Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Benvenuto Papa Francesco, Kami Ditampar karena Kehadiranmu
Paus Fransiskus percaya di tengah-tengah dunia yang sering kali terpecah belah oleh konflik, dialog adalah jembatan yang menghubungkan perbedaan
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh : Alexander Philiph Sitinjak
Auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan sekarang aktif di Departemen Politik dan Hubungan Antar Lembaga Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik, Ketua Bidang Lintas Iman Perkumpulan Alumni Margasiswa Republik Indonesia
KETIKA Jorge Mario Bergoglio pertama kali melangkahkan kakinya ke balkon Basilika Santo Petrus pada malam 13 Maret 2013, dunia menyaksikan kehadiran seorang Paus baru yang tidak hanya sederhana dalam penampilannya tetapi juga membawa pesan perubahan mendalam dengan senyuman hangat dan pandangan penuh kasih.
Terpilih sebagai Paus Fransiskus, ia mengambil nama dari Santo Fransiskus dari Assisi, simbol kerendahan hati dan cinta pada alam. Pilihan nama ini mencerminkan visinya akan Gereja yang lebih dekat dengan orang miskin, lebih peduli terhadap lingkungan, dan lebih terbuka untuk berdialog dengan dunia.
Lahir di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember 1936, Paus Fransiskus tumbuh dalam lingkungan sederhana, anak dari keluarga imigran Italia.
Sebagai seorang anak muda, ia bekerja paruh waktu untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Pengalaman ini membentuk pandangan hidupnya yang sederhana dan membumi.
Memasuki Serikat Yesus (Jesuit), ia ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1969 dan mengabdikan dirinya untuk melayani masyarakat.
Baca juga: Di Jakarta, Paus Fransiskus Akan Kunjungi Beberapa Tempat, dari Istana Negara hingga GBK
Saat menjadi Uskup Agung Buenos Aires, ia dikenal sebagai "Uskup dari pinggiran," yang memilih hidup sederhana dan sering terlihat menggunakan transportasi umum.
Sebagai seorang uskup, Paus Fransiskus sering terlihat berjalan kaki di kota, menggunakan transportasi umum, dan tinggal di apartemen sederhana daripada di kediaman uskup resmi.
Sikap ini bukan hanya simbol; ia adalah perwujudan dari iman yang hidup dan bekerja.
Ia memahami bahwa seorang pemimpin spiritual harus menjadi teladan, tidak hanya dalam kata-kata tetapi juga dalam tindakan sehari-hari.
Kepeduliannya terhadap orang miskin bukan hanya sekadar retorika, tetapi ia wujudkan dengan turun langsung ke jalan-jalan, mengunjungi kawasan kumuh, dan berinteraksi dengan mereka yang terpinggirkan.
Paus Fransiskus membawa semangat ini ke panggung dunia.
Ia berulang kali mengecam ketidakadilan ekonomi dan menyuarakan keprihatinannya terhadap ketimpangan sosial yang semakin lebar.