Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Apa Makna Wawancara Tucker Carlson dengan Vladimir Putin?

Tucker Carlson adalah representasi sikap dan pemikiran konservatif AS, kritikus Joe Biden yang gigih, dan penyeimbang informasi dari media arus utama.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Apa Makna Wawancara Tucker Carlson dengan Vladimir Putin?
Gavriil GRIGOROV / POOL / AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan wawancara kepada pembawa acara talk show AS Tucker Carlson di Kremlin di Moskow pada 6 Februari 2024. 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Wawancara komentator politik Amerika, Tucker Carlson dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, masih jadi percakapan luas di dunia barat.

Videonya yang diunggah di akun X, hingga Sabtu (10/2/2024) telah ditonton 161 juta pemirsa. Di You Tube sudah meraih lebih dari 9 juta pemirsa sejak ditayangkan Jumat (9/2/2024) pagi WIB.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menyebut wawancara Tucker Carlson turut memicu histeria publik di Rusia.

Reaksi keras datang dari elite AS, seperti Hillary Clinton. Istri mantan Presiden Bill Clinton itu menyebut Tucker Carlson sebagai idiot tak berguna.

Hillary mewakili sikap dan pendapat para elite liberalis Demokrat, yang sejak lama tidak menyukai Rusia dan Putin.

Permusuhan semakin menjadi-jadi ketika Hillary kalah dalam Pilpres AS 2016. Kubu Demokrat menuduh Putin mengintervensi Pilpres AS, dan menjadikan Donald Trump sebagai presiden.

Lalu seberapa penting sebenarnya wawancara Tucker Carlson itu? Apa dampaknya dan bagaimana manfaatnya bagi Rusia?

Baca juga: Wawancarai Vladimir Putin, Tucker Carlson Bakal Guncang Publik Amerika

Baca juga: Dua Jam Full Tucker Carlson Wawancarai Putin : AS Ledakkan Pipa Nord Stream

Berita Rekomendasi

Sejatinya isi wawancara selama dua jam itu biasa saja. Sebagian besar sudah pernah diungkapkan Putin di berbagai kesempatan sebelumnya.

Tentang kegagalan perundingan damai Rusia-Ukraina, tentang ekspansi NATO ke Eropa Timur, tentang sabotase Nord Stream-2, sudah jadi konsumsi umum.

Hal penting dan menarik bukan menyangkut isi wawancara. Tapi kehadiran Tucker Carlson dan penerimaan Putin untuknya di Moskow.

Tucker Carlson adalah representasi sikap dan pemikiran konservatif AS, kritikus Joe Biden yang gigih, dan penyeimbang informasi dari media arus utama di AS.

Tucker Carlson menjadi medium yang mengisi kekosongan narasi tentang Rusia, tentang Putin, dan tentang perang Ukraina bagi publik Amerika.

Kekosongan terjadi ketika informasi publik di AS benar-benar dikuasai media besar yang penuh biasa mengartikulasikan kepentingan hegemonik elite Washington.

Ketidakseimbangan muncul dan terjadi manakala narasi tentang Rusia, Putin dan serangan ke Ukraina adalah sebuah kejahatan besar.

Elite neocon AS sangat berkepentingan dengan ini, dan itulah yang terjadi saat penghancuran Moammar Khadafi di Libya, Saddam Husein di Irak, perang panjang di Afghanistan, dan banyak lagi.

Dalam foto yang disediakan media Rusia Sputnik, Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan wawancara kepada pembawa acara talk show AS Tucker Carlson di Kremlin di Moskow pada 6 Februari 2024.
Dalam foto yang disediakan media Rusia Sputnik, Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan wawancara kepada pembawa acara talk show AS Tucker Carlson di Kremlin di Moskow pada 6 Februari 2024. (Gavriil GRIGOROV / POOL / AFP)

Momen wawancara Tucker Carlson secara baik dimanfaatkan Putin di awal sesi saat ia menjelaskan secara runtut sejarah Rusia sejak 2.000 tahun lalu.

Carlson mendengarkan secara seksama penjelasan Putin, dan di akhir penjelasan sejarah ini Putin memberikan sebundel dokumen terkait.

“Buat bacaan malam,” canda Putin ke Tucker Carlson. Ini adalah poin penting, yang pastinya tidak pernah didapatkan secara baik oleh publik AS.

Alexander Dugin, filsuf Rusia yang kerap diasosiasikan dengan pandangan klasik Putin, menilai Tucker Carlson memiliki pandangan sejalan dengan era Tsar Rusia.

Alexander Dugin ini bukan tokoh sembarangan. Ia diincar agen rahasia Ukraina, jadi target pembunuhan karena pandangan-pandangannya yang sangat konservatif tentang Ukraina.

Gagal membunuh Alexander, intel Ukraina akhirnya melenyapkan putri tokoh tua ini, Daria Dugina, lewat serangan bom mobil tahun lalu di pinggiran Moskow.

Dugin mengritik sikap dan pandangan para maniak di Washington, yang terus mengompori ancaman perang nuklir lewat proksinya di Ukraina.

Gambaran yang salah tentang Rusia terus diproduksi lewat propaganda ala film Marvel, yang mengunggulkan kemenangan Zelensky atas kejahatan yang dilakukan Rusia.

Tidak pernah ada yang secara serius memeriksa narasi ini, lalu mengabarkannya ke publik Amerika.  Tucker Carlson menurut Dugin, datang untuk memeriksanya.

Perjalanan Tucker Carlson ke Moskow mungkin merupakan kesempatan terakhir untuk menghentikan hilangnya umat manusia karena provokasi kekuatan nuklir dunia.

Alexander Dugin mengingatkan, liberalisme dan agendanya telah membawa umat manusia ke jalan buntu.

Tucker Carlson menurutnya memilih kemanusiaan, dan itulah sebabnya dia datang ke Moskow untuk bertemu Putin.

Sekali lagi Tucker Carlson adalah orang yang sangat ideologis yang mewakili pandangan politik tertentu di Amerika.

Dia ke Moskow membawa semangat konfrontasi internal Amerika yang mendalam menjelang Pilpres AS 2024.

Carlson mungkin secara pribadi penasaran mendengar banyak hal yang sebelumnya tidak diketahui tentang keadaan Rusia.

Tapi dia tidak bertujuan mempelajari atau memperluas wawasan. Wawancara Putin merupakan sebuah tantangan bagi pemerintahan di negara asalnya.

Tujuannya adalah untuk mendobrak narasi konvensional, yang didukung oleh media arus utama AS, sehingga ada alternatif yang bisa mengisi kekosongan tersebut.

Sebenarnya apa yang dibicarakan Vladimir Putin tidaklah penting. Efek wawancara Carlson akan lebih banyak berpengaruh di publik Amerika.

Apakah hal itu akan berdampak baik bagi Rusia atau tidak, masih bisa diperdebatkan. Keterlibatan apa pun dalam pertengkaran orang lain (konflik politik AS) dapat menimbulkan berbagai akibat.

Efeknya tidak selalu bisa diprediksi. Hanya semakin jelas, kepemimpinan Rusia tidak mempunyai niat atau ambisi untuk membentuk kembali Amerika.

Mungkin apa yang dijelaskan Putin akan mempengaruhi isu tertentu. Sebab, tidak mungkin Putin  membujuk rekan-rekan resmi mereka di luar negeri agar sejalan.

Di sisi lain, tingginya animo atas wawancara Tucker Carlson yang bisa diihat di media dan media sosial, menunjukkan adanya kelemahan (di pihak AS) dan pihak lain pasti merasakannya.

Reaksi negatif kalangan profesional jurnalis di AS dan barat terhadap Tucker Carlson yang diterima Putin, semata mencerminkan kecemburan belaka.

Ekspresi itu ditampilkan jurnalis senior yang dikenal luas untuk liputan internasionalnya, Cristina Amanpour dari CNN.

Tetapi mereka lupa, jejaring media besar barat sadar atau tidak telah menjadi medium propaganda para penghasut perang, dan menjadi bias pandangan dalam konteks perang Rusia-Ukraina.

Dmitry Peskov sebagai juru bicara Vladimir Putin telah menjelaskan dalam perspektif Kremlin, Tucker Carlson bukan seorang pro-Rusia atau pro-Ukraina.

Carlson diterima Putin karena dianggap seorang yang berpandangan patriotik, pandangan yang sangat pro-Amerika.

Dalam wawancara, Tucker Carlson kemungkinan memiliki awalan yang agak menggelikan, untuk tidak disebut kecerobohan terkait riset narasumber.

Tapi ini sekaligus menunjukkan apa yang dilakukan Tucker Carlson sebagai wawancara yang genuine, atau tidak dibuat-buat.

Momen singkat itu terjadi saat Carlson mengajukan pertanyaan ke Putin, apakah Putin sampai pada kesimpulan AS, lewat NATO, akan memulai serangan mendadak ke Rusia pada 22 Februari 2022?

Putin menukas, dia tidak pernah membuat pernyataan seperti itu. “Apakah kita sedang melakukan obrolan atau percakapan serius?” tanya balik Putin ke Rucker Carlson.

Putin setengahnya bercanda, mengingatkan eks host Fox News itu. Ketidakcermatan Carlson terdengar seperti orang ngobrol sembari minum bir di bar.

Tetapi di momen itu, Putin mendapat kesempatan besar menjelaskan histori Rusia sejak berabad lalu dan ini nilai plus wawancara untuk memberi perspektif baru tentang Rusia.

Ada banyak hal yang menurut Putin mungkin akan dipelajari oleh banyak orang di barat untuk pertama kalinya.

Anggapan Rusia merupakan ancaman nuklir bagi negara-negara barat adalah sebuah ketakutan yang diciptakan untuk mengambil lebih banyak uang dari pembayar pajak AS demi perang.

Bahwa Rusia selalu terbuka untuk bernegosiasi dengan Ukraina, tetapi Presiden Vladimir Zelensky memiliki dekrit yang melarang negosiasi tersebut.

Mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang bertindak sebagai anjing kesayangan Washington, melakukan intervensi untuk menghentikan perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina satu setengah tahun yang lalu.

Bahwa masalah di Ukraina dimulai pada 2013 ketika Presiden Ukraina pada saat itu menolak perjanjian asosiasi dengan UE karena hal itu secara efektif akan menyebabkan penutupan perbatasan perdagangan dengan mitra utamanya, Rusia.

Bahwa Jerman dapat memilih untuk membuka satu-satunya saluran pipa Nord Stream 2 yang tersisa saat ini jika mereka menginginkannya, tapi hal itu tidak dilakukan.

Langkah itu sebenarnya bisa mengurangi tekanan terhadap perekonomiannya dan masyarakat yang menderita karena defisit gas murah Rusia.

Bahwa Rusia tidak memiliki ambisi teritorial, dan hanya ingin senjata-senjata tersebut berhenti mengalir ke Ukraina dan ke tangan kelompok neo-Nazi yang tidak dibatasi oleh undang-undang Ukraina.

Lalu terbuka fakta satu-satunya alasan Rusia menginvasi Polandia atau wilayah Eropa lainnya adalah jika Rusia diserang.

Selebihnya, poin-poin penting yang disampaikan Putin sudah dipublikasi meluas meski dibatasi oleh sensor barat.

Seberapa dampak wawancara Tucker Carlson terhadap kebijakan pemerintah AS, akan sangat tergantung publik AS dan pilihan mereka pada Pilpres 2024 ini.

Donald Trump, yang mungkin akan ikut kontestasi lagi, sudah sesumbar ia bisa menghentikan perang Rusia-Ukraina dalam beberapa hari saja.

Sebaliknya, Joe Biden yang juga kemungkinan maju lagi di usianya yang semakin uzur, memilih memperpanjang perang proksinya dengan Rusia.

Ada dua kutub politik yang bertolakbelakang, dan publik Amerika akan memilih dan memutuskan ikut di jalur mana.

Tucker Carlson sudah menyediakan argumentasi Vladimir Putin di lapak medianya, yang benar-benar mengisi kekosongan narasi tentang Rusia bagi masyarakat AS.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas