Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Konflik di Laut China Selatan: Apa Kepentingan Indonesia dan Perlukah Dukungan dari Masyarakat?
konflik Laut China Selatan, namun bagi sebagian besar warga Indonesia berita itu dianggap seperti informasi biasa dan tidak akan memberikan dampak.
Editor: Wahyu Aji
2. Kesadaran dan Pendidikan Publik
Dengan adanya dukungan masyarakat, edukasi tentang pentingnya Laut China Selatan dan hak-hak maritim Indonesia menjadi lebih luas. Masyarakat yang terinformasi dengan baik dapat mendukung kebijakan yang proaktif dan berkelanjutan dalam menjaga kedaulatan maritim dan mendukung proses arbitrase internasional.
3. Legitimasi di Mata Internasional
Dukungan publik menunjukkan kepada dunia internasional bahwa tindakan pemerintah bukan hanya keputusan elit politik, tetapi juga mencerminkan kehendak rakyat. Hal ini memperkuat posisi Indonesia dalam arbitrase internasional, menunjukkan bahwa Indonesia bersatu dalam memperjuangkan hak-haknya sesuai dengan hukum internasional.
4. Penguatan Diplomasi dan Negosiasi
Ketika masyarakat mendukung upaya diplomasi dan arbitrase internasional, hal ini memberikan sinyal positif kepada negara-negara lain bahwa Indonesia berkomitmen pada penyelesaian damai dan hukum. Ini dapat memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi multilateral dan bilateral terkait sengketa di Laut China Selatan.
5. Solidaritas Regional dan Global
Dukungan masyarakat dapat meningkatkan solidaritas dengan negara-negara ASEAN lainnya yang juga memiliki klaim di Laut China Selatan. Ini memperkuat posisi kolektif ASEAN dalam menghadapi negara-negara yang memiliki klaim berlebihan di kawasan tersebut.
Sebagai masyarakat Indonesia yang turut peduli kepada bangsanya dalam menangani potensi ancaman konflik Laut Cina Selatan, perlu adanya dukungan riil dan langkah nyata melalui beberapa hal, diantaranya adalah:
- Tidak melakukan protes bila pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan dan langkah strategis tentang Laut Cina Selatan.
- Peran para akademisi dalam memperbanyak tulisan-tulisan dan riset tentang Laut Cina Selatan sebagai Effective Occupation terhadap wilayah Laut Natuna Utara yang sudah ditetapkan masuk ke ZEEI.
- Lembaga pendidikan lebih banyak mengadakan seminar, diskusi dan publikasi untuk menyebarkan informasi dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu yang terkait dengan Laut Cina Selatan.
- Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas dengan melaporkan aktivitas yang mencurigakan atau ilegal di wilayah Laut Cina Selatan kepada pihak berwenang.
- Kerjasama dengan pihak berwenang untuk mencegah aktivitas ilegal seperti penangkapan ikan ilegal, pencemaran laut, dan kegiatan tidak sah lainnya.
- Dukungan terhadap kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi maritim, seperti investasi dalam industri perikanan, pariwisata laut, dan infrastruktur maritim.
- Masyarakat dapat berpartisipasi dalam forum-forum dialog dan diplomasi publik, baik di dalam negeri maupun internasional, untuk mendukung posisi pemerintah.
Kesimpulan
Konflik Laut China Selatan yang diawali dari tahun 1950 sampai dengan hari ini tidak hanya dialami oleh Indonesia saja, namun juga dirasakan oleh beberapa negara di Asia.
China menggunakan konsep Nine Dash Line (sembilan Garis Putus-Putus) untuk mengklaim wilayah laut sejauh 2 Km2 berdasarkan peta historis pasca Perang Dunia II.
ZEEI yang berada di wilayah perairan Laut Natuna masuk ke dalam Nine Dash Line tersebut sehingga menimbulkan konflik antara Indonesia dan China atas kepentingan yang tumpang tindih tersebut.
Masyarakat Indonesia penting untuk memahami konflik ini, sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah bila suatu saat terjadi konflik yang lebih besar lagi dan sampai ke pengadilan Arbitrase Internasional.