Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Sumpah Pemuda: Tekanan Atas Kelas Menengah, Himpitan Ekonomi, dan Desakan Kebijakan

96 tahun telah berlalu. Apakah rasa kebangsaan tersebut masih menjiwai semangat dari jiwa-jiwa muda saat ini?

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Sumpah Pemuda: Tekanan Atas Kelas Menengah, Himpitan Ekonomi, dan Desakan Kebijakan
Kemendikbud.go.id
Ilustrasi Gedung Museum Sumpah Pemuda. 

Tekanan Ekonomi, Tekan Kelas Menengah 

Lantas apa sebenarnya penyebab penurunan kelas menengah?

GDP/ PDB Indonesia didorong oleh konsumsi rumah tangga. Pada sebagian besar negara maju, konsumsi didorong oleh kelompok kelas menengah. Menurunnya konsumsi kelas menengah sangat terkait dengan rendahnya daya beli kelompok ini

Perlu diketahui bahwa telah terjadinya pergeseran prioritas pengeluaran kelas menengah dalam lima tahun terakhir. Proporsi pengeluaran untuk makanan, iuran atau pajak, dan perumahan meningkat pada tahun 2024 dibandingkan tahun 2019.

Sebaliknya, pengeluaran untuk hiburan mengalami penurunan dari 0,47 persen menjadi 0,38 persen, begitu pula untuk pengeluaran kendaraan yang menurun dari 5,63 persen menjadi 3, 99 persen.

Hal ini mengindikasikan adanya tekanan ekonomi yang menyebabkan kelas menengah lebih fokus pada kebutuhan pokok. Desakan tersebut turut menggerus daya beli masyarakat yang penurunannya mulai tampak sejak tahun lalu.

Penurunan jumlah kelas menengah juga sejalan dengan pergeseran lapangan pekerjaan kelas tersebut. Pada tahun 2019 hingga 2024, angka kelas menengah yang memiliki pekerjaan formal terus menurun sedangkan mereka yang bekerja secara informal justru mengalami kenaikan.  

BERITA REKOMENDASI

Dalam hal sektor lapangan pekerjaan, terjadi pula pergeseran. Proporsi kelas menengah yang bekerja pada sektor pertanian meningkat dari 15,14 persen pada tahun 2019 menjadi 19,97 persen pada tahun 2024.

Sebaliknya, proporsi yang bekerja pada sektor jasa menurun dari 59,22 persen menjadi 57,05 persen, dan proporsi yang bekerja pada sektor manufaktur menurun dari 25,64 persen menjadi 22,98 persen.

Pergeseran ini menandakan migrasi dari kelas menengah ke sektor pertanian sejak pandemi muncul.

Dengan memisahkan sektor jasa dan manufaktur, sektor pertanian memang erat dengan pekerjaan informal. Masalahnya, pekerjaan informal membuat kelas menengah tidak memiliki jaminan perlindungan sosial yang memadai dan penghasilan dari pekerjaan informal juga sering luput dari potongan pajak.

International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional mengemukakan tingkat pengangguran Indonesia tertinggi di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini dijabarkan melalui laporan World Economic Outlook yang terbit April 2024.


IMF mendefinisikan unemployment rate sebagai persentase penduduk di usia produktif yakni 15-64 tahun yang sedang mencari pekerjaan.

Mengutip World Economic Outlook, dari 279,96 juta penduduk Indonesia, sekitar 5,2 persennya adalah pengangguran. Posisi ini lebih rendah 0,1 persen dari data tahun lalu yakni 5,3 persen.

Di bawah Indonesia ada Filipina dengan tingkat pengangguran 5,1 persen. Posisi terakhir ditempati oleh Thailand dengan 1,1 persen dan menjadi negara dengan tingkat pengangguran terendah di dunia. Sebagai catatan Myanmar, Kamboja, Laos, dan Timor Leste tidak masuk ke dalam daftar karena tidak ada data yang tersedia.

Singkat kata, tidak dapat dipungkiri bahwa penurunan kelas menengah tak terlepas dari menurunnya perekonomian nasional yang telah menyebabkan terbatasnya peluang kerja utamanya di sektor formal. 

Ekonomi memang mengalami pertumbuhan, namun sektor mana yang sebenarnya tumbuh? Pasalnya, tingkat ketimpangan di negeri ini masih cukup tinggi. Fakta ini disampaikan oleh data BPS yang menyatakan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (kelompok kaya dan miskin) menggunakan gini ratio pada Maret 2023, meningkat sebesar 0,388 poin. Angka ini tertinggi sejak September 2018 yang kala itu pada angka 0,384. 

Majunya Negara, Tingginya Kelas Menengah

Statistik Korea Selatan merilis survei yang mengungkap peningkatan persentase orang yang menganggap diri mereka kelas menengah, mencapai 60% pada tahun 2021.

Kelas menengah di Singapura muncul dalam waktu yang sangat singkat, hanya satu generasi. Kelas menengah ini mencakup hingga 40 persen dari angkatan kerja negara tersebut, dan sebagian besar terdiri dari orang-orang berpendidikan tinggi yang memiliki gelar universitas dan gelar yang lebih tinggi serta fasih berbahasa Inggris.

Berdasarkan klasifikasi tingkat pendapatan Pew, kelas menengah China merupakan salah satu yang paling cepat berkembang di dunia, meningkat dari 39,1 juta orang (3,1 persen dari populasi) pada tahun 2000 menjadi sekitar 707 juta (50,8 persen dari populasi) pada tahun 2018. Saat ini Tiongkok memiliki kelas menengah terbesar di dunia, dengan 693,3 juta orang, atau sekitar 53?ri total global.

Kelas menengah mencakup 50?ri populasi Amerika Serikat pada tahun 2021, jauh lebih kecil dibandingkan jumlah sebelumnya dalam hampir setengah abad.

Akan tetapi tidak sedikit pula negara-negara di dunia yang tidak memiliki kelompok kelas menengah. Sebut saja hampir seluruh negara Amerika Selatan, negara-negara pasca Soviet, negara-negara pasca komunis Eropa Timur, sebagian besar Afrika dan seluruh Timur Tengah kecuali Israel. 

Fenomena kelas menengah Indonesia seharusnya menjadi perhatian. Kelompok penopang ini selayaknya bisa lebih sejahtera. Reuters dengan artikel berjudul “Indonesia’s dwindling middle class seen dimming economic outlook” (September 2024), memuat fakta bagaimana PHK saat ini banyak terjadi dan menyasar kelompok menengah. Dikatakan bahwa jutaan pekerja kelas menengah RI kini menjadi lebih miskin. 

Lebih lanjut, disebutkan meskipun perekonomian Indonesia telah bangkit kembali setelah pandemi, dengan pertumbuhan sekitar di atas 5% per tahun sejak tahun 2022 di tengah inflasi yang secara umum rendah. Menyusutnya kelas menengah dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan di masa depan, karena pemerintah harus menghadapi pendapatan pajak yang lebih rendah dan kemungkinan subsidi lebih besar. 

Hal sama disoroti media Singapura, Channel News Asia (CAN). Disebut bagaimana kelas menengah Indonesia kini memburuk dan memicu peringatan bagi ekonomi negeri.

Sumpah Pemuda, Bangkitkan Kembali Komitmen Kebangsaan? 

Sebagaimana disebutkan di atas, Kelas menengah Indonesia didominasi oleh kalangan penduduk usia produktif, mulai dari Gen X, Milenial, hingga Gen Z. Mereka ini adalah Kelompok Pemuda/Pemudi Indonesia yang mempunyai kontribusi besar kepada bangsa ini, baik dari aspek pemikiran maupun kontribusinya secara ekonomi. 

Pada konteks Sumpah Pemuda dideklarasikan, problematika yang mereka alami adalah hegemoni para penjajah.

Saat ini, apakah rasa sebagai warga negara jajahan itu masih mereka rasakan? Semoga kita tidak sedang mengalami situasi sebagai bangsa yang belum merdeka karena mengalami penjajahan dalam bentuk lain.

Pada momen sumpah pemuda ini, berdasarkan data yang telah diungkapkan di atas, ekonomi Indonesia memang tidak baik-baik saja.

Tak terbantahkan pula kelas menengah di Indonesia tengah terdesak akibat himpitan ekonomi dan tekanan kebijakan. Semoga Pemerintahan Prabowo ke depan lebih bijak menyikapi keberadaan kelompok kelas menengah ini. Tidak melanjutkan kebijakan yang memiskinkan kelompok masyarakat yang strategis mendorong kemajuan negeri ini. (Eva Nila Sari) 

 

 

 

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas