Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pengabdian 78 Tahun Polisi, 'Tantangan dan Harapan Masyarakat'
Tugas Polri saat ini memberikan gambaran jelas tentang kompleksitas tugas yang harus diemban, serta kebutuhan mendesak untuk perubahan yang signifikan
Editor: Eko Sutriyanto
OIeh Alexander Philiph Sitinjak*)
SETIAP tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara atau hari Kepolisian Republik Indonesia. Kini pada ulang tahunnya ke-78, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dihadapkan pada harapan masyarakat yang semakin tinggi.
Polri dituntut untuk menjadi institusi yang tegas dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Di tengah proses reformasi birokrasi dan modernisasi yang sedang berlangsung, Polri harus mampu menjawab berbagai tantangan yang ada dengan integritas dan komitmen yang kuat serta setiap personilnya harus mampu menjadi contoh nyata maupun teladan hidup bagi masyarakat.
Tugas Polri saat ini memberikan gambaran jelas tentang kompleksitas tugas yang harus diemban, serta kebutuhan mendesak untuk perubahan yang signifikan. Karena begitu banyak risiko yang menguras reputasi baik Polri, akibat dari penanganan laporan masyarakat yang sangat lambat, pelanggaran penyelidikan maupun penyidikan, oknum yang viral karena kasus asusila atau perbuatan lain yang dianggap tidak pantas oleh masyarakat, dan viralnya pejabat/personel maupun anggota keluarga Polri yang hidup mewah serta memamerkannya di media sosial.
Transparansi dan akuntabilitas dalam menangani laporan sangat penting untuk membangun kepercayaan publik. Masyarakat berharap setiap laporan yang masuk ditangani dengan serius dan profesional. Namun, tidak jarang terdapat keluhan tentang lambatnya respons dan kurangnya transparansi dalam proses penanganan. Untuk mengatasi hal ini, Polri perlu memperkuat mekanisme pengaduan yang transparan dan responsif, serta memastikan bahwa setiap laporan ditindaklanjuti dengan cepat dan adil hingga tidak ada celah dari oknum Polri untuk “mempermainkan masyarakat”.
Baca juga: Jokowi Tunggangi Mobil Taktis Maung saat Inspeksi Pasukan di HUT ke-78 Bhayangkara
Pelanggaran dalam proses penyelidikan dan penyidikan merupakan isu krusial yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Kasus-kasus penyelidikan yang tidak sesuai prosedur, manipulasi barang bukti, atau intimidasi terhadap saksi dan tersangka adalah beberapa contoh pelanggaran yang sering mencuat. Polri harus meningkatkan pengawasan internal dan eksternal untuk memastikan bahwa setiap tindakan penyelidikan dan penyidikan dilakukan sesuai dengan hukum dan etika profesi. Pelatihan berkelanjutan tentang prosedur penyelidikan yang benar dan etika profesi sangat penting untuk mencegah terjadinya pelanggaran tersebut.
Untuk kasus viralnya oknum polisi yang terlibat dalam tindakan asusila maupun oknum polisi beserta anggota keluarganya yang hidup mewah dan memamerkannya di media sosial, itu sangat merusak citra reputasi Polri. Polri harus bersikap tegas dalam menindak anggota yang terbukti melakukan pelanggaran moral dan etika, serta menerapkan disiplin internal tanpa pandang bulu untuk menjaga integritas dan kehormatan institusi.
Baca juga: Polisi Ulang Tahun ke-78, KontraS Beberkan 15 Peristiwa Salah Tangkap dalam Setahun
Proses rekrutmen dan pendidikan juga harus lebih selektif dan berfokus pada pembentukan karakter yang kuat dan berintegritas tinggi. Selain itu, gaya hidup mewah yang dipamerkan oleh segelintir oknum tidak hanya menimbulkan kecemburuan sosial, tetapi juga kecurigaan terhadap sumber kekayaan yang tidak wajar.
Polri perlu menerapkan aturan ketat terkait gaya hidup dan harta kekayaan anggotanya. Terobosan yang sangat berani diambil tidak hanya mewajibkan setiap personil menyampaikan laporan harta kekayaannya melalui LHKPN kepada KPK, jika berani Polri perlu melakukan pengawasan rutin untuk memastikan bahwa kekayaan yang dimiliki sesuai dengan penghasilan yang sah.
Tantangan-tantangan ini menuntut Polri untuk melakukan reformasi menyeluruh yang tidak hanya bersifat struktural, tetapi juga kultural. Reformasi struktural mencakup perbaikan sistem dan prosedur kerja, penerapan teknologi informasi, serta peningkatan kesejahteraan anggota. Sementara itu, reformasi kultural memerlukan perubahan sikap dan budaya kerja yang lebih berorientasi pada pelayanan publik dan penegakan hukum yang adil dan transparan.
Baca juga: HUT Ke-78 Polri: IPW Beri Catatan Mulai dari Kasus Wadas, Rempang, Afif Maulana hingga Judi Online
Reformasi dan modernisasi Polri merupakan langkah esensial untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas. Upaya ini mencakup perbaikan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas, serta peningkatan transparansi dalam setiap aspek operasional. Kerja sama dengan lembaga antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi kunci dalam memerangi praktik korupsi yang masih membayangi tubuh Polri, penguatan kerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk memperkuat manajemen risiko maupun tata kelola yang baik, juga tak lupa memperkuat kerjasama kepada Ombudsman terkait dengan penanganan aduan masyarakat. Dengan memperkuat sistem dan kerjasama, Polri dapat membuka jalur komunikasi yang lebih terbuka dan responsif terhadap kritik dan saran dari publik.
Dalam menjaga keamanan dan ketertiban, Polri harus mampu menghadapi berbagai ancaman yang semakin kompleks, pintar, dan manipulatif, seperti terorisme, narkotika, dan kejahatan siber.
Teknologi canggih dapat menjadi alat yang efektif untuk mendukung operasional Polri melalui penggunaan sistem informasi manajemen, CCTV, dan teknologi penyidikan modern yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum.
Baca juga: Hari Bhayangkara Ke-78: Luhut Menilai Polri Memiliki Komitmen Kuat dalam Menjaga Iklim Investasi