Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Meningkatkan Kualitas Demokrasi Melalui Pemilu Inklusif
Terpenuhinya hak-hak politik penyandang disabilitas dalam bentuk partisipasi, dapat menjadi jembatan menuju Pemilu yang inklusif.
Editor: Sri Juliati
Oleh Luvita Eska Pratiwi
Mahasiswi Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro
TRIBUNNEWS.COM - Demokrasi semakin diyakini sebagai bentuk pemerintahan negara yang paling ideal untuk mewujudkan kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.
Terselenggaranya Pemilu secara teratur dan damai merupakan ciri utama negara demokrasi modern.
Gunawan Sumodiningrat & Ary Ginanjar Agustian (2008), mendefinisikan demokrasi sebagai sebuah model pemerintahan di mana rakyat berperan serta secara aktif dan memiliki hak yang sama dalam proses perumusan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Secara langsung atau pun melalui perwakilan, rakyat diberikan wewenang untuk merumuskan, mengembangkan, dan menyusun sebuah produk hukum.
Indonesia mengalami beberapa periode perjalanan demokrasi.
Menurut Afan (1999), perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam empat periode, yaitu periode revolusi pada awal kemerdekaan, demokrasi parlementer 1950-1959, demokrasi terpimpin 1959-1965, dan demokrasi Orde Baru 1965-1998.
Praktik demokrasi untuk masing-masing periode itu memiliki corak yang berbeda.
Cara berpikir dan berperilaku masyarakat memiliki andil dalam menentukan corak demokrasi di suatu negara, sehingga dalam pelaksanaannya akan memiliki karakteristik dan implementasi yang berbeda.
Kita memang pantas bangga, Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia di bawah India dan Amerika Serikat.
Sejak tahun 1955, Indonesia telah menyelenggarakan Pemilu sebanyak 12 kali.
Namun demikian, Pemilu yang teratur dan terus-menerus itu haruslah selalu dievaluasi untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita guna mewujudkan cita-cita luhur bangsa, yakni terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan bermartabat.
Baca juga: Jika Tidak Puas Hasil Pemilu Ulang, Caleg Bisa Gugat Lagi ke MK
Menurunnya Kualitas Demokrasi
Dewasa ini kualitas demokrasi secara global berkecenderungan mengalami penurunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2021 sebesar 78,12. Angka tersebut termasuk kategori "sedang".
IDI diukur dengan menggunakan tiga aspek, yakni kebebasan, kesetaraan, dan kapasitas lembaga demokrasi.
Sementara itu, hasil pengukuran IDI oleh Economist Intelligent Unit (EIU), Indonesia berada pada kategori "flawed democracy" atau "demokrasi terbatas", dan menduduki peringkat 52 dunia dengan total nilai 6,71/10.
Sebagai ukuran penilaian, Norwegia menjadi peringkat pertama dengan perolehan indeks demokrasi 9,75/10.
Capaian nilai tersebut dianggap baik karena empat dari variabel dalam indeks ini mendapatkan nilai di atas rata-rata dunia.
Variabel proses Pemilu dan pluralisme mendapatkan nilai 7,92/5,63, variabel fungsi pemerintah 7,86/4,64, variabel partisipasi politik 7,22/5,39, dan variabel kebebasan sipil 6,18/5,37.
Skor terendah Indonesia terletak pada variabel budaya politik, yakni dengan skor 4,38/5,38. Skor tersebut berada di bawah rata-rata global.
Pemilu Inklusif di Kabupaten Klaten
KPU Klaten berusaha meningkatkan kualitas demokrasi pada Pemilu 2024 dengan mewujudkan Pemilu inklusif.
Pada Pemilu inklusif, Pemilu diselenggarakan dengan memberi kesempatan yang sama kepada rakyat jelata, kaum miskin dan lanjut usia, penyandang disabilitas, perempuan, kaum muda, serta golongan minoritas keagamaan dan etnik dalam agenda politik negara.
Dalam Pemilu inklusif, nilai-nilai dasar demokrasi seperti persamaan dan kesetaraan hak serta pengakuan terhadap nilai keberagaman masyarakat sungguh hendak diwujudkan.
Pemilu diselenggarakan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara yang telah berhak memilih tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan berbagai keterbatasan lainnya.
Hal tersebut diterjemahkan dengan cara mengoptimalkan pelayanan terhadap pengguna hak pilih, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat pemilih tanpa memandang suku, ras, agama, jenis kelamin, penyandang disabilitas, status sosial ekonomi dan lain-lain.
Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Kabupaten Klaten sebanyak 971.518 pemilih. Sementara pengguna hak pilih di TPS sebamyak 857.954 pemilih, atau sebesar 87,94 persen.
Pengguna hak pilih tersebut terdiri dari pemilih yang terdaftar di DPT sebanyak 846.583 pemilih, DPTb sebanyak 6.354 pemilih, dan DPK sebanyak 5.017 pemilih.
DPTb merupakan daftar pemilih tambahan yang telah terdaftar dalam DPT di suatu TPS, yang karena keadaan tertentu pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar dan diberikan kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya di TPS lain.
Sementara DPK adalah daftar pemilih khusus, di mana pemilih tersebut memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar, baik dalam DPT maupun DPTb.
Indikator lain yang menggambarkan sebuah Pemilu inklusif di Kabupaten Klaten, adalah meningkatnya jumlah penyandang disabilitas yang berhasil dicatat dalam DPT Pemilu 2024, yaitu sebanyak 8.667 pemilih.
Hal tersebut sejalan dengan jumlah penyandang disabilitas yang menggunakan hak pilihnya di TPS, yaitu sebanyak 2.663 pemilih atau sekitar 30,73 persen.
Capaian tersebut memang masih jauh dari harapan. Namun demikian, angka itu sudah jauh meningkat jika dibanding pada Pemilu 2019.
Saat itu, tercatat sebanyak 825 pemilih atau sekitar 28,43 persen pemilih disabilitas yang menggunakan hak pilihnya.
Meningkatnya angka partisipasi pemilih menunjukkan kualitas demokrasi yang semakin baik.
Secara keseluruhan, partisipasi Pemilu 2024 di Kabupaten Klaten menembus angka 87,69 persen.
Angka ini meningkat sebesar 5,47 persen dari Pemilu tahun 2019, dan 12,23 persen dari Pemilu 2014.
Kenaikan partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 ini sekaligus bisa menjadi sebuah gambaran bahwa tingkat kesadaran masyarakat di Kabupaten Klaten untuk menggunakan hak pilihnya semakin tinggi.
Menilik pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, negara turut menjamin hak-hak politik penyandang disabilitas, termasuk di dalamnya hak untuk menentukan pilihannya dalam sebuah Pemilu.
Terpenuhinya hak-hak politik penyandang disabilitas dalam bentuk partisipasi, dapat menjadi jembatan menuju Pemilu yang inklusif.
Meningkatkan Kualitas Demokrasi
Kualitas demokrasi dapat ditingkatkan melalui penyelenggaraan Pemilu yang bersifat inklusif.
Hal tersebut antara lain dapat diwujudkan melalui pemberian penguatan akses dan kesetaraan bagi penyandang disabilitas dalam Pemilu.
Upaya itu antara lain dapat dilakukan dengan memaksimalkan penyandang disabilitas, kelompok marginal, dan warga masyarakat berkebutuhan khusus lainnya yang memiliki hak pilih untuk masuk dalam daftar pemilih.
Pemberian layanan dan pendampingan khusus bagi pemilih penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya dalam menggunakan hak pilihnya di TPS.
Mereka juga perlu mendapatkan akses informasi dan pendidikan politik yang memadai guna terlibat secara utuh dalam proses Pemilu.
Sebab, sungguhnya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dalam proses Pemilu adalah hak dasar yang harus diberikan negara kepada mereka.
Jangan sampai penyandang disabilitas menjadi kelompok masyarakat yang terlupakan atau terabaikan dalam pesta demokrasi di Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini.
Jaminan atas aksesibilitas bagi penyandang disabilitas ini tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pada Pasal 41 undang-undang tersebut diantaranya disebutkan: "Setiap penyandang disabilitas, lansia, dan wanita hamil berhak memperoleh kemudahan dan perlakukan khusus".
Jaminan aksesibilitas secara lebih khusus terdapat pada Pasal 18 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang berbunyi: "Hak aksesibilitas untuk penyandang disabilitas meliputi hak mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik, dan mendapatkan akomodasi yang layak sebagai bentuk aksesibilitas bagi individu".
Oleh karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi melalui pelaksanaan Pemilu inklusif adalah dengan cara meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu.
Dengan kualitas demokrasi yang semakin meningkat, maka diharapkan kedaulatan dan kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita bersama dapat semakin diwujudkan. (*)