Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ayo Sekolah, Jangan Lagi Ada Jutaan Anak Indonesia Putus Sekolah karena Ketiadaan Biaya
Tak sedikit anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah, karena tidak lolos PPDB. Orangtuanya tidak mampu menyekolahkan anak ke sekolah swasta.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Yulis
JUTAAN siswa pada hari senin (15/7/2022) sudah masuk sekolah kembali di tahun ajaran 2024/2025. Wajah riang gembira siswa memancarkan semangatnya menuntut ilmu.
Tak sedikit orangtua siswa yang rela izin terlambat bekerja, demi mengantarkan putra-putrinya masuk sekolah di hari pertama. Para guru dan perangkat sekolah pun menyambut hangat siswa yang sudah dua pekan lamanya libur kenaikan kelas.
Kita tengok sejenak proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berlangsung sebelumnya. Secara keseluruhan berjalan lancar.
Hanya sedikit riak seperti peristiwa dipalangnya gerbang sekolah SMPN 1 Cibinong, Kabupaten Bogor dengan mobil Toyota Fotumner lantaran anaknya tidak lolos PPDB. Ada juga orangtua siswa yang mengukur jalan pakai meteran dan kayu untuk memastikan jarak rumahnya dengan sekolah karena kalah bersaing di sistem zonasi.
Pekerjaan rumah dari pemerintah adalah, seberapa besar bisa menampung para siswa yang masuk kategori wajib belajar namun malah menjadi anak tidak sekolah (ATS). Tak sedikit anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah, karena tidak lolos PPDB. Orangtuanya tidak mampu menyekolahkan anak ke sekolah swasta.
Catatan Badan Pusat Statistik, di tahun 2023 terdapat 3.094.063 anak Indonesia yang tidak sekolah. Faktornya beragam. Perincian ATS pada tiap jenjang, yaitu tingkat SD sebanyak 161.441 anak, tingkat SMP sebanyak 688.311 anak, dan SMA sebanyak 2.244.311 anak.
Banyaknya anak putus sekolah karena tidak lolos PPDB, dan sebagian besar adalah permasalahan ekonomi orangtua siswa yang tak mampu membiayai anaknya sekolah.
Baca juga: Kecewa Anaknya Tidak Lolos PPDB, Orangtua di Bogor Parkir Mobil Fortuner di Depan Gerbang Sekolah
Sesuai amanat UUD 1945, maka pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar bagi warga negaranya. Tak ada alasan bagi pemerintah daerah maupun pusat, kekurangan kelas atau sekolah tidak dapat dipakai karena rusak.
Setiap anak memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak, terlepas dari kondisi ekonomi orangtuanya.
Pemerintah juga harus membenahi manajemen kebijakan pendidikan terkait anggaran. Selama ini hampir setengah jumlah anggaran pendidikan nasional dari APBN dikelola dan dikendalikan pemerintah pusat.
Di sisi lain, banyak pemerintah daerah cenderung tak menyediakan alokasi anggaran yang memadai untuk sektor pendidikan pada APBD masing-masing. Pemerintah di beberapa daerah bahkan terkesan beranggapan bahwa pembiayaan pendidikan di wilayahnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.
Sudah saatnya pemangku kebijakan meletakkan permasalahan sumber daya manusia ini di peringkat prioritas pertama. Indonesia akan sulit berkompetisi di kancah global jika angka indeks pembangunan manusianya masih rendah.