Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Magang Merdeka: Mencetak Sarjana Berkualitas atau Tenaga Kerja Murah? 

Fenomena tersebut seolah menjustifikasi pernyataan bahwa kuliah hanya sekadar perjuangan mencari ijazah alih-alih perjuangan mencari ilmu bermanfaat.

Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Magang Merdeka: Mencetak Sarjana Berkualitas atau Tenaga Kerja Murah? 
Instagram @birosdmkemenkeu
Ilustrasi magang merdeka 

Raihan Gultom
Mahasiswa FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) dan reporter FIVE TV UPNVJ

Kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi (PT) menjadi semakin menarik saat ini. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk melakukan eksplorasi yang lebih luas sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan mereka.

Hal ini terjadi setelah Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan program “Merdeka Belajar Kampus Merdeka,” atau yang biasa dikenal dengan singkatan MBKM.

Melalui Pasal 15 ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020, Kemendikbudristek meluncurkan program tersebut, dan memberikan opsi pembelajaran baru kepada para mahasiswa. Di antaranya: Pertukaran Pelajar, Magang/Praktik Kerja, Asistensi Mengajar di Satuan Pendidikan, Penelitian/Riset, Proyek Kemanusiaan, Kegiatan Wirausaha, Studi/Proyek Independen, dan Membangun Desa/Kuliah Kerja Nyata Tematik.

Pada intinya, program MBKM menawarkan fleksibilitas bagi para mahasiswa, untuk dapat melakukan improvisasi pada keilmuan, kemampuan, serta lingkungan mereka dengan cara yang lebih bervariasi.

Hal ini tentu saja mendapatkan atensi dan sambutan yang baik dari kalangan mahasiswa. Atensi dan sambutan positif ini dapat dilihat dari peningkatan pesat jumlah perguruan tinggi yang menjalankan program MBKM.

Berdasarkan data Ditjen Dikti pada 2023, tercatat ada sebanyak 576 perguruan tinggi pada tahun 2022 telah menjalankan program MBKM, dan meningkat sebanyak hampir 60 persen menjadi 921 pada tahun 2023. Lebih mencengangkan lagi, akumulasi jumlah peserta dari kalangan mahasiswa sejak tahun 2020-2022 sebelumnya hanya berjumlah 241.000 peserta, dan meningkat pesat sebanyak hampir 107 persen dengan 257.000 pada tahun 2023.

BERITA REKOMENDASI

Dengan program MBKM ini, pada dasarnya kita dapat menyimpulkan bahwa pemerintah melalui Kemendikbudristek sedang mengupayakan pembangunan di berbagai sisi, mulai dari akademik, lingkungan, hingga kesiapan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja di masa mendatang. Hal ini tentunya bernilai positif jika kita mengingat bahwa mahasiswa merupakan Agent of Change dan ujung tombak sebuah negara, terutama bagi Indonesia yang saat ini masih berkembang.

Salah satu bentuk program MBKM yang saat ini banyak diminati dan menjadi pembicaraan hangat di kalangan mahasiswa adalah Magang Merdeka. Banyak dari mahasiswa berlomba-lomba mengikuti program tersebut. Hal ini didasari oleh motivasi mereka atas bayaran yang ditawarkan, dengan nominal sebesar Rp2,8 juta.

Nominal tersebut tergolong besar untuk bayaran magang, jika kita mengingat banyaknya karyawan magang yang dibayar dengan nominal yang relatif lebih kecil, bahkan ada pula yang tidak mendapatkan bayaran sama sekali. Sehingga tidak heran, program Magang Merdeka berhasil menarik minat khusus dari para mahasiswa.

Terlepas dari pembayaran yang tergolong besar, kita perlu menelaah lebih mendalam lagi perihal program magang merdeka. Dengan melakukan telaah yang lebih mendalam, kita dapat melihat beberapa kekurangan, serta ‘efek samping’ jangka panjang yang berpotensi muncul dari penerapannya.

Ketidaksesuaian Jurusan dan Penempatan Magang

Salah satu kekurangan dari penerapan program Magang Merdeka adalah ketidaksesuaian antara jurusan studi mahasiswa dengan penempatan dan praktik magang.

Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya perbandingan antara jumlah mahasiswa, dengan jumlah tempat resapan tenaga kerja yang sesuai jurusan perkuliahan mereka. Diiringi persaingan seleksi yang begitu tinggi, ketidaksesuaian penempatan tersebut semakin bertambah.

Padahal, jika kita merujuk kepada perkataan Mendikburistek Nadiem Makarim dalam tayangan Universitas Sumatera Utara, dapat kita ketahui bahwa sekitar 80 persen mahasiswa di Indonesia tidak bekerja sesuai program studi yang mereka tempuh. Melihat hal tersebut, sangat menyayangkan tingginya fenomena tersebut.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas