Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menikmati Hangatnya Kawah Ratu di Kabupaten Bogor
Kawah Ratu adalah tempat wisata alternatif yang merupakan dampak dari erupsi freatik yang sering terjadi di Gunung Salak.
Editor: Willem Jonata
Oleh Sindy Bella Rahimah, mahasiswi SV IPB
Kabupaten Bogor, Jawa Barat menyimpan banyak tempat pariwisata yang indah. Salah satunya, Kawah Ratu.
Kawah Ratu adalah tempat wisata alternatif yang merupakan dampak dari erupsi freatik yang sering terjadi di Gunung Salak.
Hingga saat ini, Gunung Salak masih dalam status aktif namun masih aman untuk didaki.
Tempat wisata paling terkenal di Kabupaten Bogor adalah Gunung Halimun Salak, namun masih ada banyak tempat indah lain yang tak kalah cantik seperti Kawah Ratu. Biasanya, kawah berada di puncak gunung, namun berbeda dengan Kawah Ratu yang ada di perut gunung. Kawah Ratu berada di Kawasan Taman Nasional Halimun yang memiliki ketinggian 800 - 900 mdpl. Lokasinya berada di kaki Gunung Salak yang berada di sisi lereng Selatan Gunung Salak. Sedangkan secara administrasi pemerintahan, lokasi wisata yang berbatasan dengan Desa Cidahu, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
Kawah ini sudah sering dijadikan tujuan heking atau pendakian, sebagai suatu fenomena alam yang menarik.
Kawah Ratu sangat cocok untuk para pemula dan persiapan bagi pendaki yang akan mendaki ke gunung yang lebih tinggi.
Perjalanan saya untuk menuju ke Kawah Ratu tidak sendirian, namun saya bersama rombongan Mapala yang ada di kampus saya.
Anggota yang mengikuti pendakian ke Kawah Ratu tidak hanya berasal dari mahasiswa/i kampus saja, melainkan ada beberapa volunteer yang ingin mengikuti pendakian ini.
Sebelum hari keberangkatan kami harus mempersiapkan barang bawaan seperti baju ganti, makanan, minuman, jas hujan, dan jangan lupa membawa obat – obatan pribadi.
Ketika hari itu tiba tepatnya pada hari Kamis, 28 September 2023 saya dan rombongan berangkat dari Kota Bogor menuju Kawah Ratu menggunakan transportasi angkot yang sudah disewa.
Sekitar pukul 07.00 WIB sudah berada di titik kumpul, namun rombongan kami masih belum siap karena masih ada yang sedang sarapan.
Setelah semuanya siap, tidak lupa sebelum berangkat kami berdoa bersama agar sehat dan selamat dalam perjalanan berangkat maupun perjalanan pulang.
Waktu menunjukkan pukul 08.30 WIB, kami pun berangkat menuju Kawah Ratu.
Ada tiga jalur resmi untuk mencapai Wisata Kawah Ratu yaitu jalur Bumi Perkemahan Gunung Bunder, Pasir Reungit, dan Bumi Perkemahan Cengkuang.
Rute perjalanan yang sangat singkat adalah melalui rute jalur Pasir Reungit. Lokasinya berjarak 3,6 kilometer atau sekitar 2 – 3 jam dari Jalur Pasir Reungit. Karena jalan yang dilalui berberbatu membuat pengunjung hanya dapat mengaksesnya dengan berjalan kaki.
Untuk roda empat dan roda dua bisa memarkir di area yang sudah disediakan. Lokasi yang dikelola swadaya oleh masyarakat itu mempunyai harga tiket masuk (HTM) kisaran 20 ribu per orang.
Namun, jika belum pernah mendaki sebelumnya, maka diwajibkan mendaki bersama guide yang telah disediakan, dengan biaya sewa kurang lebih 300 ribu untuk sampai ke Kawah Ratu.
Setelah melewati pintu masuk gerbang Kawah Ratu, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan dengan melewati jalan berbatu.
Untuk memulai perjalanan pengunjung akan melewati rute pendakian awal sampai ke Kawah Mati dengan melewati hutan belantara.
Hutan belantara adalah jalur pendakian yang didominasi tanah bebatuan besar yang keras.
Di sepanjang jalur ini juga melewati sumber air dan sungai dengan air yang jernih yang mengalir, bahkan kadang terlihat hewan air seperti ikan – akan kecil.
Pengunjung juga dimanjakan dengan keseruan penemuan pohon yang lebat dan rimbun membentuk seperti terowongan mini, lalu bisa berjalan menerobos dibagian bawahnya.
Karena Bogor adalah kota hujan, pengunjung harus lebih berhati – hati karena terkadang ada genangan air yang membuat akses tersebut menjadi licin.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam dengan beberapa kali istirahat sebentar, akhirnya sekitar pukul 11.25 kami tiba di sumber mata air terakhir sebelum sampai ke Kawah Ratu, pengunjung dapat dimanjakan berupa sungai dengan aliran air yang tak begitu deras, dengan air yang sangat jernih dan juga bersih.
Kebersihan air di Sungai itu membuat pengunjung bisa menyicipi langsung, dan rasanya sangat segar sekali.
Untuk pengunjung yang ingin mengisi ulang stok air minumnya, maka ambil lah air disini, karena disini tempat air terakhir yang dapat dikonsumsi dan setelah rute ini adalah kawasan kawah, jadi air tersebut akan tercampur dengan belerang dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Seusai istirahat di sungai terakhir, kami melanjutkan perjalanan kembali. Membutuhkan waktu sekitar 20 menit, kami tiba dikawasan Kawah Mati.
Lokasi ini berada pas di pinggiran Kawah Ratu, medan berganti hutan belantara, menjadi jalur bebatuan khas kawah gunung, dan bau belerang sudah mulai tercium aromanya.
Kawasan ini memiliki tanjakan yang terjal dan lumayan curam.
Ditempat inilah menjadi saksi bisu tepatnya diantara bebatuan tanjakan terjal ini, terdapat sebuah monument yang sengaja dibuat untuk mengenang “Supriyadi”, yang merupakan salah satu anggota komunitas pecinta alam “Cadas” yang telah meninggal saat mendaki ke Kawasan Kawah Ratu disebabkan menghirup gas beracun yang dikeluarkan oleh kawah.
Tanpa berlama – lama karena cuaca yang cukup terik perjalanan pun dilanjutkan, rute kali ini pengunjung akan melewati kawah mati.
Pemandangan yang disajikan sangat bagus, ada bebatuan dan pasir putih, dan pohon – pohon yang tumbuh tanpa daun. Setelah menempuh perjalanan dengan waktu yang kurang lebih 20 menit dari Kawah Mati dengan melalui akses pendakian yang menurun menuju ke bawah kawah, akhirnya destinasi yang kami tuju sampai, yaitu Kawah Ratu.
Rasa capek mendaki pun terbayar karena disini dimanjakan pemandangan yang sangat mempesona. Bebatuan belerang putih dengan pasir disekitar, dengan diselimuti asap tebal yang menandakan Tingkat belerang cukup tinggi.
Sekumpulan asap ini tidak mengganggu penglihatan, namun menimbulkan kesan yang indah.
Di kawasan ini juga memiliki beberapa titik yang dimana air belerang tersebut berwarna abu-abu yang bisa disaksikan mendidih karena air tersebut adalah air panas yang keluar menyembur dari tanah.
Pesona dari pemandangan yang disajikan di Kawah Ratu membuat pengunjung mengabadikan moment yang nantinya dapat diunggah di media sosialnya.
Tidak jauh dari akses jalan yang menuruni kawah, penggunjung juga dimanjakan dengan aliran sungai belerang yang berwarna biru tosca.
Sungai yang memiliki aliran air berwarna biru tosca itu mengalir dan membelah bebatuan, dapat dilihat posisi belakangnya berlatar gunung dengan asap belerang yang mengepul ke atas.
Tibanya di Kawah Ratu sekitar pukul 13.00, dan rombongan kami memutuskan untuk beristirahat. Menikmati keindahan ini, beberapa dari kami ada yang berpencar, ada yang foto-foto, ada yang membangun tenda dan menikmati bekal yang dikemas dari rumah.
Setelah kami puas mengabadikan moment dan beristirahat, kami memutuskan untuk kembali turun.
Akses jalan yang dilalui hampir sama dengan tracking di awal, namun hanya saja jalan yang dilalui tersebut dengan cara turun.
Sekitar 1,5 jam perjalanan, saya tertinggal rombongan dan hanya berdua dengan teman dekat saya, namun disitu kami tidak begitu takut karena ada pendaki lain yang sedang turun juga.
Bebatuan yang cukup licin membuat saya hiloang keseimbangan dan kaki kanan saya terkilir. Kejadian yang sungguh apes bagi saya, rasanya sungguh amat nikmat, tetapi saya tidak menggurungkan waktu lama – lama karena saya harus sampai loket dan menyusul rombongan.
Melanjutkan perjalanan walaupun sedikit pincang dan hingga pada akhirnya saya ditolong oleh salah satu rombongan yang berasal dari Jakarta. Pengunjung tersebut diberikan sebatang bambu yang memiliki tinggi kurang lebih 160 centimeter.
“Teh, jalan nya pelan – pelan aja soalnya licin. Eh tapi kaki nya kayanya terkilir ya, yaudah nih teh pakai tongkat punya saya aja” kata pria yang kisaran umurnya 23 tahun.
Tanpa pikir panjang saya menerima tongkat itu dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepadanya.
Lalu saya dan teman saya melanjutkan perjalanan, hingga 45 menit berjalan akhirnya kami tiba di loket pembelian karcis.