Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tak Layak Diteruskan Jadi Ibu Kota Negara, IKN Nusantara Terancam Mangkrak
Publik tentu masih ingat dengan konsep yang sangat bagus bernama "Nagara Rimba Nusa" yang justru telah resmi memenangkan Sayembara Desain IKN 2019.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
TRIBUNNERS- Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, memang sudah cacat sejak lahir. Ibarat Fufufafa, ini Prematur yang dipaksakan kelahiran dan statusnya.
Sehingga meski terus menerus diupayakan dengan gelontoran dana dan fasilitas, namanya cacat lahir akan tetap tidak akan berjalan apalagi sempurna sebagainana seharusnya (Catatan: saya sengaja gunakan istilah "Fufufafa" untuk IKN ini karena tidak menunjukkan sosok tertentu, dimana sampai sekarang tetap tidak ada yang gentle mengakuinya, jadi tidak boleh ada yang merasa tersinggung olehnya).
Layak disebut cacat sejak lahir, sebab dasar hukum pendiriannyapun, alias RUU IKN (Rancangan Undang-undang) pembentukan IKN Nusantara sebenarnya ditetapkan dengan rekayasa agar (seolah-olah) sah, padahal terjadi "penelikungan" aturan.
Dalam Rancangan Nawacita yang seharusnya menjadi Visi-Misi Presiden-pun tidak pernah disebut, "mak bedunduk" (sekonyong-konyong, bahasanya Grup Lawak Srimulat) dicanangkan sendiri olehnya dan sekarang mau dipaksakan harus diakui oleh Rakyat yang diwakili DPR-RI.
Baca juga: Pakar Ungkap Sederet Bukti Proyek IKN Pemerintahan Jokowi Hanya untuk Kepentingan Elite
Baru saat Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2019 disampaikan didepan Wakil Rakyat dan lucunya Wapres saat itupun, HM Jusuf Kalla, terkejut karena merasa tidak diajak bicara sebelumnya.
Sidang yang membahas RUU IKN pada hari Selasa (18/1/2022), dari seharusnya hadir 575 Anggota DPR-RI hanya dihadiri oleh 77 orang secara fisik (alias hanya 13.4 persen) saja.
Meski disebut-sebut "dihadiri" oleh 190 orang secara virtual (33 %), namun diketahui semua bahwa "hadir virtual" itu tidak bisa dijamin kebenarannya, sebab bisa jadi hanya dihidupkan akun-nya oleh Aspri atau TA (Tenaga Ahli)-nya saja.
Sedangkan 38 orang disebut mengajukan "izin" (6.6 %), sehingga seolah-olah jumlahnya mencapai 305 orang (53%) padahal angka tersebut rekayasa belaka.
Ini sekaligus sanggahan dari statemen dia yang katanya IKN sudah disetujui oleh 93% Wakil Rakyat di DPR kemarin.
Dari data faktual di atas, sekali lagi perlu dicermati bahwa UU IKN No. 03/2022 ini hanya disahkan oleh 13,4 % (tiga belas persen saja) dari 575 total Anggota DPR-RI, alias hanya 77 (tujuh puluh tujuh) orang saja.
Sangat tidak masuk akal untuk diakui sebagai pengesahan sebuah keputusan besar seperti pemindahan ibukota negara besar Indonesia semacam IKN Nusantara ini.
Jaman Nederland-Indie alias Indonesia dulu dijajah, Belanda saja tidak seceroboh itu saat sempat memiliki rencana besar seperti pemindahan Ibukota Negara dari Batavia.
Meski sempat membangun sebuah Gedung besar calon Pusat Pemerintahan di Bandoeng, kini menjadi Gedung Sate Bandung, akhirnya Belanda masih waras untun tidak melanjutkan rencana besar tersebut.