konsep yang memadukan aplikasi seluler dengan jasa transportasi daring.
Saat ini, telemedicine yang popular adalah sebagai sarana konsultasi antar tenaga kesehatan (misal dokter dengan dokter spesialis) sebagai upaya menegakkan diagnosis, memberikan terapi, dan/atau mencegah keparahan penyakit, di beberapa tempat mulai diterapkan.
Semoga semakin cepat peserta BPJS dapat melakukan konsultasi dengan tenaga medis melalui telemedicine atau teledentistry dari tempat pasien beraktifitas.
Keempat, memfasilitasi pengobatan pada penyakit langka.
Pelayanan kesehatan untuk semua juga perlu meningkatkan peluang yang sama bagi penyandang penyakit langka (rare diseases).
Terdapat 7000 jenis penyakit langka yang telah terindentifikasi dan terus bertambah.
Hal ini membutuhkan pemahaman dari tenaga kesehatan untuk mempelajari potensi gejala yang bervariasi dan tidak jelas pada masing-masing penyandangnya termasuk memahami solusi-solusinya sehingga tidak cepat-cepat menegakkan diagnosa dan memberikan pengobatan dengan pemahaman yang belum komprehensif.
Dukungan dari BPJS dan para pemangku kebijakan serta stakeholder terkait dalam memberikan kesempatan tenaga kesehatan memberikan pelayanan terbaik, membutuhkan kesungguhan. Perbaikan ekosistem ini akan memberikan dukungan pelayanan terbaik pada kelompok masyarakat penderita penyakit langka atau kekhususan lainnya.
Terakhir, memberi perhatian tinggi pada preventif dan promotif, tidak hanya kuratif dan rehabilitatif.
Kesehatan yang merujuk ke definisi Organization Kesehatan Dunia (WHO) adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis, menegaskan pentingnya pemeliharaan kesehatan yang berkualitas sebagai kebutuhan masyarakat.
BPJS dengan seluruh stakeholder dapat mengoptimalkan upaya aktif dengan berbagai terobosan untuk mencegah penyakit dan mempromosikan kesehatan yang baik pada masyarakat agar dapat menjaga kondisi kesehatannya masing-masing.
Kesimpulannya, pelayanan kesehatan BPJS dirasakan semakin baik dan sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan kesehatan berkeadilan bagi semua kalangan dalam masyarakat.
Peningkatan kualitas dan ruang lingkup sistem pelayanan kesehatan diharapkan menjadikan BPJS menjadi lembaga penjamin kesehatan yang utama bagi masyarakat.
*) Komisioner Konsil Kedokteran Indonesia (2014-2020); Penulis Buku Komunikasi kesehatan