Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, dan Nafsu Perang Emmanuel Macron

Presiden Macron menyatakan barat akan melakukan segala cara untuk mencegah Rusia memenangkan perang di Ukraina. Bila perlu mengirim tentaranya Eropa.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, dan Nafsu Perang Emmanuel Macron
SERGEI SUPINSKY / AFP
Presiden Prancis Emmanuel Macron berjabat tangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) diapit oleh Perdana Menteri Italia Mario Draghi (kiri) dan Kanselir Jerman Olaf Scholz (kanan) di Istana Mariinsky, di Kyiv, pada 16 Juni 2022. 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Presiden Pranciss Emmanuel Macron awal bulan lalu di Paris melontarkan gagasan pengiriman pasukan Eropa langsung ke medan tempur Ukraina.

Gagasan itu langsung ditentang Jerman dan beberapa negara Eropa lain. Di antara negara-negara Uni Eropa, Macron muncul sebagai figur kuat yang terlihat bernafsu melawan Rusia.

Dalam konteks geopolitik di tengah lemahnya Jerman, Macron tampak ingin tampil menonjol di hadapan AS maupun Inggris.

Kabar terbaru, Macron telah memerintahkan pengiriman aneka kendaraan tempur lapis baja serta rudal tambahan ke Ukraina.

Langkah dan Keputusan itu disampaikan Menteri Pertahanan Prancis, Sebastien Lecornu. Pengiriman dimulai musim panas ini dan berlanjut selama dua tahun ke depan.

Baca juga: Enggan Dicap Pengecut, Macron Minta NATO Lawan Rusia, AS: Ukraina Tak Minta Itu

Baca juga: Sekutu Putin Sebut Usul Macron Terjunkan Pasukan Darat Serang Rusia Picu Perang Dunia Ketiga

Lecornu berbicara kepada surat kabar La Tribune Dimanche. Menurut Lecornu, keputusan itu diinstruksikan Presiden Emmanuel Macron guna membantu Kiev.

Rudal yang akan dikirim adalah Aster, yang akan menyusul rudal Storm Shadow yang telah digunakan di Ukraina. Sementara ranpur yang akan disumbangkan adalah lapis baja VAB.

BERITA REKOMENDASI

Militer Prancis saat ini sedang berupaya mengganti ribuan pengangkut personel lapis baja VAB (Véhicule de l’Avant Blindé) – yang pertama kali beroperasi sekitar 45 tahun lalu – dengan APC lebih baru.

Macron sebelumnya menyatakan barat akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk mencegah Rusia memenangkan perang.

Pertanyaan sekarang, mengapa Macron dan Prancis begitu bersemangat memerangi Rusia lewat Ukraina?

Sejarah berabad telah menanamkan sebuah kenyataan yang tak kunjung terwujud. Watak imperialisme Prancis gagal di tanah Rusia.

Napoleon Bonaparte memimpin upaya nyaris mustahil merebut Moskow. Ia yang memimpin langsung misi tempur itu, menyeberangi pegunungan Alpen.

Misi Napoleon Bonaparte ke ibu kota Prusia saat itu hampir berhasil.

Pasukan Napoleon maju dan terlibat pertempuran Borodino, sebelum masuk Moskow pada 1812.

Tapi Jenderal Mikhail Illarionovich Kutuzov dan Tsar Aleksandr I membakar kota Moskow, dan memanfaatkan musim dingin yang sangat buruk.

Pasukan Prancis gagal menemukan logistik baru, dan berakhir kemunduran memalukan. Raja Swedia, Jenderal Bernadotte yang tadinya menyokong Napoleon, berbalik arah.

Kekalahan di Moskow menjadi rangkaian pamungkas sejarah kekuasaan Napoleon Bonaparte sebelum jatuh.

Dua tahun kemudian, pasukan Rusia berbalik ikut mengepung Paris, dan pada 31 Maret 1814, skuadron kavaleri Kaisar Rusia Alexander I memasuki ibu kota Prancis.

Jatuhnya ibu kota Prancis menyebabkan turunnya Kaisar Bonaparte dan mengakhiri perang Napoleon yang telah berlangsung lama.

Prancis di berbagai palangan tempur harus menghadapi gabungan kekuatan militer kerajaan Inggris, Belanda, dan Prusia.  

Pengepungan dan pertempuran Paris berlangsung 18 jam, sebelum pasukan Napoleon mengibarkan bendera putih.

Serangan terakhir terhadap Paris dimulai pada pukul 6 pagi pada 30 Maret. Penyerahan kota ditandatangani pada pukul 2 pagi pada 31 Maret di La Vilette.

Jumlah petempur Prancis yang menyerah di Paris diperkirakan mencapai 45 ribu orang. Serangan sengit musuh mematahkan keinginan mereka untuk terus bertarung.

Alexander I teringat apa yang dilakukan Prancis terhadap Moskow dan menyatakan pasukannya tidak akan menyerbu ibu kota Prancis hanya jika tentara Prancis meninggalkannya.

Perjanjian damai yang disetujui oleh para pemenang tidak mengatur pembayaran reparasi.

Paris adalah kota terbesar di Eropa dengan jumlah penduduk 714.600 jiwa.

Sekutu mendekatinya dari timur laut dalam tiga kolom utama yang berjumlah 100.000 tentara, termasuk 63.000 tentara Rusia.

Saat pasukan bergerak menuju pusat kota Paris, suasana hati penduduk setempat berubah.

Warga Paris, yang semula menduga akan terjadi pembalasan gila-gilaan oleh pasukan Rusia, akibat kehancuran Moskow pada 1812, melihat unit-unit Rusia berperilaku menahan diri dan bersahabat.

Setelah Paris direbut, pada 6 April 1814, Napoleon, yang kehilangan pasukan besarnya, turun tahta di Fontainebleau dan diasingkan ke pulau Elba.

Saat peringatan jatuhnya Paris dan Napoleon pada 31 Maret 2024, Moskow mengingatkan para pemimpin Perancis modern akan sejarah ini.

Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengucapkan sindiran kepada pihak berwenang Prancis pada peringatan 210 tahun masuknya tentara Rusia ke Paris setelah kemenangan Rusia dalam Perang Patriotik 1812.

“Selamat berlibur kepada Wali Kota Paris Anne Hidalgo dan seluruh lapisan Russofobia dari otoritas Prancis saat ini! Pada saat itu, para pendahulu mereka tidak menghargai perdamaian Rusia dan harus menanggung akibatnya. Kami mendukung perdamaian dan kerja sama, namun atas dasar kesetaraan. Kami sangat menghargai pengalaman unik interaksi kami dengan Prancis, tetapi siapa pun yang membawa pedang akan… (jatuh oleh pedang).”

“Dalam sejarah Rusia, kampanye ini disebut sebagai Kampanye Luar Negeri tentara Rusia, yang dilakukan bersama dengan tentara sekutu — Prusia, Austria, Swedia, Inggris Raya, sebagai akibatnya negara-negara Eropa dibebaskan dari penindasan Prancis,” tulis Zakharova dalam pesannya.

“Rusia memainkan peran penting dalam menjaga Perancis tetap berada di dalam perbatasannya dan mengambil alih kota-kota Perancis di bawah perlindungannya, mencegah penjarahan oleh pasukan Prusia dan Austria,” lanjutnya.

“Dengan dekrit Alexander I, tentara Rusia memastikan koleksi Louvre dan museum Prancis lainnya serta monumen bersejarah tidak dapat diganggu gugat,” kenang Kementerian Luar Negeri Rusia.

Kementerian Luar Negeri Rusia memberikan pelajaran sejarah kepada Paris sebagai tanggapan atas pernyataan kasar Wali Kota Paris bahwa atlet Rusia dan Belarusia tidak akan diterima di Paris.

Sebaliknya Paris sangat mendukung warga Ukraina. Pernyataan Wali Kota Paris itu terkait Olimpiade Paris 2024.

Atlet Rusia dan Belarusia mendapat pembatasan luar bisa, termasuk oleh kebijakan Komite Olimpiade Dunia (OIC).

Atlet Rusia bahkan tidak boleh tampil di nomer beregu, hanya di lomba perorangan. Itu pun tidak boleh membawa atribut negaranya.

Kebijakan tidak adil OIC ini sebagai reaksi politik komite olahraga dunia itu terkait konflik dan perang Rusia-Ukraina.

Banyak kalangan menuding OIC menjalankan politisasi olah raga, serta menjauhkan olimpiade dari spirit asli olah raga.

OIC juga dinilai diskriminatif, karena Israel yang bertindak keji di luar batas kemanusiaan atas penduduk Palestina, dibiarkan begitu saja.

Kembali soal sentimen negatif elite Prancis dan Macron terhadap Rusia, sulit untuk tidak mengaitkannya dengan sejarah elite masa lalu negara itu.

Napoleon Bonaparte I gagal menundukkan Rusia. Hal sama diulang Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman.

Kini, Emmanuel Macron tampaknya mengikuti jejak Napoleon Bonaparte dan Adolf Hitler, ingin mengalahkan Rusia, dengan segala cara.

Sesuatu yang bakal gagal, dan mungkin akan merusak Prancis serta Eropa secara signifikan.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas