Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIDEO Meriam Saksi Bisu Pemakaman Sultan Djalaluddin

Meriam Saksi Bisu Pemakaman Sultan Djalaluddin

Editor: Bian Harnansa

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR – Bagi anda para pencinta sejarah yang ingin mengenang ke zaman perang era kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda, di Museum Kesultanan Bulungan, Kecamatan Tanjung Palas, menyimpan sisa senjata-senjata meriam yang bisa mengangkat memori ke masa tempoe doeloe.

Meriam kuno itu adalah peninggalan zaman raja Kesultanan Bulungan yang kini masih terawat baik di pelataran museum itu.

Meriam yang berukuran mini yang berjumlah dua terpajang di bagian pintu gerbang museum.

Sisanya, meriam berukuran sedang dengan berjumlah tiga buah ditaruh di beranda bangunan museum, sedangkan meriam yang bentuknya paling besar berada di depan pintu museum.

Cikal-bakal adanya meriam itu satu sebab, berkat pemberian dari pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.

Kata juru kunci museum, Datu Berahim yang berumur 59 tahun memperkirakan meriam sudah ada sejak kesultanan Datuk Belambung Sultan Kasimuddin.

Bicara soal meriam, ada sosok yang jago membuat benda ini. Tetapi tokoh ini tidak ada kaitannya dengan pembuatan meriam yang sekarang ada di Museum Bulungan. Tokoh yang dimaskud ialah Manuel Tavares.

Berita Rekomendasi

Dibuku yang berjudul Meriam Si Jagur Kisah Sejarah dan Legendanya karya Thomas Ataladjar, bengkel pembuatan meriam yang terkenal kala itu ada di Rua Chunambeiro Makau milik manuel Taveres.
Hasil produksinya dipasarkan ke negara-negara eropa.

Sementara, hubungan antara Kesultanan Bulungan dengan Hindia Belanda begitu erat. Kemesraan keduanya diikat oleh perjanjian ekonomi perdagangan. Tidak heran saking eratnya, Hindia Belanda pun memberi cinderta mata meriam sebagai simbol persahabatan.

Berahim menuturkan, kesemua meriam yang ada di Museum Bulungan sudah tidak lagi berfungsi. Keberadaanya hanya sebagai barang pajangan, yang dipersembahkan bagi pengunjung museum.

Pada tahun 1958 masehi, meriam yang ukurannya paling besar digunakan untuk prosesi pengiringan pemakaman jenazah Datuk Tiras Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin. “Dipakai masih bisa. Meriam bisa meledak,” ujarnya.

Tetapi tambah Berahim, setelah beberapa tahun berikutnya, meriam tersebut tidak bisa digunakan sebagai senjata peledak. Sudah digunakan dengan berbagai cara tetapi tetap meriam tidak berfungsi.
“Pernah waktu festival budaya meriam mau dipakai tetapi tidak mau meledak. Sudah tidak berfungsi, mungkin faktor usianya yang sudah sangat tua,” katanya.

Sumber: Tribun Kaltim
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas