Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sumpah Pemuda: Tekanan Atas Kelas Menengah, Himpitan Ekonomi, dan Desakan Kebijakan
96 tahun telah berlalu. Apakah rasa kebangsaan tersebut masih menjiwai semangat dari jiwa-jiwa muda saat ini?
Editor: Malvyandie Haryadi
Akan tetapi angka IKK di atas 100 masih menunjukkan optimisme.
Terkait penurunan kelas menengah, BPS telah mencatatkan tren selama 5 tahun terakhir. Penurunan kelas menengah pertama kali terjadi pada masa pandemik Covid 19.
Saat 2019, kelas menengah masih pada kisaran 21,45?ri total penduduk Indonesia. Saat ini (2024) hanya pada angka 17,44% saja.
Secara jumlah, penduduk kelas menengah pada tahun 2019 mencapai angka 57,33 juta orang, 2021 sejumlah 53,83 juta orang, 2022 sebanyak 49,51 juta orang, 2023 sebanyak 48,27 juta orang, dan pada tahun 2024 sejumlah 47,85 juta orang (17,44%).
BPS menggunakan acuan Bank Dunia yang menilai standar kelas berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan.
Kelompok menuju kelas menengah adalah mereka yang memiliki pengeluaran bulanan 1,5 hingga 3,5 kali garis kemiskinan, sedangkan kelompok kelas menengah adalah mereka dengan pengeluaran bulanan 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan.
Dengan acuan tersebut, kelompok kelas menengah pada tahun 2024 adalah mereka dengan pengeluaran bulanan Rp 2,04 juta hingga Rp 9,9 juta.
Pemerintah: Penurunan Kelas Menengah Akibat Pandemik Covid 19
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada wawancara di Bulan Oktober 2024 lalu menyatakan bahwa penurunan kelas menengah karena tertekan oleh kenaikan harga atau inflasi.
"Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah," katanya.
Terkait hal ini, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, mengatakan persoalan kelas menengah bakal menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Keponakan Prabowo itu mengatakan persoalan jumlah kelas menengah turun lantaran saat pandemi covid-19 banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Ia menilai penurunan kelas menengah bukan karena kebijakan pemerintah yang salah.
Ia mengatakan masalah kelas menengah menjadi fokus Kemenkeu. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) katanya tengah mencari solusi agar kelas menengah bisa tumbuh usai pandemi covid-19.
"Kalau di BKF istilahnya scarring effect dari pandemi. Sekarang bagaimana scaring effect itu kita setop. Itu perlu pendalaman yang lebih mendalam karena kita tahu kelas menengah butuh perhatian khusus," imbuhnya.