NEWSVIDEO: Lomba Memanah Tradisional (Jemparingan) di Yogyakarta
Mangayu Bagyo Tingalan Delam Sri Sultan Hamengkubuwono X
Editor: Bian Harnansa
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hendra Krisdianto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Enam puluh peserta mengikuti lomba memanah tradisional (Jemparingan) dalam rangka Mangayu Bagyo Tingalan Delam Sri Sultan Hamengkubuwono X di Lapangan Kemandungan, Keraton Yogyakarta, Selasa (24/2/2015).
Berbeda dengan perlombaan panahan modern, dalam jemparingan pesertanya di wajibkan duduk bersila saat membidik sasaranya.
"Jemparingan ini diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Sri Sultan HB X yang pada tahun ini berusia 69 tahun. Dan Dipilihnya hari Selasa Wage, karena hari kelahiran beliau," ungkap KRT Waseso Winoto
sebagai pengageng Krido Mardowo Keraton Yogyakarta.
Dalam lomba jemparingan terdapat 20 babak (rambahan). Setiap rambahan pemanah melepaskan empat anak panah. Setiap pemanah membidik sasaran
berupa bandul pitih yang diikatkan pada tali. Jarak antara pemanah dan bandul tersebut sejauh 30 meter.
Dikatakan KRT Waseso Winoto, jemparing tidak hanya sebuah olahraga, tersapat filosofi mendalam di olahraga tersebut. Ada sebuah falsafah
dalam jemparingan, yakni Pamentange Gandewo, Pamantenge Qolbu. "Dalam kehidupan tidak hanya sebatas mengandalkan fisik untuk menggapai
keinginan. Diperlukan hati yang bersih untuk menjalani kehidupan," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, peserta yang mengikuti jemparingan hampir semuanya tidak berharap atas hadiah yang disediakan. Mereka lebih
mencari bagaimana mereka dapat mengasah fokus melalui jemparingan.